Namun, pernyataan itu sama sekali tidak bisa dibenarkan, karena banyak juga perempuan yang menggunakan pakaian tertutup atau "tidak mengundang syahwat", yang juga menjadi korban bejat pelaku pemerkosaan.
Hal ini sesuai dengan penelitian dari salah satu lembaga perlindungan perempuan di Yogyakarta, Rifka Annisa, sebagaimana dijelaskan juru bicaranya, Defirentia One Muharomah.
"Dalam penelitian Rifka Annisa, hal dominan yang menyebabkan mengapa pelaku melakukan perkosaan adalah karena mereka merasa 'berhak'. Bahkan dalam beberapa kasus, sebagian besar pelaku merasa tidak bersalah atas tindakannya," ujar Defi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/11/2018).
Ia juga menjelaskan, pemerkosaan tidak bisa hanya dilihat dari segi moralitas atau persoalan nafsu birahi semata
Senada dengan pernyataan Defi, salah satu pegiat gerakan perempuan, Dea Safira, juga menyatakan, Menurut dia, kekerasan seksual terjadi karena adanya masalah relasi kuasa.
Dea mengatakan, menyalahkan pakaian perempuan menjadi salah satu yang disebut sebagai victim blaming atau menyalahkan korban.
"Ruang publik yang aman adalah hak setiap orang termasuk perempuan. Model baju, keadaan sepi, atau apa pun tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan pemerkosaan," ujar Dea kepada Kompas.com, Kamis.
Semua pernyataan diperkuat dengan adanya sebuah pameran yang menunjukkan pakaian-pakaian yang dikenakan korban kekerasan seksual.
Pameran itu digelar di Belgia pada awal tahun 2018, dan menampilkan sejumlah pakaian yang mayoritas justru merupakan pakaian tertutup.
Dalam pameran itu terlihat bahwa korban tidak berpakaian "menantang" atau "memancing syahwat" seseorang untuk berbuat bejat.
Korban yang mengenakan setelan kemeja longgar dan celana panjang pun ada yang menjadi korban kejahatan seksual ini.
Ini juga menunjukkan bahwa nafsu bejat muncul tidak berdasarkan pakaian apa yang digunakan oleh korban.
Pakaian tidak berperan dalam mencegah atau memperbesar kemungkinan terjadinya sebuah pemerkosaan.
Di dalam pameran yang sama, bahkan terpajang sebuah kaos anak-anak bergambar tokoh kartun The Little Pony.
Ini juga menunjukkan bahwa korban pemerkosaan tidak melulu datang dari kalangan dewasa, anak di bawah umur pun tak lepas dari ancaman kejahatan ini.