Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Malam Satu Suro

Kapan Malam Satu Suro? Sejarah dan 6 Ragam Tradisi Sambut Bulan Keramat di Pulau Jawa

Kapan Malam Satu Suro? Sejarah dan 6 Ragam Tradisi Sambut Bulan Keramat di Pulau Jawa

Penulis: non | Editor: galih permadi
TRIBUN JATENG/WORO SETO
TRADISI SATU SURO - Kapan Malam Satu Suro? Sejarah dan 6 Ragam Tradisi Sambut Bulan Keramat di Pulau Jawa 

TRIBUNJATENG.COM - Malam 1 Suro bertepatan dengan 1 Muharram atau tahun baru Islam yang termasuk satu di antara 4 bulan Istimewa dalam Islam.

Bulan Muharram dalam kalender Islam dikenal orang Jawa sebagai bulan Suro kalender Jawa.

Di tahun ini Satu Suro jatuh pada hari Jumat 26 Juni 2025.

Asal Usul Nama Suro

Dilansir oleh Kompas.com, menguti dari buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam-Jawa (2010) karya Muhammad Sholikhin

Kata Suro merupakan sebutan bagi bulan Muharram dalam masyarakat Jawa.

Kata Suro sebenarnya berasal dari kata "asyura" dalam bahasa Arab.

Asyura berati "sepuluh", yakni tanggal 10 bulan Muharram.

Asyura dalam lidah masyarakat Jawa menjadu Suro.

Jadilah kata Suro sebagai khasanah Islam-Jawa sebagai nama bulan pertama kalender Islam maupun Jawa.

Kata Suro juga menunjukkan arti penting 10 hari pertama bulan itu dalam sistem kepercayaan Islam-Jawa.

Di mana dari 29 atau 30 bulan Muharram yang dianggap paling keramat adalah 10 hari pertama atau lebih tepatnya sejak tanggal 1 hingga 8.

Malam Satu Suro dan kaitannya dengan hal mistis

Dilansir oleh Tribun Jogja.com, nama malam 1 Suro adalah nama lain dari malam 1 Muharam dalam penanggalan Hijriah.

Ihwal ini tak terlepas soal penanggalan Jawa dan kalender Hijriah yang memiliki korelasi dekat.

Khususnya sejak zaman Mataram Islam di bawah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).

Penanggalan Hijriah memang di awali bulan Muharam.

Oleh Sultan Agung kemudian dinamai bulan Suro.

Kala itu Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka yang merupakan kalender perpaduan Jawa asli dengan Hindu.

Ia kemudian memadupadankannya dengan penanggalan Hijriah.

Hal ini memang sangat unik mengingat kalender Saka berbasis sistem lunar atau Matahari sementara Hijriah pergerakan Bulan.

Kalender Hijriah banyak dipakai oleh masyarakat pesisir yang pengaruh Islamnya kuat.

Sedangkan kalender Saka banyak digunakan oleh masyarakat Jawa pedalaman.

Rupanya, Sultan Agung ingin mempersatukan masyarakat Jawa yang pada waktu itu agak terpecah antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).

Dalam kepecayaan Kejawen, Bulan Suro memang dianggap istimewa.

Penganut Kejawen percaya bulan tersebut merupakan bulan kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa.

Aji Saka kemudian membebaskan rakyat Jawa dari cengkeraman mahluk gaib raksasa.

Selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran huruf Jawa.

Kepercayaan tersebut ternyata terus turun menurun hingga saat ini.

Di Indonesia khususnya masyarakat Jawa, malam satu suro dikenal sebagai malam yang identik dengan suasana sakral dan mistis

Bahkan sebagian kalangan menganggap bulan Suro, terutama malam 1 Suro punya nilai mistis tersendiri atau cenderung dianggap angker.

Tak sedikit mitos yang beredar di malam 1 suro yang dipercayai tak boleh dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. 

Ragam Tradisi Perayaan Malam 1 Suro

1. Pawai Obor 1 Suro

Di sejumlah daerah, terutama kawasan pedesaan, masyarakat menggelar pawai obor.

Masyarakat berjalan kaki sambil membawa obor dan melantunkan doa. 

Peserta biasanya mengenakan pakaian tradisional atau busana Muslim. 

Pawai ini melambangkan penerangan batin untuk menyambut tahun baru.

2. Upacara Bubur Suro

Tradisi ini umum ditemukan di Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. 

Masyarakat membuat bubur putih dengan lauk khas yang kemudian dibagikan kepada warga sekitar. 

Upacara ini dimaknai sebagai sedekah dan doa keselamatan agar terhindar dari marabahaya di tahun yang baru.

3. Ngadulag (Bedug Sunda)

Di Tatar Sunda, khususnya Sukabumi, tradisi Ngadulag atau lomba membunyikan bedug digelar menjelang malam 1 Suro. 

Selain menjadi hiburan rakyat, irama bedug juga dianggap sebagai bentuk doa dan semangat spiritual menyambut pergantian tahun.

4. Tapa Bisu 1 Suro

Di Yogyakarta, masyarakat mengikuti tradisi Tapa Bisu.

Warga berjalan kaki mengelilingi benteng keraton sejauh 7 kilometer tanpa berbicara. 

Ritual ini dipimpin abdi dalem Keraton Yogyakarta dan melambangkan perenungan serta pengendalian diri.

5. Kirab Kebo Bule

Di Solo, Keraton Surakarta menggelar Kirab Malam 1 Suro dengan mengarak pusaka dan kerbau bule yang dianggap sakral. 

Kirab ini diiringi doa dan laku spiritual, sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan harapan akan keselamatan serta keberkahan. 

6. Kungkum

Di Semarang, Jawa Tengah banyak masyarakat datang dari berbagai daerah untuk menyaksikan prosesi berendam di sungai saat malam satu suro.

Lokasi untuk prosesi merupakan pertemuan dua sungai yaitu Kali Garang dan Kali Kreo.

Di tengah sungai tersebut berdiri sebuah tugu berusia puluhan tahun yang dinamai Tugu Suharto.

Bagi sejumlah masyarakat, lokasi tersebut memang menjadi jujugan untuk melakukan prosesi saat malam satu suro.

Ditemani semerbak bau wangi dupa, beberapa orang nampak bediam diri dan berendam di tengah pertemuan dua aliran sungai tersebut.

Kungkum di Tugu Suharto merupakan cara untuk membersihkan diri dan merenungi kesalahan.

Bahkan tradisi tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat sejak 1965. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved