Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Semarang

Keisengan Supriyono Mampu Mengubah Pemukiman Kumuh di Semarang Jadi Estetik

Dengan kuas dan sisa cat seadanya, Supriyono (58) mengubah wajah kampung di pinggir rel kereta di Pendrikan Lor.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR D.
KAMPUNG MURAL - Supriyono (58) sosok pemural di kampung Abimanyu V RT 5 RW 2 yang menggambar 30an tembok di kampung tersebut, menyulap daerah kumuh jadi estetik/ 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dengan kuas dan sisa cat seadanya, Supriyono (58) mengubah wajah kampung di pinggir rel kereta di Pendrikan Lor, Kecamatan Semarang Tengah, menjadi lorong mural penuh warna.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang cukur itu kini dikenal warga sebagai “seniman kampung” yang menyulap dinding kusam menjadi karya seni.

Di Jalan Abimanyu V RT 5 RW 2, Kelurahan Pendrikan Lor, pada satu sudut kampung, Supriyono duduk di bangku kecil. 

Tak jauh dari rumahnya berdiri gapura kampung yang kini sudah berhias mural Garuda dengan sayap terkembang. 

Baca juga: Kejari Semarang Kembali Tangkap DPO Kasus Penipuan Apartemen Semarang, Sisa 1 Buron

Baca juga: Fakta Lengkap Kecelakaan Beruntun 6 Kendaraan di Tol Semarang, Warga Panjat Tebing Tonton Evakuasi

Sapuan warna merah, hitam, dan kuning keemasan yang telah ia torehkan kontras dengan warna tembok di sekitarnya, seolah menjadi pintu gerbang menuju kampung penuh warna.

“Awalnya cuma iseng. Tahun kemarin ada sisa cat di rumah, saya pakai untuk gambar di depan rumah. Eh, tetangga lihat, terus banyak yang minta dibikinin juga,” ujarnya, Sabtu (9/8/2025).

Dari aksi iseng itu, kini setidaknya ada sekitar 30an bidang tembok di kampungnya yang ia hias. Ukurannya bervariasi, mulai 2x2 meter hingga 2,5x2,5 meter. 

Semua dikerjakan sendiri, tanpa asisten. 

“Kalau dibantu, takutnya warnanya nggak pas. Pewarnaan saya bikin dan campur sendiri,” kata Supriyono.

Menariknya, setiap mural yang ia buat adalah hasil permintaan pemilik rumah. 

Ada yang meminta tokoh kartun, tokoh anime, pemandangan, hingga motif batik. 

Salah satu yang paling menantang baginya adalah melukis robot Transformer.

“Detail robot itu rumit. Banyak garis kecil dan bentuk-bentuk yang harus presisi. Tapi tetap saya selesaikan dua hari. Kalau Garuda malah gampang, tinggal main warna,” ujarnya.

Supriyono mengaku tidak pernah meminta bayaran. Asalkan cat disediakan warga, sementara tenaganya ia sumbangkan dengan sukarela. 

“Saya memang senang. Dulu kampung ini kumuh, sekarang lebih enak dipandang. Warga juga jadi lebih kompak,” katanya.

Supriyono sendiri tak pernah mengenyam pendidikan seni. Sejak kecil ia memang suka menggambar, tetapi beberapa tahun terakhir mencoba mural. Teknik mencampur warna ia pelajari dari YouTube.

“Kalau desainnya kan dari warga, saya tinggal eksekusi. Yang susah itu nyocokkan warna biar nggak ‘bentrok’. Jadi harus bikin campuran sendiri,” jelasnya.

Selain melukis, Supriyono bekerja sebagai tukang cukur. Ia membuka barbershop kecil di kampungnya. 

Waktu melukis biasanya ia mulai sekitar pukul 16.00 sore, setelah selesai memangkas rambut pelanggan. 

“Sore itu enak, sudah adem. Jadi bisa kerja sampai malam kalau belum selesai,” katanya.

Bagi Supriyono, seni mural yang ia geluti bukan semata soal gambar. Ia melihatnya sebagai sarana memperindah lingkungan, membangun rasa kebersamaan, dan memberi identitas pada kampungnya.

Dari sebuah sisa cat dan niat sederhana, ia membuktikan bahwa seni bisa lahir di mana saja. 

Bahkan di pinggir rel kereta api, tempat yang dulu dikenal kumuh, kini berubah menjadi kampung penuh warna yang membuat setiap orang ingin berhenti sejenak dan memandang.

Warga Senang Pemukiman Jadi Estetik

Abdul Aziz tersenyum lebar saat berdiri di depan gapura Jalan Abimanyu V RT 5 RW 2, Kelurahan Pendrikan Lor. 

Di atas permukaan tembok yang dulu kusam, kini terpampang mural Tokoh Nahdlatul Ulama, Pemandangan, Transformer, dan Doodle.

Gambar-gambar itu merupakan request dari dia, istrinya dan anaknya. Ia masih ingat betul bagaimana kawasan itu dulu dipandang sebelah mata. 

Dinding-dinding retak, cat mengelupas, dan coretan tak jelas menjadi pemandangan sehari-hari. 

Suara kereta yang lalu-lalang di jalur dekat rumahnya pun seakan ikut menegaskan kesan kumuh yang melekat.

Perubahan mulai terasa ketika Supriyono, tetangganya yang dikenal hobi melukis, memutuskan memanfaatkan tembok-tembok kampung sebagai kanvas. 

Tanpa banyak bicara, ia mulai menggambar tokoh pewayangan, pemandangan alam, hingga ikon budaya di setiap sudut yang bisa dijangkau kuasnya.

“Awalnya satu-dua tembok saja, tapi lama-lama hampir semua dinding diwarnai. Sekarang malah banyak orang luar datang foto-foto,” kata Aziz.

Bagi warga, karya Supriyono bukan hanya memperindah lingkungan, tetapi juga membawa semangat baru.

Kampung yang dulu sepi kini lebih hidup, bahkan menjadi spot foto yang ramai di media sosial. 

Kini, kampung di tepi rel itu tak lagi identik dengan kumuh. Berkat dedikasi seorang warganya, ia menjelma menjadi galeri seni terbuka, tempat setiap warna bercerita dan setiap sapuan kuas menyimpan harapan. (Rad)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved