Berita Jateng
Tunggu Negosiasi Tarif Trump, Wamendag Sebut Kebut Perjanjian Perdagangan dengan Eropa
Diversifikasi pasar produk-produk dalam negeri tengah diupayakan sebagai solusi bagi para pelaku industri untuk memasarkan produk-produk mereka.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Diversifikasi pasar produk-produk dalam negeri tengah diupayakan sebagai solusi bagi para pelaku industri untuk memasarkan produk-produk mereka.
Wakil Menteri Perdagangan, Dyah Roro Esti Widya Putri menjelaskan, Kemendag saat ini sedang mendorong perluasan pasar ekspor dengan menggali peluang ekspor ke Uni Eropa (UE).
Menurutnya, pihaknya saat ini sedang mengebut perjanjian perdagangan, yaitu Kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) dengan Uni Eropa.
"Kita sedang mengebut salah satu perjanjian perdagangan yang sangat penting yaitu IEU-CEPA. Ini menjadi salah satu mitra strategis kita, apalagi kalau untuk furniture ternyata salah satu lokasi tujuannya adalah ke Eropa.
Kita sedang mencari potensi-potensi lainnya dan segmen ini menjadi contoh bahwa Indonesia sedang melakukan dan sebelum tarif Trump dilakukan, memang diversifikasi pasar ekspor.
Jadi ini potensi sangat besar dari negara-negara lain," terang Wamendag di sela melakukan pelepasan ekspor furnitur PT Philnesia International, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (16/5/2025).
Wamendag mengungkapkan, kondisi pasar saat ini masih 'wait and see', di tengah menunggunya keputusan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump terhadap produk asal Indonesia.
"Kita harus menunggu bagaimana keputusan akhir proses negosiasinya itu seperti apa, mengingat bahwa Presiden Trump telah menerapkan 90 days pause.
Kita optimalkan dulu, ini kurang lebih mungkin 60-an hari lagi dan tim negosiasi kita masih bernegosiasi dengan pemerintah di Amerika Serikat," ujarnya.
Wamendag menegaskan bahwa meskipun terdapat ketidakpastian global, hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat tetap baik.
Ia menyebut AS menjadi salah satu trading partner terbesar Indonesia.
"Termasuk juga dengan China yang merupakan salah satu trading partner terbesar kita dan negara-negara lainnya," jelasnya.
Sementara itu dalam kondisi saat ini, khususnya industri furnitur menurutnya arus ekspor-impor masih berjalan normal.
"Jadi tidak ada hambatan ataupun tantangan apapun, dan kita harus menunggu sampai ada keputusan akhir.
Namun apapun bisa terjadi dalam kurun waktu 60 hari ini. Maka kita tunggu dulu sampai nanti ada keputusan, baru kita harus mempunyai strategi ke depannya," tambahnya.
Menyoroti kondisi saat ini, Direktur PT Philnesia International, Erick Luwiya mengungkapkan, sektor industri furnitur belakangan menghadapi tantangan yang kompleks di tengah kebijakan Presiden Trump.
Menurutnya, tantangan sedang dihadapi saat ini adalah terkait regulasi, persaingan global, dan dinamika pasar yang terus berubah.
"Makanya seperti disampaikan Ibu Roro, kita memang dari posisi wait and see. mudah-mudahan kita bisa mendapatkan hasil yang optimal," ungkapnya.
Plh Disperindag Jateng, Linda Widiastuti menambahkan, ekspor-impor di Jawa Tengah terus menjadi perhatian di tengah kebijakan tarif dan ketegangan antara India - Pakistan.
Menurutnya, Pemprov Jateng secara intensif mengkaji potensi dampak dari situasi tersebut dan merumuskan langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk menghadapinya.
Dalam konteks ekspor, khususnya untuk sektor furnitur, ia menyebut berdasarkan informasi dari pelaku usaha menunjukkan bahwa hingga saat ini tidak ada masalah signifikan.
"Ekspor Jawa Tengah saat ini terbesar adalah ke Amerika dengan kontribusi kurang lebih 41,6 persen dan ini kecenderungannya sementara masih tetap."
"Sampai hari ini sih masih tidak ada masalah, karena kan sambil menunggu keputusan tanggal negosiasi itu. Justru perlu dipikirkan adalah berikutnya. Nah, secara strategi yang harus dilakukan ya yang pertama adalah kita harus melakukan peningkatan daya saing dalam negeri," klaimnya.
Dia menyebut, salah satu inisiatif yang sedang dijalankan di Jawa Tengah adalah pembentukan Free Trade Agreement Center, yang merupakan kerja sama antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Tengah, Kementerian Perdagangan, dan Universitas Diponegoro (Undip).
"Tugasnya adalah melakukan sosialisasi, pendampingan, fasilitasi, sehingga pelaku-pelaku usaha khususnya IKM ini diharapkan bisa memanfaatkan perjanjian-perjanjian perdagangan itu untuk menembus pasar-pasar internasional," imbuhnya. (idy)
Baca juga: Rumah Penggemukan Sapi Masjid Agung Semarang Sediakan Sapi Kurban Sesuai Skema Iuran
Baca juga: Ratusan Calon Jemaah Haji Kumpulkan Koper di Kantor Kemenag Blora, Koper Diberi Tanda Pengenal
Baca juga: Perhutani KPH Pekalongan Barat Pasang Badan Lawan Perambahan di Kaki Gunung Slamet
3,37 Ton Sampah Belum Terkelola Dengan Baik, Pemprov Jateng Upayakan Penyelesaian |
![]() |
---|
Ini Alasan Polda Jateng Hentikan Penyelidikan Kasus Hak Siar Nenek Endang: Alhamdulillah |
![]() |
---|
Regenerasi Dalam Korupsi, Sosok Dua Sekda Klaten Rugikan Negara Rp6,8 M Kasus Sewa Plasa |
![]() |
---|
Berdayakan Potensi Desa/Kelurahan, 1.750 Koperasi Merah Putih di Jateng Sudah Operasional |
![]() |
---|
Masih Kalah Dari Subang, Buruh Tuntut Kenaikan UMK 2026 Jadi Rp 3,7 Juta di Kota Semarang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.