Kondisi itu menunjukkan di daerah yang menerapkan PSBB terdapat kebocoran-kebocoran sehingga warga bisa tetap mudik.
“Bisa jadi PSBB tidak efektif pelaksanaannya,” kata Jekek.
Bagi Jekek penerapan kebijakan penghalauan atau membalikkan pemudik ke daerah asal merantau bukan penyelesaian yang tepat.
Apalagi, saat dihalau kondisi para pemudik rata-rata kehilangan pekerjaan di daerah zona merah.
“Pertama mereka banyak yang tidak memiliki pekerjaan lagi di daerah perantauan. Selain itu mereka juga dalam status ketidakpastian di zona merah.
Dan kalau terjadi apa-apa siapa yang bertanggung jawab,” ucap Jekek.
Bila pemudik dianggap sebagai pembawa Covid-19 semestinya mereka dikarantina di rumah sakit hingga 14 hari.
Dengan demikian pemutusan mata rantai Covid-19 dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
Bagi warga yang nekat mudik ke Wonogiri, Jekek memiliki cara tersendiri untuk pengawasannya.
Setiap pemudik dari zona merah wajib mengikuti pengecekan suhu badan dan pemeriksaan klinis.
“Kalau mengalami gejala klinis Covid-19 ya langsung kami bawa ke rumah sakit,” ungkap Jekek.
Jekek menambahkan siapapun yang mudik ke Wonogiri akan tetap diterima.
Bila mengalami gangguan kesehatan pemudik akan dirawat dengan dibiayai anggaran dari Pemkab Wonogiri.
“Secara medis bisa ditangani. Bahkan tingkat kesembuhannya bisa 94 persen. Lalu kenapa semuanya menjadi paranoid,” jelas Jekek.
Tentang perantau yang mudik ke Wonogiri, Jekek menjelaskan, dalam sepekan terakhir mengalami penurunan.