Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNJATENG.COM,BREBES - Dampak musim kemarau dirasakan para peternak di sentra ternak sapi Desa Buara, Kecamatan Ketanggungan, Brebes.
Musim kemarau ini, para peternak mulai kesulitan mendapatkan rumput dan tumbuhan hijau untuk pakan ternak.
Tidak hanya peternak di Desa Buara, beberapa desa di sekitarnya juga mengalami hal serupa, yakni peternak di Desa Baros, Karangbandung, dan Ciseureh.
Padahal, hewan ternak mereka akan dijual pada saat Lebaran kurban atau Iduladha mendatang.
Seperti yang dialami Cartim (54) warga setempat yang mengeluhkan minimnya pakan alam untuk ternak.
"Kalau saat musim hujan, daerah sini memang sangat hijau, karena memang berada di pegunungan. Tapi kalau pas kemarau, jadi cokelat semua, gersang," ucapnya, Jumat (17/8/2018).
Ia pun mengkhawatirkan kondisi tersebut lantaran hari raya kurban sebentar lagi, dan sudah mulai banyak warga yang memesannya.
"Kalau sapinya kurus, harganya juga tentu lebih murah," tuturnya.
Untuk memperoleh rumput, ia harus pergi ke kabupaten lain, yakni ke Cirebon atau ke Kuningan yang dapat ditempuh dua hingga tiga jam.
"Biasanya, berangkat menggunakan bak terbuka pagi- pagi. Terus sore hari sudah pulang bawa rumput banyak untuk beberapa hari," kata Cartim.
Tentu saja, hal tersebut membuatnya mengeluarkan biaya tambahan untuk pemberian pakan saat musim kemarau ini.
Kondisi itu pun dibenarkan Kepala Desa Buara, Suryib. Peternak di sentra ternak sapi di desanya itu mengalami kekurangan pakan tiap tahunnya saat kemarau.
"Sudah langganan di daerah sini. Kalau nggak ada pakan biasanya cari ke luar di daerah lain," ucapnya.
Meskipun demikian, kata dia, kesulitan mendapatkan pakan ternak itu terbantu dengan adanya mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Warga dilatih membuat pakan bersih sebagai upaya meningkatkan bobot ternak. Yakni, dengan cara membuat wafer ternak dengan komposisi dari sejumlah tumbuhan lokal dan limbah pasar.
Suryib mengatakan pemberian makanan berbentuk seperti wafer tersebut bisa cepat memicu pertumbuhan sekaligus bobot sapi.
Seperti diketahui, sebagian besar atau 60 persen dari total 12.000 jumlah penduduk, bekerja sebagai peternak sapi. Sisanya petani dan buruh perantauan.
"Untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari termasuk untuk makan, warga sini mengandalkan ternak sapi. Termasuk untuk membeli motor, dan juga naik haji," imbuhnya.
Terpisah, seorang peternak di desa tersebut, Didi Sunardi, sudah pernah mempraktikan membuat wafer ciptaan guru besar IPB tersebut.
"Ternyata, ternak- ternak sapi itu sangat suka. Buatnya mudah, dari tumbuh- tumbuhan yang banyak di sini dan limbah. Baunya wangi karena ada tambahan tetes tebu," kata Didi.
Meski sudah ada makanan pengganti itu, ia tetap memberikan rumput ke hewan ternaknya namun dengan jumlah sedikit.
Didi menuturkan setelah memberi makanan tambahan, bobot seekor sapi yang sebelumnya hanya 180 sebelum diberikan wafer ternak, meningkat menjadi 245 kilogram.
"Tadinya saya beli seharga Rp 9 juta sekarang bisa laku Rp 15 juta," tuturnya. (*)