Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Fenomena "Mbediding" Landa Jawa Tengah, Bukan Cuma Dingin Tapi Waspada Rob Susulan

Penurunan suhu udara hingga 22.2 derajat celcius secara drastis di musim kemarau terjadi di Jawa Tengah.

Penulis: Raf | Editor: raka f pujangga
Fajar Bahruddin Achmad
Prakirawan Stasiun Meteorologi Tegal, Sri Nurlatifah saat mengukur lamanya penyinaran matahari dengan alat campbell stokes, Senin (6/11/2023). 

TRIBUNJATENG.COM,TEGAL- Warga pesisir Kota Tegal dan sekitarnya mengalami suhu udara yang dingin, terutama saat pagi dan malam hari dalam beberapa hari terakhir.

Berdasarkan data Stasiun Meteorologi Tegal, ada penurunan suhu udara hingga 22.2 derajat celcius. 

Prakirawan Stasiun Meteorologi Tegal, Sri Nurlatifah mengatakan, udara dingin yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini menjadi hal alami yang biasa terjadi mendekati puncak musim kemarau. 

Baca juga: Ini Penyebab Suhu Dingin Ekstrem Malam Hingga Pagi di Jawa Tengah, BMKG Sebut Fenomena Mbediding

Menurutnya, kondisi tersebut ditandai dengan mulai menguatnya angin monsun Australia.

"Saat ini suhu terendah di Tegal tercatat 22.2 derajat celcius, dari yang normalnya sekira 23- 24 derajat celcius. 

Di wilayah Tegal selatan yang dataran tinggi bisa lebih rendah," kata Sri kepada tribunjateng.com, Kamis (10/7/2025).

Menurut Sri, kondisi udara dingin seperti saat ini bisa berlangsung hingga Agustus 2025.

Sebab, puncak musim kemarau di wilayah Jawa Tengah termasuk Tegal hingga Agustus 2025.

Selain itu, masih memungkinkan jika suhu bisa lebih rendah dari 22.2 derajat celcius. 

"Masyarakat untuk tetap tenang dan tidak khawatir menghadapi musim kemarau dengan suhu dingin ini. Sebab ini normal terjadi mendekati puncak musim kemarau," jelasnya. 

FENOMENA MBEDIDING - Forecaster Stasiun BMKG Ahmad Yani Semarang, Ferry Oktarisa memperlihatkan kondisi suhu di Jawa Tengah pada saat fenomena mbediding, Kamis (10/7/2025). Fenomena ini menyebabkan suhu dingin ekstrem pada malam hingga pagi hari.
FENOMENA MBEDIDING - Forecaster Stasiun BMKG Ahmad Yani Semarang, Ferry Oktarisa memperlihatkan kondisi suhu di Jawa Tengah pada saat fenomena mbediding, Kamis (10/7/2025). Fenomena ini menyebabkan suhu dingin ekstrem pada malam hingga pagi hari. (TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR)

Mbediding

BMKG menyebut fenomena udara dingin hingga menusuk tulang itu sebagai mbediding istilah lokal untuk menyebut turunnya suhu drastis di musim kemarau.

Forecaster Stasiun BMKG Ahmad Yani Semarang, Ferry Oktarisa, mengatakan fenomena mbediding terjadi karena gabungan antara masuknya musim kemarau, aktifnya angin timuran dari Australia, serta langit malam yang cerah tanpa awan.

“Udara dingin terasa karena panas dari permukaan bumi cepat dilepas ke atmosfer. Hal ini membuat suhu turun drastis terutama malam sampai pagi,” jelas Ferry, Kamis (10/7/2025).

Di Kota Semarang, suhu terendah tercatat 21 derajat Celsius. Namun di daerah dataran tinggi seperti Dieng, Wonosobo, Banjarnegara, hingga Selo Boyolali, suhu bisa menukik hingga 15-16 derajat Celsius.

“Kalau di Dieng, pada puncak musim kemarau Juli–September, suhu bisa turun sampai 3 derajat Celsius. Tahun lalu bahkan muncul fenomena embun upas (embun es), tapi tahun ini belum terjadi,” ungkapnya.

Fenomena mbediding biasanya berlangsung dari tengah malam hingga sekitar pukul 06.00 atau 07.00 pagi.

Warga diimbau untuk mengenakan pakaian hangat di malam hari dan tetap menjaga daya tahan tubuh.

Sementara itu, BMKG juga mengimbau para pendaki gunung di wilayah Jawa Tengah untuk mewaspadai potensi angin kencang, terutama pada siang hingga sore hari.

“Meski secara umum kondisi cuaca aman dan cerah, potensi angin kencang tetap ada di kawasan pegunungan. Kecepatan angin bisa mencapai 15–25 km/jam,” kata Ferry.

Wilayah yang perlu diwaspadai antara lain kawasan Gunung Slamet, jajaran Pegunungan Dieng, Merapi–Merbabu, serta wilayah Selo di Boyolali.

Suhu di daerah pegunungan pada siang hari diperkirakan antara 20–24 derajat Celsius, sementara malam hari bisa turun menjadi 18–20 derajat Celsius.

Baca juga: Kisah Warga Sayung Habis Ratusan Juta Untuk Tinggikan Rumah, Namun Banjir Rob Juga Semakin Tinggi

“Untuk masyarakat, kami sarankan membawa perlengkapan hangat, melindungi tubuh dari paparan langsung angin kencang, serta tetap memantau informasi prakiraan cuaca terbaru,” tambahnya.

BMKG memprediksi puncak musim kemarau masih akan berlangsung hingga September mendatang. 

Warga dan wisatawan di dataran tinggi disarankan tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang ekstrem.

ROB SAYUNG DEMAK - Jalur pantura Sayung, Kabupaten Demak mulai surut dari banjir rob, namun BMKG memprediksi setelah tanggal 13 Juli air rob kembali masuk ke pesisir Jawa Tengah.
ROB SAYUNG DEMAK - Jalur pantura Sayung, Kabupaten Demak mulai surut dari banjir rob, namun BMKG memprediksi setelah tanggal 13 Juli air rob kembali masuk ke pesisir Jawa Tengah. (dok. Dishub Demak)

Rob Setelah 13 Juli 2025

BMKG Maritim Tanjung Emas memprediksi genangan air laut atau rob akan kembali terjadi di wilayah Pantura Sayung, Kabupaten Demak, setelah tanggal 13 Juli 2025. Hal ini disampaikan langsung oleh Koordinator Observasi dan Informasi BMKG Maritim Tanjung Emas, Ganis Erutjahjo.

Menurut Ganis, kondisi kering yang sempat terjadi beberapa waktu terakhir berkaitan erat dengan siklus pasang surut air laut. Dalam sepekan terakhir, muka air laut terpantau berada pada titik surut minimum, yaitu 0,9 meter, lebih rendah dibanding rerata muka laut (MSL) yang berada di angka 0,6 meter.

"Artinya ada peningkatan muka air sekitar 0,3 meter dari rata-rata. Tapi ini masih kategori surut. Kami perkirakan setelah 13 Juli, kondisi akan berbalik menjadi pasang naik, dan akan kembali menggenangi jalur Pantura Sayung," jelas Ganis, Kamis (10/7/2025).

Meski demikian, Ganis memastikan ketinggian pasang air laut bulan ini tidak akan setinggi dua bulan sebelumnya. Ia menyebut, kondisi astronomi saat itu membuat posisi bumi dan bulan lebih dekat (perigee), yang berdampak pada pasang laut ekstrem.

“Dua bulan lalu merupakan puncak pasang tertinggi. Sekarang, posisi bulan dan bumi tidak terlalu dekat maupun terlalu jauh, sehingga pasang air laut bulan ini masih dalam kategori normal,” tambahnya.

Selain faktor gravitasi bulan dan bumi, Ganis juga menjelaskan bahwa kondisi angin dan gelombang pada Juli ini relatif tenang, yang turut memengaruhi tingginya pasang laut.

BMKG memperkirakan pola pasang ini akan bertahan hingga tiga bulan ke depan. Meskipun demikian, masyarakat tetap diminta waspada karena rob dipastikan tetap terjadi, meski tidak setinggi sebelumnya.

Baca juga: Suhu Dingin Mulai Menyelimuti Jateng, BMKG Jelaskan Penyebabnya, sampai Kapan? 

Di sisi lain, Ganis juga menyinggung bahwa wilayah pesisir utara Jawa Tengah, termasuk Demak dan Semarang, kini masih mengalami kemarau basah.

Sehingga hujan yang berlangsung tiba-tiba bisa saja memperparah kondisi rob pesisir utara Jawa Tengah.

"Secara umum, kita memang memasuki musim kemarau basah. Artinya meskipun musim kemarau, masih ada potensi hujan meski tidak rutin. Tapi curah hujan yang turun biasanya datang secara tiba-tiba," pungkasnya. (fba/afn/rad)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved