"Maka anggaran uang rakyat dikelola sebaik mungkin dan dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Djarot mengaku berdiskusi soal anggaran dengan Ahok dan menemukan kejanggalan.
"Bahwa anggaran sebelum di Jakarta digunakan macam-macam, sehingga barang dan jasa yang tidak dibutuhkan DKI Jakarta dianggarkan dan dieksekusi, munculnya masuk UPS yang harganya triliunan," ujarnya.
Djarot menemukan adanya sekolah dengan perlatan olahraga yang lengkap.
Sehingga saat itu, Ahok memberikan sanksi bagi oknum tersebut.
"Adanya sekolah yang memiliki alat olahraga, seperti fitnes, nah inilah DKI, banyak oknum yang sengaja memasukkan anggaran dan disetujui dan diberikan, dan oknum tersebut harus masuk penjara," ujar Djarot.
Sehingga saat itu Djarot dan Ahok sepakat untuk menggunakan sistem e-budgeting agar transparan.
"Sehingga ukurannya kinerja, maka strateginya harus kita ubah, anggaran tidak sekedar follow function, maka anggaran harus mengikuti program prioritas," ujar Djarot.
Djarot lalu mencontohkan anggaran yang termasuk program prioritas.
"Misalnya di pendidikan, anak nggak boleh putus sekolah karena biaya, maka digelontorkan biaya berupa Kartu Jakarta Pintar (KJP), yang diberikan secara cashless dan kita bisa melacaknya betul," ujar Djarot.
Djarot lantas membahas soal lem aibon dan ATK senilai 1,6 triliun.
"Yang kemarin ramai itu yang salah yang meng-input, dia harus bertanggungjawab, siapa yang memasukkan anggaran itu akan bisa dilacak, karena SKPD itu ada pasword, hanya dia yang bisa merubah, jadi nggak bisa sembarangan," ujarnya.
Djarot lantas mengatakan bahwa pemprov DKI Jakarta adalah satu-satunya pemerintahan yang berani memasukkan satuan budgetnya secara transparan.
Djarot menceritakan bahwa tahun 2014 anggota dewan banyak yang tidak setuju.
"Saat itu anggaran dari pemrov diajukan di DPRD dan disetujui, lalu diajukan ke Kemendagri, ternyata DPRD juga membuat anggaran sendiri, sehingga double saat itu, dan itu bikin kisruh," ujarnya.