Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

TAHUKAH ANDA! Kenapa Angka Kelahiran di Jawa Tengah Menurun, Ini Kata BKKBN

Angka kelahiran di Provinsi Jawa Tengah terus menunjukkan tren penurunan.

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
Tribun Jateng/Idayatul Rohmah
MENUNGGU-- Suasana pelayanan di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Semarang, Kamis (24/7/2025). Tribun Jateng/Idayatul Rohmah 


"Sehingga ada kecenderungan memang turun," kata Kepala Disdukcapil Kota Semarang, Yudi Hardianto Wibowo ditemui Tribun Jateng di kantornya, Kamis (24/7).
Yudi menjelaskan, menurunnya angka kelahiran ini tak bisa dilihat sebagai angka tunggal yang berdiri sendiri.

Ia menilai fenomena tersebut berkaitan dengan berbagai faktor sosial dan ekonomi, termasuk tren perubahan tempat tinggal generasi muda serta pergeseran pola hidup masyarakat.

Salah satu dampak dari penurunan kelahiran ini terlihat dari berkurangnya jumlah peserta didik di beberapa Sekolah Dasar (SD) yang berada di pusat kota.

Menurut Yudi, hal ini bisa dikaitkan dengan kecenderungan generasi muda untuk tinggal di kawasan pinggiran, seperti Tembalang, Ngaliyan, dan Tugu, mengikuti gelombang pembangunan perumahan yang lebih terjangkau di area tersebut.

"Sehingga itu menyebabkan kemungkinan-kemungkinan yang menurut saya, menyebabkan SD yang di tengah-tengah kota itu kemarin sempat kekurangan murid," terang Yudi.

Perubahan pola hunian ini berpotensi mempengaruhi distribusi penduduk usia sekolah. Sekolah-sekolah di pusat kota menjadi lebih sepi, sementara daerah pinggiran justru mulai menghadapi tantangan lonjakan jumlah anak usia sekolah.

Namun, Yudi menegaskan bahwa fenomena ini masih bersifat indikatif dan memerlukan kajian mendalam.

“Ini hanya gambaran saja, seharusnya memang dilakukan survei atau penelitian oleh lembaga yang melakukan itu untuk mengetahui pasti penyebabnya,” jelasnya.

Terkait faktor yang mempengaruhi penurunan angka kelahiran, Yudi menyebut bahwa bisa jadi penyebabnya sangat beragam, mulai dari program Keluarga Berencana (KB), kondisi ekonomi masyarakat, hingga perubahan pandangan terhadap pernikahan dan memiliki anak.

Contohnya, penunda pernikahan, juga dinilai akan berdampak langsung pada penundaan kelahiran anak. Ia menyebut, meski belum ada data resmi mengenai tren "childfree" di Kota Semarang, perubahan ini tetap harus menjadi perhatian.

"Mudah-mudahan tidak seperti negara-negara maju, yang mereka child free. Nah, mudah-mudahan tidak seperti itu di Indonesia. Tapi ini kemungkinan ada hubungannya dengan faktor-faktor lapangan kerja, ekonomi dan sebagainya," imbuhnya.

Yudi menegaskan bahwa angka kelahiran memang menurun, tetapi secara keseluruhan jumlah penduduk Kota Semarang masih relatif stabil, yakni di kisaran 1,7 juta jiwa.

Hal ini disebabkan oleh banyak faktor lain seperti perpindahan penduduk masuk dan keluar kota, kematian, serta mobilitas administratif.

“Jangan hanya lihat dari angka kelahiran. Ada orang datang ke Semarang, ada yang pindah dari sini. Bisa jadi orang masih tercatat di Semarang, tapi sudah merantau atau pindah domisili ke kota lain. Itu semua mempengaruhi data,” paparnya.

Sementara itu, program "Dua Anak Cukup" yang menjadi bagian dari kampanye pengendalian penduduk oleh pemerintah pusat disebut masih berjalan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved