Ngopi Pagi

FOKUS : Pahit Tapi manis

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muslimah wartawan tribunjateng.com

Oleh Muslimah

Wartawan Tribun Jateng

SEORANG teman mengeluhkan kejadian yang dialaminya terkait bagi-bagi makanan gratis selama pandemi corona. Kebetulan kantor tempatnya bekerja menyediakan nasi kotak untuk makan siang warga terdampak. Menjelang siang biasanya warga sudah mengular mengantre makanan.

Yang membuatnya sedih, banyak dari warga tersebut yang menurutnya mengantre beberapa kali hingga mendapatkan lebih dari satu nasi kotak.

Akibatnya, warga yang datang lebih siang tidak kebagian nasi kotak, padahal ia juga berhak mendapatkannya. Sepele, menurutnya, namun bikin jengkel. "Bagaimana orang bisa serakah gitu ya. Kan itu namanya mengambil hak orang lain," katanya tak habis pikir.

Cerita itu serupa dengan oknum yang menumpuk alat perlindungan diri (APD) seperti masker untuk kepentingan pribadi demi meraup untung tak terbatas memanfaatkan ketakutan orang lain. Atau orang yang tidak mau melakukan social distancing karena merasa sehat. Padahal tidak tertutup kemungkinan kita merupakan orang tanpa gejala (OTG) yang berpeluang menularkan virus corona.

Saat wabah corona di Indonesia memasuki bulan kedua (Jokowi mengumumkan pasien pertama yang terinfeksi virus corona pada 2 Maret 2020), berbagai cerita seputar pandemi yang sudah menjangkiti 1.846.680 orang di seluruh dunia itu menghiasi pemberitaan.

Banyak polah manusia yang merugikan orang lain seperti yang diungkapkan teman saya atau polah manusia yang meninggalkan rasa kemanusian muncul ke permukaan.

Di Purwodadi, seorang pasien yang datang ke RSUD dr Soedjati Soemodiardjo berbohong saat pemeriksaan. Pasien tersebut mengaku tidak pernah pergi ke luar negeri dan tak pernah berkunjung ke daerah yang statusnya zona merah Covid-19. Karena itulah ia ditempatkan di bangsal biasa bukan ruang isolasi.

Selama dirawat, ia ditangani dokter spesialis penyakit dalam lalu kondisinya diobservasi lebih lanjut oleh dokter spesialis paru. Si pasien ternyata memiliki pneumonia dan yang mengagetkan, ia juga sempat ke luar negeri dan main ke Yogyakarta. Pasien ini kemudian diambil sampel lendirnya untuk diuji di laboratorium di Yogyakarta dan dinyatakan positif Covid-19!

Karena ketidakjujurannya, 76 orang yang sempat kontak langsung dengan pasien itu mulai tenaga kebersihan rumah sakit, petugas pendaftaran, perawat hingga dokter harus menjalani rapid test. Perilaku satu orang merugikan kerugian banyak orang.

Cerita lain yang sekarang menjadi perhatian besar masyarakat tentu saja adalah penolakan jenazah pasien positif corona.

Mulai dari insiden di Banyumas, hingga yang terbaru di Ungaran Kabupaten Semarang dimana perawat RSUP Kariadi yang berpulang karena corona ditolak warga Suwakul hingga akhirnya dikuburkan di Bergota Semarang.

Peristiwa ini sampai sekarang masih menjadi pembicaraan hangat terutama di media sosial. Warganet mengecam oknum yang menolak jenazah perawat RSUP Kariadi dan menyebut mereka telah menanggalkan rasa kemanusiaan.

Ternyata pandemi corona memunculkan banyak sisi kemanusiaan ke permukaan. Cerita sedih dan pahit.
Namun tentu saja banyak terselip kisah yang manis. Seperti warga yang bahu membahu meyediakan keperluan tetanggangganya saat yang bersangkutan menjalani isolasi diri di rumah.

Itu merupakan wujud kebesaran hati mereka untuk senantiasa gotong royong dan bahu membahu membantu orang lain.

Bahkan teman saya yang sedih saat pembagian nasi kotak juga menyelipkan cerita mengharukan untuk dibagi ke masyarakat.Menurutnya, terkadang saat ia membagikan makan siang, ada saja warga yang menghampirinya menitipkan sesuatu.

Biasanya beberapa amplop berisi uang atau setumpuk masker. "Tolong ini juga dibagikan ke mereka," kata warga tersebut.

Tidak ada yang menginginkan wabah dan musibah. Yang terpenting bagaimana kita menghadapinya bersama-sama sekecil apapun kontribusia kita. Yuk bersatu tanpa pandang bulu, bahu membahu hingga cerita sedih ini bisa berakhir dengan kebahagiaan. (*)

Berita Terkini