UIN Walisongo Semarang
Pengukuhan Prof Muhammad Sulthon, Gagas Dakwah Inklusif Melalui Rekam Jejak Nabi Kelola Perdamaian
Prof. Dr. Muhammad Sulthon dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Dakwah di UIN Walisongo Semarang.
Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Ada yang menarik dalam pengukuhan Guru Besar UIN Walisongo kali ini, Prof.Dr. Muhammad Sulthon mengajak kita semua untuk merefleksikan kembali Dakwah Inklusif dalam mengelola perdamaian.
Bertepatan pula di Bulan Maulid, momen ini mengajarkan kita untuk kembali meneladani nabi dalam mewujudkan perdamaian dan ini menjadi kontribusi besar ditengah perpecahan yang terjadi saat ini.
Hal ini disampaikan dalam pengukuhan Prof. Dr. Muhammad Sulthon sebagai Guru Besar bidang Dakwah di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang pada Selasa (17/09/2025) di Gedung Tgk. Ismail Yaqub.
Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Sulthon mengangkat tema “Dakwah Inklusif dan Hadis al-Ifk: Rekam Jejak Nabi dalam Mengelola Perdamaian”, yang menekankan pentingnya strategi Nabi Muhammad SAW dalam mengelola konflik dan membangun perdamaian sosial.
Hadis al-Ifk merujuk pada isu perselingkuhan yang dituduhkan kepada Sayyidah Aisyah RA, istri Nabi Muhammad SAW, oleh Abdullah bin Ubay dan para pengikutnya.
Peristiwa ini sempat mengguncang masyarakat Madinah dan memunculkan perdebatan tajam di kalangan sahabat: apakah penyebar isu harus dihukum keras atau dimaafkan.
Baca juga: Pengukuhan Prof Tholkhatul Khoir: Evolusi Epistemologi Hukum Islam di Indonesia dari Ushul Fiqh
Menurut Prof. Sulthon, keputusan Nabi untuk tidak menjatuhkan hukuman fisik kepada Abdullah bin Ubay adalah strategi inklusif yang luar biasa.
“Langkah Nabi bukan hanya menghentikan potensi konflik, tetapi juga mencegah tiga eskalasi besar: bentrokan antarsuku, konflik internal dalam keluarga Abdullah bin Ubay, dan perpecahan sesama Muslim,” jelasnya.
Beliau menekankan, sikap Nabi menunjukkan bagaimana amar ma’ruf nahi munkar dapat diterjemahkan dalam bentuk dakwah yang humanis dan solutif, bukan sekadar represif.
Strategi Nabi yang lebih mengedepankan pemaafan, dialog, dan verifikasi informasi dianggap sebagai model inklusivitas yang relevan dalam konteks dakwah modern.
“Keputusan Nabi SAW tidak hanya menciptakan inner peace (perdamaian batin), tetapi juga outer peace (perdamaian sosial)."
"Lebih dari itu, beliau menunjukkan bahwa dakwah harus mampu menyatukan umat, mengedepankan nilai kemanusiaan, serta berlandaskan wahyu dan sunnah yang otoritatif,” tegas Prof. Sulthon.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Sulthon juga menyampaikan rasa terima kasih mendalam kepada keluarga, para guru, ulama, serta institusi yang telah mendukung perjalanan akademiknya hingga mencapai jabatan Guru Besar.
Baca juga: Pengukuhan 5 Guru Besar UIN Walisongo: dari Evaluasi Pendidikan Islam hingga Tafsir Kontekstual
Beliau menegaskan bahwa pencapaian ini merupakan amanah besar untuk terus mengembangkan ilmu dakwah yang inklusif dan membumi.
Pengukuhan ini disaksikan oleh sivitas akademika UIN Walisongo, para tokoh agama, ulama pesantren, serta tamu undangan dari berbagai institusi pendidikan dan organisasi masyarakat.
Dengan pengukuhan ini, UIN Walisongo semakin menegaskan komitmennya sebagai pusat pengembangan ilmu keislaman yang tidak hanya berorientasi akademis, tetapi juga membawa kontribusi nyata bagi perdamaian dan harmoni sosial, baik di tingkat lokal maupun global dan memperkuat distingsinya sebagai kampus kemanusiaan dan peradaban. (Laili S/***)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.