Opini
Non Schole, Sed Vitae Discimus: Kita Belajar Bukan untuk Sekolah, Tetapi Untuk Hidup
Berikut opini dari Dr. apt. Heru Nurcahyo, S.Farm., M.Sc, Direktur Politeknik Harapan Bersama (Poltek Harber) Tegal.
Oleh: Dr. apt. Heru Nurcahyo, S.Farm., M.Sc.
Direktur Politeknik Harapan Bersama
Akhir-akhir ini, ditengah kompleksitas permasalah ekonomi yang cenderung semakin kompetitif dan liberal, pendidikan seharusnya menempatkan dan menjadi sebuah solusi dalam memberikan sebuah harapan, bukan sumber kecemasan, sekolah harusnya mampu mengembangkan potensi intelektual, spiritual, dan moral suatu generasi, dimana bisa menjadi majelis yang mendorong generasi muda untuk berpikir kritis, mampu mendorong untuk inovatif tidak didikte oleh perkembangan pasar tetapi mampu menjaga idealisme keilmuan yang mampu membuat sebuah novelty yang memberikan dampak positif kepada masyarakat.
Seperti pesan yang disampaikan Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara (1936) mengungkapkan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai “tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak”. Pendidikan dapat diartikan merupakan proses menuntun segala kodrat yang ada pada generasi muda, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Literasi ini, harusnya sudah menjadi desakan untuk menjawab sebuah keresahan bagi orang tua, akademisi, para pakar, penggiat dan penyelenggara pendidikan untuk menjadikan sekolah atau institusi pendidikan sebagai katalis masa depan, menjadi taman tempat tumbuh kembangnya cara berpikir kritis sehingga tidak menjadi dejavu dalam belajar, menurut pakar peneliti muda Dr. Muhammad Faizal dengan meningkatnya teknologi sebagai contoh saja AI (Artificial Intelligence) seharusnya tidak menjadi satu-satunya piranti untuk menjawab sebuah pertanyaan-pertanyaan dasar karena akan menjadikan sebuah solutif bagi generasi muda berpikir menjadi seragam, tetapi sekolah harus mampu membuka ruang kelas yang sudah tidak monoton lagi, tetapi menjadikan gebrakan sebagai tempat interaksi sosial, pendidikan kolaborasi antar bidang atau kelas, diskusi terbuka, ruang budaya, pabrik inovasi kreatifitas dan ruang terbuka ilmiah lainnya.
Hal senada disampaikan oleh Pak Menteri Kemendikti Saintek (Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi) tentang konsep pendidikan dalam aktualisasi Kampus Berdampak sebagai Keberlanjutan Kampus Merdeka, “Kampus berdampak itu adalah kampus yang tidak hanya menghasilkan lulusan, publikasi, ranking global, tapi juga kampus yang mentransformasi kehidupan masyarakat. Sehingga nantinya peran perguruan tinggi itu diharapkan menjadi pusat solusi yang nyata untuk masyarakat, selain itu juga perguruan tinggi diharapkan menjadi motor inovasi sosial dan ekonomi berkelanjutan.
Berbicara sekolah atau perguruan tinggi memainkan peran penting dalam prinsip "Non scholae, sed vitae discimus" (Kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup), dimana ia memposisikan tidak hanya sebuah transformasi pengetahuan akademik, tetapi juga membangun karakter, keterampilan hidup, dan mempersiapkan mahasiswa untuk berkontribusi memberikan dampak pada masyarakat.
Perguruan tinggi harus mampu melampaui pengetahuan akademisnya yang mampu mendorong pengembangan nilai-nilai seperti kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, dan integritas. Selain itu, memberikan bekal untuk Mahasiswa dalam mengedepankan berpikir kritis, analisis efektif, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi yang efektif untuk menghadapi tantangan global dengan mengimplementasikan pendidikan holistik menciptakan lulusan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berdaya, beretika, dan berakhlak mulia untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.
Seperti pesan guru bangsa Bapak HOS Tjokroaminoto, menyatakan bahwa pendidikan tidak terbatas pada persekolahan, tetapi diarahkan kepada nasionalisme, pada pembentukan karakter untuk menjadi bangsa yang kuat. Pendidikan tentang berbagi dan menyalurkan berbagai kemampuan yang kita miliki kepada orang lain, dengan tujuan untuk mendapatkan ilmu baru, bagi HOS Tjokroaminoto, semua orang adalah guru. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.