Oleh: Dewi Saptantinah Puji Astuti
(Staf Pengajar Prodi Akuntansi Unisri Surakarta, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi UNTAG Surabaya)
DUNIA tengah dihebohkan kemunculan corona virus. Virus corona sebenarnya tidak serta merta muncul begitu saja, karena pada 1918-1919 juga ada virus mematikan yaitu flu spanyol. Virus itu mematikan dan menjadi pandemi pada saat itu dan menelan korban 40 juta jiwa (https://katadata.co.id/2020). Tetapi munculnya kembali corona virus diseases (covid-19) yang mematikan ini, menurut para ahli, lebih ganas dari virus pendahulunya.
World Health Organization (WHO) menyatakan, coronaviruses (cov) adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut covid-19. Virus corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti sindrom pernafasan timur tengah (Mers-CoV) dan sindrom pernafasan akut parah (SARS-CoV).
Virus ini pertama kali muncul di Wuhan Cina, Desember 2019. Lalu berkembang sangat cepat bahkan ke berbagai negara, dan saat ini sudah merupakan suatu pandemi, melanda seluruh dunia.
Menurut worldometers (10/4), secara global ada 1.607.595 kasus covid-19, dan dari sekian kasus tersebut yang meninggal 95.785 orang dan sembuh 357.164 orang. Kasus ini masih mengalami kecenderungan meningkat terus dilihat dari trend perkembangan di beberapa negara.
Ini juga terjadi di Indonesia, dalam hal ini peningkatan kasus juga masih cukup signifikan. Per 10 April, ada tambahan 219 kasus, sehingga total kasusĀ 3.512 yang dirawat 2.924, meninggal 306 dan yang sembuh 282 orang. Bahkan diprediksi kasus ini masih akan terjadi lonjakan lagi.
Menyikapi kasus ini maka berbagai kebijakan mulai dimunculkan. Mulai penerapan work from home, social distancing dan physical distancing, sampai diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tentu ini akan menimbulkan dampak bagi perekonomian di Indonesia.
Pemerintah dan masyarakat harus bersiap terhadap apa yang terjadi bila kasus penyebaran virus ini semakin berlarut. Dampak dari penyebaran virus corona terjadi di berbagai bidang, baik di sektor riil, bursa saham. Dan yang paling dirasakan berat terhadap perekonomian secara global di Indonesia, di mana mengalami pelambatan pertumbuhan.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, apabila Covid-19 bisa segera tertangani maka pertumbuhan ekonomi masih di atas 4%. Tetapi pemerintah juga harus bersiap apabila pandemi ini masih bertahan antara 3-6 bulan lagi maka situasi akan lebih memburuk, dimana pertumbuhan ekonomi diperkirakan pada kisaran 2,5% bahkan 0%.
Mewabahnya virus corona juga berdampak pada anjloknya perdagangan saham. Indeks Harga Saham Gabungan telah merosot tajam, bahkan analis Sucor Sekuritas menjelaskan, IHSG bisa berkemungkinan turun di bawah level 3000 (detik.com, 20/3). Dampak lain juga berpengaruh terhadap kestabilan nilai tukar rupiah, yang pada saat ini rupiah di level Rp 15.900 per Dollar AS. Sempat mengalami tekanan pada level terendah pada Senin (23/3 ) Rp 16.575 per Dollar AS.
Apabila dilihat dari kronologis, sebenarnya ada saling keterkaitan antara dampak mewabahnya virus di Cina dengan Indonesia. Sebab, Cina merupakan negara eksportir terbesar di dunia dan Indonesia dengan Cina merupakan mitra dagang.
Dengan demikian memburuknya perdagangan di Cina akan sangat mempengaruhi kondisi di Indonesia, seperti misalnya adanya permintaan bahan baku di Cina. Karena kegiatan perdagangan di Cina mengalami gangguan, maka terjadi penurunan harga komoditas.
Berbagai dampak yang ditimbulkan dan dirasa cukup berat adalah penurunan penerimaan pajak, terutama dari sektor perdagangan. Seperti diketahui, pajak memiliki fungsi budgeter, yaitu sebagai salah satu sumber dana dalam pembangunan, baik pemerintahan pusat maupun daerah. Penerimaan pajak dari sektor perdagangan ini mempunyai kontribusi besar dalam penerimaan pajak.
Hal ini terkait penurunan produksi di Cina, yang menjadi pusat produksi barang dunia. Dengan adanya penurunan produksi di Cina maka beberapa pasokan bahan baku dan barang lainnya mengalami hambatan. Sehingga volume perdagangan juga mengalami gangguan, akibatnya berpengaruh pada penerimaan pajak.
Terganggunya pasokan bahan baku sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi bagi para pelaku usaha. Karena kegiatan produksi menjadi tidak lancar, banyak perusahaan mengalami kesulitan karena berkurangnya pendapatan sehingga tidak mampu membayar para pekerja.