Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Gonjang-ganjing Status Lumbung Pangan Nasional, Jateng Dihadapkan Kompleksnya Problematik Pertanian

Pertanian tanaman pangan jadi fokus Provinsi Jateng pada 2025. Ditambah lagi Provinsi Jateng didapuk menjadi lumbung pangan

Penulis: budi susanto | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Budi Susanto
Kondisi areal persawahan yang ada di Kabupaten Pemalang saat musim penghujan beberapa waktu lalu. (Dok Tribun Jateng/Budi Susanto) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pertanian tanaman pangan jadi fokus Provinsi Jateng pada 2025.

Ditambah lagi Provinsi Jateng didapuk menjadi lumbung pangan nasional oleh pemerintah pusat.


Catatan Pemprov Jateng, terdapat 3 komoditas tanaman pangan yang tengah dipersiapkan.


Sejumlah komoditas tersebut adalah tanaman padi, jagung dan kedelai.


Bahkan kesanggupan produksi tanaman pangan juga didata secara rinci oleh Pemprov Jateng.


Di mana pada 30 Desember 2024, capaian produksi padi mencapai 293 ribu ton lebih.


Sementara jagung di angka 32,6 ribu ton dan kedelai 433 ton.


Jika dihitung persentase, kesanggupan Pemprov Jateng untuk sejumlah komiditas khusus padi pada 2024 mencapai 120 persen lebih.


Namun lain halnya dengan dua komiditas lainnya seperti jagung yang baru 68,4 dan kedelai hanya 31,7 persen dari capaian kesanggupan Pemprov Jateng.


Di mana kesanggupan untuk produksi jagung pada 2024 di angka 47,6 ribu ton dan kedelai 1,3 ribu ton.


Selain dihadapkan dengan dengan kesanggupan menyediakan dua komiditas jagung dan kedelai, Pemprov Jateng juga mengalami kendala dalam hal irigasi hinga distribusi pupuk bersubsidi.


Hal tersebut membuat para petani berada di tengah-tengah ambisi pemerintah untuk mewujudkan programnya tentang ketahanan pangan.


Pasalnya, kendala yang selama ini dihadapi petani belum terselesaikan 100 persen.


Bahkan wacana pemerintah meringankan beban petani hingga menjamin ketersediaan pupuk belum terbukti sepenuhnya.


"Silahkan saja berwacana, kalau tidak ada petani ya sama saja hasilnya," jelas Sambodo (51) satu di antara petani asal Kabupaten Semarang, Senin (13/1/2025).


Ia mengaku, harusnya pemerintah langsung mengumpulkan petani di setiap daerah jika ada wacanana pengembangan pertanian.


Hal tersebut untuk mendengar langsung apakah program yang dijalankan benar-benar berjalan.


Ia memberikan contoh, pupuk subsidi yang diklaim pemerintah selalu ada kondisinya 360 persen terbalik.


Progam agar petani sejahtera juga selalu didengungkan, namun hal tersebut tidak terbukti.


"Penting ya tetap seperti sekarang, boro-boro kaya bisa mencukupi kebutuhan rumah dan sekolah anak sudah bersyukur. Harga jual padi saja dari petani rendah, belum lagi saat pupuk langka dan cuaca kurang bagus atau kesulitan air. Petani hidup sudah dari dulu sudah biasa," tegasnya.


Terpisah, Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana tak menampik kendala yang dialami oleh para pentani.


Bahkan ia juga mengatakan pertanian di Jateng dihadapkan dengan sejumlah permasalahan, misalnya jaringan irigasi.


Nana mengatakan jaringan irigasi dengan kondisi baik di Jateng hanya 33,7 persen.


Ia juga menerangkan total luas areal irigasi persawahan di Jateng 953,8 ribu hektar.


Jumlah tersebut dibagi menjadi tiga kewenangan yaitu Pemerintah Pemerintah Pusat dengan 37 titik dengan luas 347,6 ribu hektar.


Sementara kewenangan Pemprov Jateng 108 titik dengan total luasan 86,6 ribu hektar.


"Irigasi persawahan yang menjadi kewenangan kabupaten kota 11.401 titik dengan total luas 519,2 ribu hektar," terang Nana.


Dari hal tersebut ia berujar sebagai besar irigasi yang ada mengalami kerusakan dan perlu perbaikan pada bangunan penunjang utama.


Untuk itu Pemprov Jateng mengusulkan beberapa langkah ke pemerintah pusat guna mewujudkan program lumbung pangan nasional.


"Kami mengusulkan adanya pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan untuk seluruh jaringan irigasi yang ada di Jateng," terangnya.


Terkait distribusi pupuk bersubsidi, ia berujar perubahan jadwal tanam karena perubahan iklim menjadi kendala tersendiri.


Selain itu, penerapan penebusan pupuk dengan KTP yang dimulai Oktober 2024 serta rendahnya kemampuan keuangan petani untuk menebus pupuk juga jadi problematik.


Ia menyebut realisasi penyerapan pupuk subsidi di Jateng mencapai 71,7 persen dari alokasi 1,68 juta ton.


Namun penyerapan pupuk organik granul sangat rendah hanya 5,8 persen.


Dari kondisi tersebut, edukasi ke petani dan validasi data elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) serta peningkatan pengawasan distribusi pupuk wajib dilakukan.


"Pemprov Jateng juga melangkah untuk mengatasi berbagai masalah pupuk, usulan penyederhanaan jadwal penyaluran pupuk, mewajibkan pemupukan berimbang hingga memberikan kemudahan ke petani mengakses KUR juga kami usulkan ke Pemerintah Pusat," imbuhnya.

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved