Purworejo Pernah Terkena Tsunami 13 Tahun Lalu, Masyarakat Diminta Tetap Siap dan Waspada

Penulis: Permata Putra Sejati
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi Tim Ekspedisi Destana Tsunami Regional Jawa yang dilaksanakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tiba di Kabupaten Purworejo pada Senin (29/7/2019).

TRIBUNJATENG.COM, PURWOREJO - Ekspedisi Destana Tsunami adalah kegiatan yang mensinergikan antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, NGO, media, dan akademisi untuk sama-sama bekerja sama membangun kesadaran tentang kebencanaan.

Kurang lebih selama 34 hari, tim yang terdiri dari berbagai kalangan tersebut akan memberikan penilaian dan pemahaman terkait kebencanaan.

Tim memulai ekspedisi dari Kabupaten Banyuwangi dan nantinya akan berakhir di Banten.

Seluruh pihak yang terlibat akan memberikan sosialisasi kepada masyarakat terutama yang berada di pasar, sekolah, tempat wisata, tempat ibadah, termasuk kepada pedagang yang ada di sekitar pantai.

"Ini bukankah kegiatan ceremonial, satu orang saja kalau memang cukup tidak masalah yang penting sampaikan kepada teman-temannya, sampaikan kepada lingkungannya," ujar Kasubid Peran Masyarakat BNPB, Pangarso Suryotomo kepada Tribunjateng.com, Senin (29/7/2019).

Pihaknya mengatakan jika esensi utama Ekspedisi Destana Tsunami adalah bagaimana memberikan pemahaman yang seluas-luasnya tentang bahaya tsunami.

"Kita itu sosialisasi kepada anak sekolah, bukan ke sekolahan, jadi jika sekolahnya tutup ya cari anak sekolah. Anak sekolah itu kan tidak mesti di dalam kelas," ucapnya.

Menurutnya bencana Tsunami sebenarnya sudah menjadi urusan individu.

Bandingkan dengan contoh kebencanaan yang lain seperti gunung meletus.

"Gunung berapi itu ada tahapannya yang jelas. Tetapi berbeda dengan tsunami yang sulit di prediksi," paparnya.

Sementara itu, dipilihnya pantai selatan jawa sebagai lokasi Ekspedisi Destana Tsunami memiki 2 alasan.

Pertama, dipilihnya pantai selatan jawa karena pantai selatan jawa memiliki jumlah penduduk yang cukup besar.

Kedua, ada 584 desa di sekitar pantai selatan jawa atau lebih dari 70 persen adalah desa wisata yang juga rawan terkena tsunami.

Pangarso menceritakan jika berdasarkan pengalaman pada 25 tahun yang lalu pernah terjadi tsunami di Pancer, Banyuwangi, dan yang meninggal pada waktu itu mencapai 3.200 orang.

Selain itu 13 tahun yang lalu juga pernah terjadi gempa dan tsunami di pantai selatan Pangandaran.

"Bahkan 13 tahun yang lalu di Purworejo, di pantai Jatimalang ini juga sebenarnya sempat terkena tsunami kecil. Tetapi memang waktu itu tidak dianggap tsunami karena tingginya kurang dari 2 meter," ungkapnya.

Satu tahun yang lalu bencana tsunami juga sempat melanda, tepatnya di Banten.

Peristiwa tsunami tersebut menggerkan masyarakat, sebab tsunami tanpa didahului dengan gempa.

Sehingga cukup memakan korban yang banyak.

Jika dilihat dari para korbannya, kebanyakan adalah bukan warga desa setempat.

Hal itu menunjukan jika para pengunjung pantai menjadi sangat berpotensi menjadi korban.

"Oleh karena itu sosialisasi tidak hanya warga setempat, tetapi juga pengunjung lainnya," tambahnya.

Terkait rilis yang baru-baru ini keluar tentang potensi gempa 8.8 dan tsunami setinggi 20 meter, Pangarso mengatakan jika masyarakatnya mesti menyikapi dengan bijak karena itu masih potensi.

"Kapan terjadinya tidak ada yang tahu, yang terpenting adalah masyarakat mesti siap," pungkasnya.

Masyarakat perlu mengatahui bahwa tsunami terjadi bukan karena hanya gempa.

Tsunami bisa terjadi karena kejatuhan meteor, atau seperti yang terjadi di Banten yang dipengaruhi aktifitas gunung. (Tribunjateng/jti)

Berita Terkini