TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA- Wacana kenaikan cukai rokok 27%, bakal memicu kenaikan harga rokok sekaligus mengancam produksi pabrik rokok di Indonesia.
Tahun lalu pemerintah berhasil memungut cukai sebesar Rp 111,4 triliun dari target APBN 2014 sebesar Rp 116,28 triliun. Tahun ini pemerintah menargetkan memungut cukai rokok sebesar Rp 141,7 triliun sesuai APBN Perubahan yang disepakati Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah beberapa hari lalu.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran mengatakan kenaikan cukai rokok mau tak mau menaikkan harga jual rokok.
"Kalau cukai naik 27%, kenaikan rokok ya menyesuaikan itu. Hanya saja kenaikannya dilakukan bertahap," kata Ismanu, Senin (2/2).
Misalnya saja harga rokok Rp 14.000 per bungkus. Apabila cukai rokok yang naik 27% jadi diterapkan, maka konsumen harus siap membayar harga rokok itu sebesar Rp 17.969 per bungkusnya.
Kenaikan ini dituding melanggar Undang-Undang tentang Cukai. Pada APBN 2015 atau versi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono target cukai rokok ditetapkan sebesar Rp 120 triliun.
Kenaikan cukai sebesar 27%, merupakan kenaikan tarif cukai tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Dengan kenaikan ini industri memastikan jumlah pabrik rokok bakal menyusut drastis. Pemutusan hubungan kerja (PHK) pun sudah di depan mata.
Ismanu mengingatkan pemerintah soal dampak PHK atas kenaikan cukai. “Pada tahun 2014, dengan kenaikan cukai kurang dari 12%, telah terjadi PHK 10 ribu buruh rokok kretek, hampir semua perempuan,” ujar Ismanu.
Ismanu menyesalkan, keputusan kenaikan tarif cukai itu sama sekali tidak melibatkan industri. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun melalui Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dinilai enggan mendengarkan suara industri.
Ia mengingatkan, jika ini dipaksakan berpotensi melanggar Undang-undang Cukai Nomor 39/2009. “Dalam UU Cukai disebutkan syarat harus melihat situasi industri dan mendengar aspirasi dunia usaha,” ungkapnya.
Gappri mempunyai catatan, industri rokok yang masih aktif kurang lebih berjumlah 100 perusahaan. Padahal pada 2009 jumlahnya mencapai 4.900 perusahaan. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, diperkirakan pabrik rokok bakal menyusut tinggal 60-an perusahaan. “Kami berharap pemerintah mau mendengarkan kami," tandasnya.
Seperti diketahui, industri rokok dalam negeri memiliki mata rantai panjang dengan jutaan pekerja. Kepentingan pekerja ini juga harus menjadi pertimbangan pemerintah bukan hanya sekadar mengejar target penerimaan.
Celakanya, beban industri tak hanya kenaikan tarif cukai. Karena di saat yang sama mereka harus membayar Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang dipatok undang-undang sebesar 10% dari cukai yang dibayarkan industri. (tribunjateng/kontan)