Muria
Menaruh Harap dari Para Leluhur, Potret Warga Rahtawu Kudus yang Hidup di Lereng Gunung Muria
Tidak kurang dari 10 menit tujuh gunungan yang berisi hasil bumi berupa sayur dan buah-buahan habis diserbu ratusan warga Desa Rahtawu.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: rival al manaf
“Kalau ada acara meminta persetujuan dalam bentuk menaruk sesaji ke petilasan para leluhur,” kata Tini.
Di Desa Rahtawu ini ada beberapa petilasan yang dikeramatkan. Petilasan tersebut dipercaya dihuni oleh sosok astral yang mereka anggap sebagai leluhur.
Eyang Sakri dipercaya sebagai sosok leluhur yang paling tua. Selain itu ada Eyang Abiyoso, Eyang Pandu Dewanata, Eyang Semar, Eyang Modo, Eyang Lokojoyo, dan Eyang Jonggring Saloko. Masing-masing dari para leluhur tersebut memiliki petilasan yang tersebar di berbagai titik di Desa Rahtawu.
Kirab gunungan kali ini merupakan bagian dari upaya penghormatan pada para leluhur yang dikemas dalam sebuah festival budaya.
Tujuh gunungan ini merupakan simbol dari tujuh puncak Gunung Muria yang mengelilingi Desa Rahtawu. Ketujuh puncak tersebut meliputi Puncak Iring-iring, Puncak Gunung Pasar, Puncak Ringgit, Puncak Kelir, PUncak 29, Puncak Tunggangan, dan Puncak Natas Angin.
Penyelenggara memilih tanggal 10 Muharam atau 10 Suro karena selain sakral, dalam waktu yang bersamaan banyak peziarah dari luar daerah yang mendatangi petilasan para leluhur tersebut. Tentu dengan harapan agar warga luar tahu bahwa di Rahtawu masyarakatnya masih memegang teguh kepercayaan kepada para leluhur.
“Jadi ini selain menghormati leluhur, kami juga ingin mengenalkan budaya Rahtawu dan adatnya lebih luas,” ujar Direktur BUMDes Utama Karya Desa Rahtawu Abdul Kalim.
Penghormatan atas para leluhur di Desa Rahtawu ini sebelumnya tidak digelar secara kolosal dalam bentuk festival. Meski demikian, sebagian warga acap melakukan penghormatan pada para leluhur biasanya saat musim laboh atau menjelang puncak musim hujan. Harapannya warga yang menanam di ladang atau kebun, hasilnya bisa melimpah.
“Jadi warga Rahtawu meyakini dengan upaya penghormatan pada leluhur yang ada di lereng Muria di Desa Rahtawu ini bisa mewujudkan impian masyarakat Rahtawu untuk keselamatan, ketenangan, dan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat,” kata Kalim.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbdupar) Kudus Mutrikah mengatakan, tradisi warga Rahtawu dalam menghormati leluhur memang sudah turun temurun. Menurutnya, tradisi tersebut merupakan bagian dari budaya yang perlu untuk dilestarikan. Luhurnya budaya masyarakat kian melengkapi Rahtawu yang memiliki panorama elok khas pegunungan.
“Dengan menggelarnya dalam bentuk festival budaya ini, harapannya bisa sekaligus menjadi promosi. Dengan begitu Rahtawu bisa kian dikenal oleh masyarakat luas,” kata dia. (*)
"Pelan-pelan Kami Bereskan" Menteri PU Bicara Cara Mengatasi Banjir Demak dan Kudus |
![]() |
---|
Ngembal Kulon Kudus Masuk Nominasi 15 Besar Pengembangan Digitalisasi Desa Tingkat Nasional |
![]() |
---|
Bupati Kudus Herda Helmijaya: Korupsi Hanya Menunda Penderitaan |
![]() |
---|
0,04 Persen Dari Kota Kretek Penyumbang Kesuksesan Jateng Tangani Stunting 2024 |
![]() |
---|
Pengajuan Gelar Pahlawan untuk KHR Asnawi Kudus Belum Berbuah Manis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.