Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Langkah Cantika di Tengah Warna-Warni Warisan Tak Benda yang Dibendakan

Cantika (21), mahasiswi asal Pekalongan, berdiri tenang di lantai dua Gedung Monod Deep Huis, Kota Lama Semarang. 

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR D
CRAFTOPIA - Pameran seni rupa bertemakan membendakan warisan tak benda di gedung monod deep huis di Kota Lama Semarang 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Cantika (21), mahasiswi asal Pekalongan, berdiri tenang di lantai dua Gedung Monod Deep Huis, Kota Lama Semarang. 

Matanya terpaku pada sebuah lukisan yang dibuat menggunakan jari tangan. Dia mengamati detail demi detail dengan saksama, seolah tengah mencoba membaca cerita di balik goresannya.

Terlihat dirinya mengambil ponsel di tas coklatnya untuk mengambil gambar.

“Yang ini favorit saya, soalnya dibuat pakai tangan, pakai jari langsung. Bagus aja," katanya, Kamis (15/5/2025).

Cantika bukan satu-satunya pengunjung yang terpesona oleh karya-karya yang dipamerkan dalam Craftopia Heritage. Ia datang karena rasa penasaran setelah beberapa kali melihat pameran ini berseliweran di TikTok. 

Sayangnya, kunjungan pertamanya sempat gagal karena datang terlalu malam. 

“Kemarin ke sini jam tujuh, eh, sudah tutup. Jadi balik lagi sekarang,” katanya.

Pameran ini menjadi bagian utama dari program Craftopia Heritage: Membendakan Warisan Budaya Tak Benda melalui Pasar Seni Rupa Berkelanjutan yang berlangsung pada 13–17 Mei 2025. 

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Maretha Hati Natara Foundation dan terpilih sebagai salah satu dari 80 program unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dari sekitar 5.000 usulan kegiatan budaya yang masuk.

Lebih dari 1.700 karya ditampilkan, hasil kerja kolaboratif dari 70 mitra komunitas seni di 39 kota di Jawa dan Bali. 

Karya yang dipamerkan meliputi lukisan, kerajinan, dokumentasi audio-visual, hingga instalasi berbasis bahan daur ulang.

Sebagian besar karya lahir dari rangkaian workshop dan pendampingan komunitas yang dilakukan sepanjang tahun. 

Tidak sedikit pula yang dikerjakan oleh mahasiswa, ibu rumah tangga, serta kelompok warga yang selama ini jarang tersentuh akses seni.

“Menurut saya sangat kreatif dan menarik, ya. Tadi saya lihat beberapa dari mahasiswa, terus karya-karya ibu-ibu juga. Semuanya punya ciri khas,” kata Cantika.

Ia mengaku tema pameran, yakni “membendakan warisan tak benda”, cukup tergambarkan lewat karya-karya yang dipamerkan. 

“Cocok banget. Gambarnya real banget, seperti hidup. Terus ada pojok-pojok sejarah yang membuat ketertarikan sendiri," tambahnya 

Representasi yang Terbuka

Craftopia Heritage bukan sekadar pameran. Dia adalah bagian dari upaya jangka panjang mendokumentasikan, mengedukasi, dan menginterpretasikan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yakni aspek kebudayaan yang tak berbentuk fisik namun berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat.

Melalui pendekatan seni rupa, penyelenggara mencoba menerjemahkan warisan tak benda seperti tradisi lisan, kebiasaan lokal, hingga praktik kerajinan tradisional menjadi bentuk visual dan interaktif yang mudah diakses publik.

Asisten Kurator, Maretha menjelaskan, pihaknya ingin menciptakan ruang bersama yang inklusif. Tidak hanya untuk seniman, tapi juga masyarakat umum.

Gedung Monod Deep Huis, yang merupakan bangunan cagar budaya, dipilih sebagai lokasi utama. 

Selama pameran berlangsung, gedung ini diubah menjadi ruang interpretasi budaya yang terbuka untuk belajar, berdialog, dan mengapresiasi keberagaman.

Program ini juga mengakomodasi kegiatan pelengkap seperti diskusi publik, workshop pemanfaatan limbah, pemetaan komunitas seni, hingga studio visit. 

Semua itu dirancang dalam kerangka berkelanjutan agar tidak berhenti pada satu perhelatan saja.

"Craftopia bukan hanya soal seni. Dia menjadi panggung bagi strategi kebudayaan alternatif, terutama di kota-kota yang selama ini masih bertumpu pada pendekatan seremonial atau institusional dalam pelestarian budaya," tuturnya.

Pendekatan kolektif yang dilakukan menjadi contoh bagaimana komunitas akar rumput dapat memainkan peran penting dalam pembangunan ekosistem seni dan budaya.

"Kami percaya, kualitas seni di sebuah kota sangat dipengaruhi oleh kehadiran pendamping dan pengelola yang berpengalaman," ujarnya

"Lewat seni, kami ingin menciptakan ruang temu dan ekonomi baru bagi warga," sambungnya. (Rad)

Baca juga: Pimpin KONI Kota Pekalongan Lagi, Edywan Fokus Pembinaan dan Regenerasi Atlet

Baca juga: Wali Kota Solo Respati Bakal Optimalkan Tim Saber Pungli

Baca juga: KONI Jateng Terus Kebut Persiapan Venue Porprov 2026

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved