Berita Jateng
Nasib Mbah Endang Klaten Terancam Penjara 4 Tahun Gegara Hak Siar Sepakbola di Tangan Polda Jateng
Mbah Endang (78), warga Klaten Jawa Tengah seharusnya menikmati masa tuanya di rumah. Namun belakangan ini, hidupnya terusik dengan surat somasi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Mbah Endang (78), warga Klaten Jawa Tengah seharusnya menikmati masa tuanya di rumah. Namun belakangan ini, hidupnya terusik dengan surat somasi dan denda ratusan juta gara-gara dianggap melanggar hak siar pertandingan sepakbola.
Masa tuanya terancam di penjara empat tahun jika hasil mediasi dengan pihak Vidio.com tak mencapai titik temu.
Kini nasib Mbah Endang berada di tangan Polda Jateng yang menangani kasusnya. Padahal Mbah Endang tidak menggelar nobar Liga Inggris di rumah sekaligus warungnya.
Baca juga: Nasib Apes Nenek Endang Warga Klaten, Diminta Bayar Rp115 Juta Karena Langgar Hak Siar Liga Inggris
Baca juga: 10 Orang Dikabarkan Dilaporkan ke Polda Jawa Tengah Terkait Hak Siar Bola, Ini Kata Kombes Arif

Permasalahan hak siar masih jadi sorotan. Terbaru, muncul kabar 10 warga diduga dilaporkan ke Polda Jawa Tengah.
Duduk persoalannya karena tersangkut permasalahan hak siar pertandingan sepak bola.
Kepala Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Arif Budiman tidak membantah kabar itu.
Meski demikian ia belum menjelaskan detilnya.
"Di krimsus," kata Arif saat dikonfirmasi, Selasa (26/8/2025).
Namun, dia menegaskan bahwa warga yang dilaporkan ke Polda Jawa Tengah soal hak siar tidak sebanyak itu.
"Laporan ada 7 laporan pengaduan," ujarnya.
Sampai saat ini, penyidik masih melakukan pendalaman soal laporan-laporan tersebut.
Arif menegaskan bahwa kasus hak siar itu akan ditangani sesuai dengan prosedur yang telah diatur oleh undang-undang.
Namun, saat ini dia belum bisa menjelaskan secara detail soal laporan-laporan tersebut karena sedang dilakukan pendalaman.
Tak menutup kemungkinan, laporan yang masuk ke Polda Jawa Tengah akan didiskualifikasi ketika tidak memenuhi unsur.
"Laporan yang tidak memenuhi unsur juga kita hentikan," tegasnya.
Gelar Halalbihalal
Mbah Endang, warga Kabupaten Klaten syok begitu memperoleh surat somasi dari Vidio.com.
Dalam surat itu juga dia diminta untuk membayar Rp115 juta.
Dia dituding telah melanggar hak siar pertandingan sepak bola Liga Inggris.
Disebutkan jika dia telah menggelar acara nonton bareng.
Tudingan itu lantas dibantah Mbah Endang.
Dia mengklaim tak ada acara nonton bareng, melainkan halal bihalal keluarga.
Ya, nasib apes kini sedang dialami lansia warga Klaten.
Lansia berusia 78 ini bahkan tak pernah menyangka acara halal bihalal keluarganya pada Mei 2024 justru berbuntut panjang.
Dia datang ke kantor Ditreskrimsus Polda Jateng pada Senin (25/8/2025) ditemani menantu dan cucunya.
Endang yang berjalan menggunakan tongkat bantu itu datang untuk memenuhi panggilan mediasi terkait dugaan pelanggaran hak cipta siaran bola milik vidio.com.
Kebetulan saat itu warung kopi yang juga rumahnya itu buka.
“Awalnya halal bihalal."
"Kami kumpul keluarga, bukan niat nonton bareng."
"Ada orang datang bertubuh tegap pesan kopi hitam dua, terus foto-foto," tutur Endang.
Endang tidak mengetahui siapa yang menyetel siaran bola tersebut.
Endang menegaskan, warung kopi miliknya di Klaten tidak pernah menjual tiket atau membuat acara resmi nonton bareng.
Dia hanya berlangganan siaran resmi untuk konsumsi pribadi.
“Kalau nobar itu kan diniati, ada tiket, ada komersil."
"Kami tidak ada tiket, tidak ada apa-apa."
"Itu acara keluarga,” jelasnya.
Namun pada 2 Juni 2024, sebulan setelah pertemuan keluarga itu, Endang menerima somasi.
Dia dituding melanggar hak cipta karena menayangkan pertandingan di tempat umum.
Jumlah ganti rugi yang diminta membuatnya kaget.
“Mintanya Rp115 juta, saya tidak ikhlas."
"Saya ini orangtua, sakit jantung, sudah 22 tahun minum obat."
"Rasanya itu berlebihan,” tutur Endang.
Di hadapan penyidik, Endang berkisah bahwa saat acara berlangsung ada orang asing datang dan memotret.
“Bajunya hitam-hitam, beli kopi."
"Tahu-tahu memotret."
"Saya curiga, kok kayak cari-cari kesalahan,” ucapnya.
Meski hatinya kesal, Endang tetap berusaha tenang.
Dia menyerahkan sepenuhnya proses mediasi kepada anak dan menantunya.
“Saya ini nenek-nenek."
"Kesal iya, tapi ya harus berani."
"Insya Allah tidak apa-apa,” katanya.
Bagi Endang, kasus ini terasa janggal.
Dia merasa acara keluarga diperlakukan seolah-olah sama dengan bisnis nonton bareng berbayar.
“Kalau memang ada bukti kami jual tiket, silakan."
"Tapi ini cuma kumpul keluarga."
"Rasanya berat sekali kalau dipaksa bayar segitu,” imbuhnya.
Kini, kasus Endang menjadi salah satu contoh bagaimana regulasi hak cipta siaran pertandingan masih menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat kecil.
Bagi Endang, yang awalnya hanya ingin mengisi kebersamaan keluarga, perjalanan ke Polda Jateng terasa seperti drama yang tak pernah dia bayangkan.
Merasa Dijebak
Erick Fahlepi (36) yang sebelumnya bernama Joko (samaran), pemilik sebuah warung kopi di Solo, Jawa Tengah, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jateng setelah diduga menayangkan pertandingan Liga Inggris tanpa izin resmi.
Ironisnya, dari acara nonton bareng (nobar) yang digelar awal 2024 itu, Erick hanya memperoleh keuntungan bersih Rp 21 ribu.
Kasus tersebut mencuat usai vidio.com selaku pemegang hak siar eksklusif Liga Inggris di Indonesia melalui Indonesia Entertainment Group (IEG) melaporkan Erick atas dugaan pelanggaran hak siar.
Dari pernyataannya, usai melakukan mediasi Erick diminta membayar ganti rugi minimal Rp80 juta hingga Rp115,5 juta.
Baca juga: Tak Gelar Nobar Liga Inggris, Bar di Solo Baru Disomasi dan Didenda Rp 231 Juta
Baca juga: Nasib Apes Nenek Endang Warga Klaten, Diminta Bayar Rp115 Juta Karena Langgar Hak Siar Liga Inggris
“Dari nobar yang saya adakan, omsetnya Rp 70 ribu, untung bersih cuma Rp21 ribu,” kata Erick saat ditemui usai menjalani mediasi di Ditreskrimsus Polda Jateng, Senin (25/8/2025).
Pernah Bayar Lisensi
Erick menegaskan dirinya bukan kali pertama berurusan dengan hak siar. Pada 2019, ia sempat mendapat teguran atau sosialisasi dahulu sebelum ke dirinya berurusan dengan hukum.
Namun hal tersebut telah diluruskan pasalnya tempat usahanya sudah berlangganan, melalui sponsorhip.
Sejak saat itu, ia berusaha patuh dengan membayar lisensi resmi. Tahun 2020, ia mengurus izin lewat sponsor.
Tahun 2021, ia membayar lisensi per pertandingan Rp 500 ribu. Pada 2022, ia bahkan membeli paket resmi UMKM dengan biaya Rp12 juta semusim.
Namun pada awal 2024, saat mengajukan perpanjangan, ia mengaku tidak kunjung menerima invoice dari penyelenggara.
Sambil menunggu, Erick tetap menggelar nobar. Pada 29 April 2024, ia mendapat somasi dari kuasa hukum IEG.
“Saat itu saya sudah proses perpanjangan, tapi belum dapat invoice. Anehnya saya menerima somasi tanggal 29 April, tapi pada surat tersebut itu tertulis pertanggal 17 April,” ujarnya.
“Pada waktu 27 April itu saya nobar, ada orang datang untuk foto-foto, seolah-olah saya ini dijebak. 17 April somasi diturunkan, saya tidak tahu kemudian di tanggal 27 April saya mengadakan nobar, dan 29 April saya baru menerima surat itu," tuturnya.
Digelar dengan Tiket Rp10 Ribu
Erick menyebut, nobar yang menjadi dasar laporan hanya dihadiri tujuh orang dengan tiket masuk Rp10 ribu yang sudah termasuk satu minuman.
Total pendapatan malam itu Rp70 ribu.
Dari hasil itu, setelah dipotong biaya operasional, Erick hanya mengantongi Rp21 ribu.
Namun, ia justru ditagih ganti rugi puluhan juta rupiah.
“Saya coba protes sama pihak vidio.com, kemudian dari pihak sana meminta untuk komunikasi dengan lawyer.
Oke saya hubungi kalau mau diurus bayar Rp25juta sama denda Rp25 juta. Jadi totalnya Rp50juta,”
“Saya menolak karena nilainya dibandingkan pendapatan itu jauh. Waktu mediasi muncul angka Rp80 juta sampai Rp115,5 juta. Saya kaget karena usaha saya kecil, bukan kafe besar,” jelasnya.
Menurutnya denda dari biaya lisensi yang diminta pemegang hak siar terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan kemampuan usaha kecil.
“Teman-teman UMKM ini terancam dipidanakan, dipenjara, dituntut, bahkan diperas. Menurut saya, ayolah, kalau mau cari rezeki, carilah dengan cara yang baik, halal, dan fair,” ujarnya.
Ia mengaku sempat berbincang dengan beberapa pemilik warung kopi dan kafe kecil yang terjerat kasus serupa karena tak sengaja menyetel siaran bola, karena itu mereka berniat mengurus lisensi resmi, agar tak berurusan dengan hukum.
Namun biaya yang diminta dinilai di luar jangkauan.
“Ada warung kopi pemiliknya ibu-ibu tua yang ga sengaja menyetel siaran bola. Terus difoto dan kena denda Rp115juta. Warung saya kalau saya jual pun ga dapat segitu,” ujarnya.
Menurutnya, praktik semacam ini merugikan UMKM dan justru membunuh semangat usaha kecil yang sedang bertumbuh.
Dia berharap pemerintah ikut hadir mencari solusi agar regulasi hak siar tidak memberatkan.
“Kalau kita mau berbisnis, ya dengan cara yang fair, jangan begini caranya. Pemerintah juga harus sadar, nobar itu bukan sekadar hiburan, tapi juga edukasi. Anak-anak bisa belajar bagaimana permainan sepak bola yang baik dan benar dari tontonan itu,” tambahnya.
Selain sepak bola, pelaku UMKM juga mengaku kebingungan karena siaran olahraga lain seperti voli juga mulai diawasi ketat terkait hak siar.
“Kita ini cuma mau cari hiburan kok jadi susah banget,” katanya.
6 Kasus di Jawa Tengah Masih Diproses
Sementara itu, kuasa hukum Indonesia Entertainment Group (IEG), Ebenezer Ginting dari Ginting & Associates Law Office menegaskan bahwa konten Liga Inggris hanya boleh ditayangkan secara pribadi di rumah.
Jika digunakan di ruang usaha kafe, bar, atau tempat komersial lain diperlukan lisensi khusus.
“Klien kami adalah pemegang lisensi eksklusif Liga Inggris."
"Artinya, masyarakat boleh menikmati di rumah secara privat."
"Tapi kalau dipakai sebagai ikon usaha seperti nonton bareng atau diputar di zona komersial, itu melanggar."
"Ada lisensi khusus yang harus dibayarkan,” kata Ebenezer.
Dia menambahkan, pelanggaran hak cipta tidak bergantung pada ada-tidaknya tiket.
“Terlepas ada ticketing atau tidak, selama memutar Liga Inggris di zona komersial, unsur sengaja maupun tidak, itu sudah melanggar undang-undang,” tegasnya.
Menurut catatan IEG, saat ini ada sekira 100 laporan polisi (LP) terkait pelanggaran hak siar di berbagai daerah Indonesia.
Di Jawa Tengah, jumlahnya sekira 10 kasus.
Sebagian sudah selesai lewat jalur mediasi.
Sementara lima hingga enam kasus lain masih berproses.
“Pelaku usahanya macam-macam."
"Ada UMKM, ada juga menengah ke atas."
"Kopi shop, bar, dan lainnya."
"Jadi bukan hanya usaha kecil yang kena, semua lapisan bisa,” jelas Ebenezer.
Pihak IEG, kata Ebenezer, tetap mengedepankan edukasi dan sosialisasi.
Namun bila pelanggaran terus terjadi, langkah hukum tetap ditempuh.
“Semangat kami bukan hanya penindakan, tapi juga anti pembajakan."
"Kalau tidak ada yang membeli lisensi, masyarakat Indonesia bisa-bisa tidak bisa lagi menonton Liga Inggris,” ujarnya.
Kasus yang menimpa Endang menjadi salah satu yang menarik perhatian publik, karena tayangan bola diputar saat acara halalbihalal keluarga tanpa penjualan tiket.
Meski begitu, Ebenezer menegaskan hukum hak cipta tetap berlaku di ruang usaha.
“Ini jadi pembelajaran bahwa ada value bisnis di balik hak siar yang harus dihargai,” pungkasnya.
(Kompas.com/Rez)
Gubernur Luthfi Ajak Warga Jaga Kekompakan di Hari Jadi Ke-403 Kabupaten Pekalongan |
![]() |
---|
10 Orang Dikabarkan Dilaporkan ke Polda Jawa Tengah Terkait Hak Siar Bola, Ini Kata Kombes Arif |
![]() |
---|
Lomba Karya Jurnalistik TintaInspirasi2025 Nojorono, Berikut Syarat-syaratnya |
![]() |
---|
Pemprov Jateng Dinobatkan Provinsi Terbaik 1 Dalam Penyediaan Perumahan |
![]() |
---|
Analogikan PDIP Ibarat Kapal Bocor, Bambang Pacul: Saya Akan Bertahan di Sini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.