Forum Mahasiswa

Tamparan Keras dari Ilmuwan Asing bagi Kita

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNJATENG.COM - Museum dan pendidikan sudah menjadi dua hal yang tidak saling berkesinambungan saat ini. Museum sudah memiliki cirinya sendiri. Begitu pula dengan pendidikan yang sudah mulai beralih medianya.

Museum yang sebagai sumber keilmuan sudah mulai luntur tergerus zaman. Museum hanya menjadi bangunan-bangunan bertingkat dan bersejarah saja. Kunjungan yang semakin tahun semakin berkurang menjadi tanda bahwa museum sudah tak lagi menjadi ladang ilmu. Pendidikan mulai melupakan museum.

Ditandai dengan sebuah data yang mencengangkan. Berita tentang museum tak dianggap besar bahkan dilirikpun tidak. Pengelola meseum hanya bisa pasrah dengan kenyataan yang terjadi. Pengunjung museum tak sebanyak dengan pengunjung mall-mall.

Semangat untuk terus menggali keilmuan dari museum sudah pudar. Pendidikan butuh sumber dari aslinya. Langsung adanya tatapan dengan panca indra. Seperti halnya anak-anak akan sangat senang dengan adanya kunjungan ke museum. Mampu melihat apa yang sudah terjadi di masa lalu.

Data yang saya temukan dari perjumpaan saya dengan koran Kompas, 23 November 2017 dengan kolom yang berjudul Banyaknya Museum, Minim Pengunjung. “Jakarta tercatat sebagai kota yang memiliki museum terbanyak di Indonesia. Sayang, banyaknya museum tidak diikuti dengan tingginya daya tarik berkunjung ke tempat ini”.

Paragraf selanjutnya mengabarkan jumlah museum tercatat ada 64 museum, dan hanya 10 museum yang tercatat cukup banyak dikunjungi. Kesepuluh museum tersebut adalah Museum Bahari, Museum Joang ’45, Taman Arkeologi Pulau Onrust, Museum Satria Mandala, Museum Tekstil, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, dan yang terakhir Museum Nasional. Museum hanya sebagai pajangan sebuah kota.

Miris sekali ketika mendapatkan kabar ini. Puluhan museum hanya mampu dirawat tanpa ada pelestarian. Ketertarikan masyarakat mengunjungi museum sudah tak seperti dulu lagi.

Namun, dari kesepuluh museum yang lumayan banyak dikunjungi masih dianggap memprihatinkan. Makna museum sudah beralih fungsi dari yang menurut Pratameng Kusomo dalam prakata bukunya Menimba Ilmu dari Museum yaitu sesungguhnya sejak dulu lembaga permuseuman merupakan sumber informasi berbagai bidang ilmu.

Dengan banyaknya museum menjadikan banyaknya sumber ilmu yang bisa digali dan diketahui. Museum menampilkan fakta-fakta sejarah yang sudah terjadi di masa lalu. Tertuliskan sejarah museum yang panjang.

 Sumber informasi untuk pendidikan bukan hanya melewati buku namun juga lewat museum. Catatan-catatan sejarah didirikan agar generasi selanjutnya mampu mengetahui dengan jelas apa yang diperjuangkan di masa lalu. Sama seperti sebuah buku yang saya temukan karya Nurma Januri Bangunan Bersejarah di Indonesia (2008). Januri menempatkan museum di urutan nomor 18 dari 21 bangunan bersejarah yang ada di Indonesia.

Museum yang dimasukkan adalah museum Fatahilah yang terletak di Jalan Taman Fatahilah No. 2, Jakarta Barat dengan luas kurang lebih 1.300 m2.

Saya tinggal di daerah Boyolali dan belum pernah mengunjungi salah satu dari puluhan museum yang ada di Jakarta. Ketika saya membaca laporan pengunjung di koran tatkala itu, saya tertarik ingin mengunjungi Museum Seni Rupa dan Keramik. Ketertarikanku dengan seni rupa menjadikan alasanku ingin mengunjunginya.

Barangkali di sana saya bisa memperhatikan lukisan Monalisa yang sudah banyak digarap oleh seniman-seniman Indonesia. Mengetahui aliran-aliran dan gaya-gaya pelukis yang sudah berjaya di masanya. Ini mengingatku saat saya ingin pindah ke Sekolah Menengan Kejuruan Seni Rupa.

Lembaga museum tertua di dunia dirintis oleh Ptolemaeus I sekitar 300 tahun sebelum Masehi di Kota Iskandaria, Mesir. Tercatat bahwa dinasti Ptolemaeus sangat berjasa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan kesenian.

Ini ditandai dengan berdirinya beberapa gedung perpustakaan yang memiliki koleksi 500.000 gulungan kertas papirus yang berisi tulisan ilmiah. Dan di samping gedung perpustakaan di bangun semacam akademi pengetahuan yang di sebut Museum. Museum berasal dari kata Muzem yang berarti sembilan Dewi Pengetahuan dan Kesenian bangsa Yunani kuno. Bentuk museum yang terletak di Mesir Lama ini sama dengan Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat 12.

Fungsi museum saat ini hanya menjadikan rekaman sementara yang akan memenuhi memori handphone para pengunjung yang datang. Latar belakang museum menjadi pemandangan klasik yang perlu dipamerkan kepada rekan atau teman sekadar teman dekat.

Pemberian hadiah berupa Nobel dari beberapa ilmuwan Eropa, Amerika, Australia juga menjadi bukti bahwa sebenarnya museum menjadi ladang ilmu yang perlu diketahui dan dimaknai sebagai referensi awal. Ketertarikan ilmuwan asing menjadi salah satu tamparan keras bagi kita karena pemaknaan museum lebih mendapatkan hati di ilmuwan Eropa dan yang lain. Tidak menjadi hal menarik lagi bagi para orang dalam negeri sendiri. Keberadaan museum tak seramai dengan mall yang ada di daerah Solo.

Arvig Budiatus Sholikhah

Mahasiswa  Pendidikan Teknik Bangunan, Universitas Sebelas Maret Surakarta

(*)

Berita Terkini