Saat ini, KPK sedang menunggu hasil audit kerugian keuangan negara yang sedang dihitung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Laode menegaskan, kasus ini sangat tergantung pada keterbukaan dan kesungguhan TNI.
"Khusus untuk kasus ini, kami mengharapkan dukungan penuh Presiden Joko Widodo dan Menko Polhukam. Karena kasusnya sebenarnya tidak susah kalau ada kemauan dari TNI dan BPK," tutur Laode.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, dukungan dari Menko Polhukam sangat diperlukan dalam penanganan kasus ini karena secara organisasi TNI berada di bawah koordinasi Menko Polhukam.
"Mungkin Menko Polhukam juga bisa berkontribusi membantu karena ada wilayah koordinasi yang bersangkutan di bawah Kemenko Polhukam terkait pengadaan heli AW-101," kata Febri, Selasa malam.
Kasus kedua adalah kasus korupsi di perusahaan Pertamina Energy Service Pte Ltd ( PES).
Kasus ini juga dikenal sebagai kasus mafia migas.
"Sejak awal kan Presiden Jokowi sudah concern sekali untuk memerangi mafia migas tersebut dan KPK sudah melakukan penyelidikan," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK sudah menjerat mantan Managing Director PES yang juga bekas Direktur Utama Pertamina Energy Trading Lte, Bambang Irianto sebagai tersangka.
Laode mengakui bahwa kasus ini tidak bisa dituntaskan dalam sekejap.
Alasannya, KPK membutuhkan koordinasi lintas negara dan kerja sama internasional yang kuat.
Menurut Laode, kasus ini melibatkan beberapa negara, yakni Thailand, Uni Emirat Arab, Singapura, dan British Virgin Island.
Sayangnya hanya dua negara yang mau membantu, sedangkan dua negara lain tidak kooperatif.
"Kesulitan lain karena kasus ini melibatkan sejumlah ‘perusahaan cangkang’ di beberapa negara ‘save heaven’, seperti British Virgin Island, " ujar Laode.
Dengan demikian, KPK berharap semua pihak dapat mendukung penanganan perkara tersebut.