Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pendaki Gunung Slamet Hipotermia

Ini Penyebab Pendaki Asal Jakarta Alami Hipotermia di Gunung Slamet, Bermula Tidur di Shelter

Seorang pendaki asal Jakarta bernama Syayid Zahfat Murtado (26) terpaksa harus dievakuasi oleh Tim SAR Gabungan

Dokumentasi Tim SAR Gabungan
Pendaki Hipotermia — Tim SAR Gabungan saat melakukan proses evakuasi terhadap seorang pendaki bernama Syayid yang mengalami gejala hipotermia untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di Pos Pendakian Gunung Slamet via Bambangan, Selasa (26/8/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA — Seorang pendaki asal Jakarta bernama Syayid Zahfat Murtado (26) terpaksa harus dievakuasi oleh Tim SAR Gabungan, usai mengalami hipotermia di pos lima pendakian Gunung Slamet Jalur Bambangan, Selasa (26/8/2025). 

Syaiful Amri, Kordinator Pos Pendakian Gunung Slamet jalur Bambangan menyatakan, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 01.27 WIB. 

Saat itu pihak basecamp melaporkan adanya pendaki yang meminta pertolongan melalui pesan WhatsApp. 

"Berdasarkan laporan, seorang pendaki tersebut mengalami hipotermia di pos lima. Setelah laporan masuk, kami pun segera mengirimkan personil untuk mengecek kondisinya," jelasnya saat dikonfirmasi, Selasa (26/8/2025). 

Baca juga: Momen Kemerdekaan, 763 Pendaki Serbu Pendakian Gunung Slamet Lewat Jalur Bambangan Purbalingga 

Baca juga: Aktivitas Gunung Slamet Meningkat, BPBD Banyumas Imbau Warga Tetap Tenang dan Waspada

Ia menyatakan, pihaknya kemudian mengirimkan personil untuk menuju ke lokasi sekitar pukul 02.00 WIB. 

"Saat dijumpai, pendaki tersebut belum mengalami hipotermia, baru gejala hipotermia," katanya.

Syaiful mengungkap kondisi yang terjadi pada Syayid, murni terjadi karena perubahan cuaca di Gunung Slamet yang cukup ekstrem. 

"Untuk Syayid dan rekannya sebetulnya persiapan fisik dan peralatannya sudah lengkap, tapi memang untuk suhu malam hari, menjalang pagi khususnya di pos lima itu bisa mencapai 8 derajat, sehingga rentan terjadi hipotermia pada pendaki," ujarnya. 

Kondisi tersebut pun diperparah dengan berpindahnya Syayid dan keenam rekanya dari tenda menuju ke bendengan atau shelter. 

"Awalnya mereka memang tidur di tenda, lalu pindah ke shelter. Padahal kalau suhu dingin itu lebih baik di tenda, bukan di shelter. Mereka mengira, saat suhu mulai dingin pindah ke shelter itu jadi hangat, tapi malah sebaliknya," jelasnya. 

Shelter emergency atau sebuah tempat berlindung sementara saat kondisi darurat di gunung memang bisa digunakan ketika pendaki mengalami kondisi yang tidak diinginkan. 

Namun, shelter tersebut dibuat dari seng, sehingga saat suhu di gunung mulai dingin, suhu di dalam shelter pun juga akan lebih dingin. 

"Justru kalau di tenda malah lebih hangat, yang penting posisinya jangan hujan, dan tenda dipastikan tidak bocor, itu akan lebih hangat. Karena perputaran udara yang keluar dari tubuh masing-masing pendaki itu lebih bisa menghangatkan ruangan yang kecil, sedangkan di shelter itu kan ukurannya 7x4 lebih besar, makanya suhu udaranya jadi lebih dingin," lanjutnya. 

Ia melanjutkan, saat dijumpai oleh tim evakuasi, Syayid sudah dalam keadaan yang lebih baik, dibanding saat dilaporkan.

"Pas ketemu di lokasi udah lebih mendingan mbak, karena teman-temannya juga sudah memberikan dia emergency blanket, memakaikan sb, dan pakaian hangat lainnya," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved