Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Gozali Nelayan Tambaklorok Duduk Memandangi Ombak yang Bergelora: Kalau Memaksa Nyawa Taruhannya

Suasana di Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara, terasa berbeda sejak Desember lalu

Penulis: budi susanto | Editor: muslimah
Tribunjateng/Bud Susanto
PERAHU NELAYAN BERSANDAR - Sejumlah perahu nelayan bersandar dengan ikatan tali tambat di Tambaklorok Kota Semarang, Jumat (31/1/2025). Perahu-perahu tersebut sengaja ditambatkan karena cuaca buruk yang melanda pesisir utara Kota Pekalongan yang mengakibatkan para nelayan tak berani melakukan. (TRIBUNJATENG/BUDI SUSANTO) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Suasana di Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara, terasa berbeda sejak Desember lalu. 

Tidak ada kesibukan nelayan yang bersiap melaut, tidak terdengar suara perahu yang berangkat mencari ikan. Semua terhenti. 

Gelombang tinggi yang terus mengancam membuat mereka memilih untuk bertahan di darat, berjaga di sekitar perahu mereka.

Baca juga: Tanah di Pesisir Semarang-Demak Dibeli Cukong Rp 2.000 Per Meter, Nelayan Kini Cemas Tak Bisa Melaut

Gozali, salah seorang nelayan Tambaklorok, hanya bisa duduk di tepi dermaga sambil memandangi laut yang terus bergelora. 

Hujan deras dan angin kencang masih sering datang, menyebabkan ombak tinggi mencapai tiga hingga lima meter. Situasi ini terlalu berbahaya bagi perahu-perahu kecil mereka. 

"Kalau memaksa melaut, nyawa taruhannya," ujar Gozali dengan tatapan kosong, Jumat (31/1/2025).

Ketidakpastian cuaca membuat nelayan Tambaklorok harus beradaptasi.

Gozali dan rekan-rekannya kini lebih banyak menghabiskan waktu dengan memperbaiki jaring atau sekadar menjaga kapal mereka agar tidak terseret arus. 

"Malam hari paling rawan. Sekitar pukul 20.00 WIB, gelombang bisa datang tiba-tiba dan merusak tambatan perahu," jelasnya.

Namun, bertahan di darat bukan berarti tanpa konsekuensi. Ketidakmampuan melaut berarti tidak ada penghasilan.

Banyak nelayan yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya sekolah anak-anak mereka. 

"Kami hidup dari laut. Kalau tidak melaut, bagaimana kami bisa makan?" keluh Gozali.

Kondisi ekstrem ini menjadi ujian bagi para nelayan. Mereka berharap cuaca segera membaik agar bisa kembali ke laut dan mencari nafkah. Namun, mereka juga sadar bahwa perubahan iklim semakin sulit diprediksi. 

"Dulu, musim seperti ini bisa diperkirakan. Sekarang, semuanya serba tak pasti," ujar Gozali sambil menghela napas.

Meski dihantui ketidakpastian, para nelayan Tambaklorok tetap bertahan. Mereka tidak punya pilihan selain menunggu, berharap ombak segera mereda dan mereka bisa kembali menaklukkan lautan yang menjadi sumber kehidupan mereka. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved