Tanoto Foundation
Inovasi Pembelajaran Kontekstual Berbasis Petualangan Melalui Numerasi Adventure
Berikut essai karya Slamet Hari Pambudi, S.Pd, narasumber Kombel Tugu Muda, Inisiatif Dinas Pendidikan Kota Semarang & Tanoto Foundation.
Oleh: Slamet Hari Pambudi, S.Pd, narasumber Kombel Tugu Muda, Inisiatif Dinas Pendidikan Kota Semarang & Tanoto Foundation
KEMAMPUAN numerasi merupakan salah satu kompetensi dasar yang sangat penting dikuasai oleh peserta didik sejak jenjang sekolah dasar. Namun kenyataannya, tantangan dalam meningkatkan capaian numerasi masih menjadi isu utama di banyak sekolah, termasuk di SDN Pakintelan 02, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran, sejumlah siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal numerasi, khususnya yang berkaitan dengan konteks kehidupan nyata. Misalnya, siswa sering keliru dalam mengonversi satuan waktu atau dalam menyusun langkah-langkah penyelesaian soal cerita matematika. Hal ini diperburuk oleh metode pembelajaran yang cenderung tradisional, berpusat pada guru, dan minim keterlibatan siswa.
Kondisi ini selaras dengan temuan nasional maupun internasional. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional tahun 2023 dari Kemendikbudristek, sebanyak 58 persen siswa SD di Indonesia belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Sementara itu, dalam survei PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022, skor rata-rata matematika siswa Indonesia hanya mencapai 379, jauh di bawah rata-rata negara OECD yang berada pada angka 489. Fakta-fakta ini menjadi indikator penting bahwa dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual, adaptif, dan menyenangkan untuk memperkuat budaya numerasi sejak dini.
Menjawab tantangan tersebut, Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) menggandeng SDN Pakintelan 02 menghadirkan inovasi pembelajaran bertajuk Program Numerasi Adventure. Program ini dirancang untuk mengubah wajah pembelajaran matematika menjadi lebih hidup melalui pendekatan petualangan berbasis permainan tradisional dan tantangan kontekstual.
Program ini diawali dengan sosialisasi dan pelatihan singkat kepada para guru. BBGTK memfasilitasi pelatihan tentang bagaimana merancang kegiatan pembelajaran numerasi yang menggabungkan unsur permainan dan konteks lokal. Guru dilatih menggunakan alat bantu sederhana seperti ular tangga, dakon, dan engklek yang dimodifikasi untuk mengandung muatan soal-soal matematika. Area halaman sekolah disulap menjadi zona petualangan dengan berbagai pos tantangan numerasi.
Sebanyak 25 siswa dibagi ke dalam lima kelompok. Masing-masing kelompok berpindah dari satu zona ke zona lainnya untuk menyelesaikan tantangan yang diberikan. Di zona ular tangga numerasi, siswa harus menjawab soal logika matematika setiap kali melangkah. Di dakon berhitung, siswa melatih keterampilan pembagian dan perkalian secara konkret. Sementara di zona engklek, soal cerita matematika harus dijawab sebelum siswa bisa melompat ke kotak berikutnya.
Semua tantangan dirancang agar siswa berpikir, berdiskusi, dan menemukan solusi bersama. Setelah seluruh tantangan diselesaikan, siswa dan guru melakukan sesi refleksi bersama. Siswa menceritakan pengalaman mereka—bagaimana mereka menyelesaikan soal, strategi apa yang digunakan, serta perasaan mereka selama mengikuti kegiatan ini. Guru pun melakukan evaluasi terhadap efektivitas metode ini dalam meningkatkan pemahaman dan antusiasme belajar siswa.
Program ini memberikan dampak positif yang signifikan. Antusiasme siswa terhadap pelajaran matematika meningkat drastis. Mereka tidak lagi menganggap matematika sebagai pelajaran yang menakutkan, melainkan sebagai tantangan yang menyenangkan. Siswa juga menjadi lebih percaya diri dalam menyelesaikan soal numerasi karena merasa bahwa pembelajaran yang dilakukan relevan dengan kehidupan mereka.
Dari sisi guru, pelaksanaan program ini mendorong lahirnya kreativitas dalam merancang metode pembelajaran. Guru-guru SDN Pakintelan 02 kini terbiasa menggunakan pendekatan tematik, kontekstual, dan berbasis permainan dalam mengajar numerasi. Hal ini memperkuat kompetensi pedagogik guru sekaligus memperbaiki kualitas proses belajar-mengajar secara umum.
Yuni Nur Hidayah, S.Pd., salah satu guru SDN Pakintelan 02 menyampaikan bahwa kegiatan Numerasi Adventure sangat menyegarkan. Anak-anak yang biasanya tegang saat pelajaran matematika menjadi antusias dan saling membantu menyelesaikan soal. Permainan dakon dan engklek yang diisi dengan soal matematika membuat anak cepat memahami konsep.
Sementara itu, Puput Alfrianti, S.Pd., guru dari SDN Sadeng 03 yang turut hadir sebagai pengamat kegiatan menyampaikan bahwa pendekatan ini sangat efektif. Siswa lebih aktif, tidak hanya duduk mendengarkan. Mereka tertarik untuk menyelesaikan soal karena dikemas dalam bentuk permainan. Raihana Bilqis, siswi kelas 4, mengaku merasa senang bisa belajar matematika sambil bermain. “Biasanya aku takut salah, tapi sekarang aku semangat karena ada tantangan serunya!” ujarnya.
Melihat hasil yang positif, BBGTK Jawa Tengah berencana memperluas implementasi program ini ke sekolah lain. BBGTK telah membuka akses bagi sekolah lain untuk datang ke pusat praktik di Karanganyar dan Semarang, mengikuti pelatihan, dan membawa pulang perangkat pembelajaran numerasi yang dapat diadaptasi sesuai kebutuhan masing-masing.
Program ini diharapkan menjadi salah satu model pembelajaran numerasi yang bisa diadopsi secara nasional. Dengan dukungan berbagai pihak, termasuk Dinas Pendidikan dan mitra pembangunan seperti Tanoto Foundation, diharapkan pendekatan numerasi kontekstual berbasis petualangan dapat memperkuat budaya numerasi sejak pendidikan dasar dan mendukung peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20250624_Tanoto_Slamet-Hari-Pambudi.jpg)