TRIBUNJATENG.COM -- Nilai tukar rupiah masih bergerak di level Rp 16.500 per dolar Amerika Serikat (AS), Selasa (24/3).
Mengutip Bloomberg pukul 08.07 WIB, rupiah ke level Rp 16.505 per dolar AS atau menguat tipis 0,42% dari sesi sebelumnya.
Rupiah terakhir kali berada di level ini pada saat krisis moneter melanda di tahun 1998.
Berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah paling lemah sepanjang masa berada di posisi Rp 16.650 per dolar AS yang tercapai pada 17 Juni 1998.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, saat ini banyak orang lebih percaya diri memegang uang tunai. Tak heran, indeks dolar naik lagi ke 103.
• Inilah Penjelasan Manajemen Lion Air tentang Pilotnya yang Meninggal Dunia telah Dimakamkan
• TRAGIS! Pengendara Motor Supra Terseret Banjir di Desa Reco Wonosobo, Korban Belum Ditemukan
Permintaan terhadap dolar AS juga tengah naik karena kebutuhan membayar utang valas.
"Wabah virus korona dan kenaikan permintaan dolar AS menyebabkan rupiah terus berada dalam tren negatif," tutur Reny, kemarin (23/3).
Analis Monex Investindo Futures Faisyal menambahkan, efek corona akan membuat ekonomi melambat. Apalagi sejumlah perusahaan sudah meliburkan pekerjanya sehingga bisa menekan aktivitas ekonomi.
Kondisi saat ini, menurut para analis, masih akan membuat rupiah kembali tertekan. Menurut Faisyal, rupiah akan menguat jika ada perkembangan positif atas penanggulangan virus corona. Kendati ada wacana UU Pendanaan Darurat dari AS, dampak rencana ini pada rupiah minim saja.
Faisyal menyebutkan, level terburuk rupiah sepanjang masa berpotensi terlewati dalam waktu dekat jika belum ada tanda-tanda keadaan akan membaik.
• Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun! Warga kemangkon Purbalingga Tewas Terjatuh dari Pohon Kelapa
• Video Viral: Pengerebekan Suami Jual Istri dengan Layanan Foursome di Hotel Beredar
"Efek sentimen rencana itu hanya sementara seperti stimulus yang sudah-sudah. Karena yang dibutuhkan saat ini adalah ditemukannya vaksin, bukan subsidi dalam bentuk uang," terang Faisyal.
Bank Mandiri juga sudah melakukan apa yang disebut Reny sebagai stress test. Dengan asumsi kondisi saat ini berlangsung selama tiga bulan, rupiah bisa menembus Rp 17.000 per dolar AS.
Reny bilang, level rupiah secara fundamental di Rp 14.200-Rp 14.300 tanpa efek virus corona.
Reny memprediksi, kurs rupiah hari ini berada di rentang Rp 16.150-Rp 16.700 per dolar AS. Sementara Faisyal memproyeksikan kurs rupiah hari ini di rentang Rp 16.400-Rp 16.800 per dolar AS.
Sehari sebelumnya, nilai tukar rupiah di pasar spot sempat melemah pada Senin (23/3/2020) siang ini.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pukul 11.00 WIB Rp 16.550.
Angka tersebut lebih lemah 590 poin atau 3,7 persen dibanding penutupan perdagangan yang berada di level Rp 15.950 per dollar AS.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tersebut kian mendekati level rupiah ketika Indonesia mengalami krisis moneter di tahun 1998 yakni Rp 16.650 per dollar AS.
Chief Economist PT Bank Permata (Tbk) Josua Pardede menjelaskan, meski level rupiah sudah jauh melemah, fundamental perekonomian Indonesia sudah jauh lebih kuat dibandingkan dengan dua dekade yang lalu.
Krisis yang kala itu dipicu oleh krisis mata uang bath Thailand dan sebagian utang luar negeri swasta yang tidak dilindungi nilai (hedging) mendorong tekanan pada rupiah mencapai 600 persen dalam kurun waktu kurang dari setahun.
"Krisis mata uang bath Thailand diperburuk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak prudent karena sebagian utang luar negeri swasta tidak dilindungi nilai,
Penggunaan utang jangka pendek untuk pembiayaan usaha jangka panjang, serta utang luar negeri yang dipergunakan untuk pembiayaan usaha yang berorientasi domestik," jelas Josua kepada Kompas.com, Senin (23/3/2020).
Dia menambahkan, pada 1998, krisis utang luar negeri swasta tersebut mendorong tekanan pada rupiah. Tingkat depresiasi rupiah mencapai sekitar 600 persen dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, yaitu dari Rp 2.350 per dollar menjadi Rp 16.000 per dollar
Adapun saat ini, pengelolaan utang luar negeri swasta sudah jauh lebih berhati-hati. Sebab, Bank Indonesia (BI) pun telah mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi untuk mengurangi risiko nilai tukar.
"Pengelolaan yang lebih baik dari utang luar negeri swasta terlihat dari pertumbuhan utang jangka pendek yang cenderung rendah," jelas Josua.
Peringkat utang pemerintah pun saat ini sudah masuk dalam kategori layak investasi oleh seluruh lembaga pemeringkat internasional.
Hal itu menunjukkan keyakinan lembaga internasional masih terjaga terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang resilient dan solid.
"Dari sisi peringkat hutang, pada tahun 1998, peringkat utang pemerintah Indonesia sangat rendah yakni junk bond sehingga pemerintah harus berutang dengan premi yang sangat mahal," ujar dia.
"Jadi sekalipun level rupiah saat ini menyamai level rupiah pada saat krisis 1998, tingkat depresiasi rupiah saat ini sekitar 19 persen ytd (kurs saat ini 16.550 per dollar) lebih rendah dibandingkan tingkat depresiasi rupiah ketika krisis 1998 yang mencapai 600 persen.
Artinya kondisi fundamental perekonomian Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1998," jelas Josua. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rupiah Dekati Rp 17.000, Fundamental Ekonomi RI Jauh Lebih Kuat dari Krisis 1998"