Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Cerita Agung Pengamen Disabilitas, Isu Royalti Membuatnya Tak Bisa Tampil di Warung

Salah satu warung tempatnya mengamen, terpaksa menghentikan live music karena pemilik resah akan aturan yang dinilai belum jelas itu

Editor: muslimah
TribunSolo.com/Erlangga Bima Sakti
KEHILANGAN PEKERJAAN. Agung Purwanto, pengamen disabilitas asal Wonogiri yang terdampak isu royalti musik yang sedang ramai. 

TRIBUNJATENG.COM, WONOGIRI - Isu royalti berdampak pada seorang pengamen disabilitas asal Wonogir bernama Agung. 

Ia kini kesulitan mencari nafkah.

Warung tempatnya bekeerja pilih tidak menampilkan hiburan musik sebelum ada kejelasan soal royalti.

Agung adalah warga Dusun Kedungsono Desa Bulusulur, Kecamatan Wonogiri Kota yang berjarak 42,6 km dari Kota Solo. 

Baca juga: Kisah Pemilik Hotel di Tegal Pilih Beli Burung Karena Takut Ditagih Royalti

Dampak isu royalti ini, membuat Agung tak bisa mengamen di warung biasa dia pentas. 

Ini lantaran pemilik warung di Wonogiri juga resah kena royalti. 

Tanggal 17 Agustus 2025, menjadi hari terakhirnya mengamen di salah satu warung yang selama ini menjadi ladang rezekinya.

Hal itu disebabkan adanya aturan royalti yang belakang ini ramai diperbincangkan.

Salah satu warung tempatnya mengamen, terpaksa menghentikan live music karena pemilik resah akan aturan yang dinilai belum jelas itu.

Agung di tengah keterbatasannya yang mana kakinya tak bisa digerakkan biasa bermain organ dan mengiringi pelanggan yang ingin bernyanyi di warung makan Pantai Gading Purba.

Dari situ, ia mendapat penghasilan dari donasi yang diberikan para pengunjung warung makan itu.

Ia mengaku sekira tiga tahun ini mulai ngamen di sejumlah warung makan di Wonogiri. 

"Keliling, dari warung makan satu ke warung makan lain. Muter. Kalau disini baru sekira tiga pekan. Paling di sini kalau hari Minggu," ujarnya.

Saat ini ia hanya bisa pasrah dengan kebijakan yang diambil warung makan untuk tak menyajikan hiburan live music maupun memutar lagu karena khawatir kasus royalti.

"Berat, saya cari uang bukan hanya untuk makan, masih ada utang alat organ ini. Anak dua juga masih sekolah," kata Agung.

Di warung makan itu, ia bisa mendapatkan Rp 100 ribu dalam sehari, lebih dari yang ia dapatkan dari warung makan lain yang mana hanya sekitar Rp 50 ribu sekali ngamen.

"Kalau di warung lain saya bawa vokal, uangnya dibagi. Di sini bosnya mau bantu nyanyi," ujarnya.

Kekhawatirannya belum selesai, sebab warung makan lain tidak mungkin tidak akan menerapkan kebijakan yang sama soal live music.

"Ya semoga bisa segera ada kejelasan dan bisa kesini lagi. Sudah ada omongan sebelumnya sama bosnya, senam jantung juga. Tapi ya mau gimana," pungkas Agung. 

Khawatir Soal Isu Royalti Musik 

Terpisah, sang pemilik warung, Sugiyanto mengatakan langkah itu diambil dengan terpaksa usai belakangan ini ramai isu royalti musik.

"Saya juga sama dengan mereka, saya nyetel musik dan hiburan live music. Kalau kasusnya sama seperti Mie Gacoan kita kan nggak mampu," ujar dia.

Terlebih lagi, jika aturan pembayaran per kursi per tahun, dirasa akan berat. Pasalnya hitung-hitungannya di warungnya, pembayaran royalti musik bisa hampir Rp 50 juta per tahun.

"Makanya kami terpaksa melakukan hiburan musik," jelasnya.

Di bagian lain, ia mengaku belum paham dengan aturan terkait royalti itu. Pihaknya berharap, segera ada kejelasan mana yang boleh dilakukan atau diperdengarkan dan mana yang tidak.

"Perlu disosialisasikan juga itu. Kita khawatir karena ketidaktahuan kita. Semoga bisa segera ada kejelasan," harap Sugi.

Saat ini ia juga telah memasang spanduk pengumuman yang tertulis 'Maaf... Tidak Ada Hiburan Musik Sampai Adanya Kejelasan Royalti'. (TribunSolo.com)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved