Oleh Wartawan Tribun JAteng, Achiar M Permana
TRIBUNJATENG.COM - KOCAP kacarita, hati Dewi Sinta hancur, saat mendapati suami tercintanya, Sri Rama, menampiknya. Rama menganggap, Sinta telah ternoda oleh sang despot Alengkadiraja, Rahwana, saat dia berada di Taman Asoka.
Padahal, selama berada dalam tawanan, di Taman Asoka, Sinta berusaha keras untuk setia. Dia menjaga cintanya pada Sri Rama.
Anoman, kera putih nan sakti mandraguna, yang pernah menjadi utusan Rama ke Alengka, menjadi saksi kesetiaan Sinta pada sang suami. Trijata, putri Arya Wibisana, yang menemani dan menghibur Sinta selama dalam tawanan, juga menjadi saksi kerinduan sang dewi pada Rama, saat malam dingin menjelang.
Apa daya, kesetiaan itu berbalas udara kosong. Rama meragukannya. Rama meminta Sinta membuktikan kesetiannya dengan cara yang mengerikan: pati obong.
"Sungguh tega, Kakanda. Tidakkah Kakanda rasakan, betapa selama ini aku berusaha keras untuk menjaga kesetiaan. Betapa setiap malam aku didera kerinduan," tangis Sinta.
Saat itulah, Sinta merasa telah menjadi korban untuk kali kedua. Yang pertama, saat Rahwana menculiknya dari tengah hutan. Yang kedua, ketika suami yang kepadanya kesetiaan sepenuh hati dia persembahkan, ternyata meragukannya. Melekatkan dugaan berselingkuh kepadanya. Dia merasa, keteguhan hatinya selama ini sia-sia.
"Mulane, Kang, aja enteng nudang-nuding. Coba pikir, piye rasane wong sing kena tuding," tiba-tiba Dawir, sedulur batin saya, nyeletuk dari balik tengkuk.
Wiracarita Ramayana mencatat perih hati Sinta. Rama Sindhunata menuliskannya dengan amat indah dalam Anak Bajang Menggiring Angin.
Barangkali tidak sama, tetapi peristiwa yang menimpa mantan Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir, memiliki kemiripan dengan kisah Dewi Sinta.
Setidaknya, predikat tersangka--yang kemudian meningkat menjadi terdakwa--kasus korupsi yang melekat padanya selama tujuh bulan lebih serupa dengan tudingan yang mengarah ke jidat Sinta.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sofyan sebagai tersangka, pada 23 April 2019. Dia diduga terlibat dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1.
KPK menyebut, Sofyan diduga turut serta membantu Eni Maulani Saragih, politikus Golkar yang menjadi tersangka lain (kini terpidana) dalam kasus itu, untuk mendapatkan suap dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. KPK menduga, Sofyan turut menerima janji berupa commitment fee.
Dua bulan setelah penetapan tersangka itu, pada 27 Mei 2019, KPK menjebloskan Sofyan ke dalam tahanan. Dia menghuni Rutan Cabang KPK.
Senin (4/11/2019) kemarin, situasi berbalik 180 derajat. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, memutus bebas Sofyan.
Hakim menilai, Sofyan tidak terbukti memfasilitasi pemberian suap dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo kepada mantan anggota DPR, Eni Maulani Saragih, dan mantan Menteri Sosial (Mensos), Idrus Marham. Hakim yang mengadili juga meminta pula Sofyan dikeluarkan dari rumah tahanan.
"Saya bersyukur Allah kasih yang terbaik buat saya hari ini bebas. Kita bisa mulai kerja bebas di luar yang terbaik untuk semua masyarakat," kata Sofyan, seusai sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 4 November 2019.
Sebelumnya, mantan Sofyan dituntut lima tahun penjara oleh jaksa KPK. Sofyan juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Pada Senin petang, Sofyan keluar dari Rutan KPK. Tempat yang selama 161 hari mengurungnya.
Memang, putusan bebas murni kepada Sofyan belumlah akhir dari kasus yang membelitnya. Jaksa KPK tengah mempertimbangkan langkah lanjutan terkait vonis bebas tersebut.
"Berarti ijek dawa meneh iki, Kang? Kira-kira piye endinge?" Dawir nyeletuk lagi, dan saya tidak bisa menjawabnya. (*)