TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta agar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan aturan operasional moda transportasi untuk pengecualian dilaksanakan dengan baik. Terutama untuk bidang medis dan kebutuhan pokok masyarakat.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengakui aturan pedoman PSBB memang memiliki pengecualian untuk hal-hal tertentu.
Daeng berharap pengecualian ini tak mendapat hambatan dalam tataran pelaksanaan.
"Dikecualikan itu adalah hal-hal yang menyangkut kebutuhan hidup pokok seperti masalah pangan. Kemudian misalnya masalah pelayanan kesehatan, obat-obatan itu masuk pengecualian yang harus terus berjalan," katanya dalam diskusi virtual bertajuk 'Dilema Jokowi: Ekonomi atau Pandemi', Minggu (10/5).
Menurut Daeng, perlu dilakukan evaluasi terkait poin pengecualian dalam aturan PSBB. Yaitu aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020, Permenhub Nomor 25 Tahun 2020, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020.
Apalagi, lanjut Daeng, sektor yang dikecualikan terkena dampak Covid-19, sehingga tidak bisa berjalan normal.
"Yang pengecualian ini di lapangan kadang-ladang terkena dampak juga, akhirnya tidak berjalan pemenuhan kebutuhan pokok, akhirnya ini kan perlu dijaga, penting. Misalnya obat, kemudian alat kesehatan,bahan pangan," ujarnya.
"Ada teman dari industri pangan yang mengeluh kesulitan, mau kirim air, bahan makanan, malah ikut terdampak. Padahal sudah masuk pengecualian," imbuhnya.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengingatkan kepada pemerintah agar memberikan bantuan pangan kepada rakyat selama pandemi Covid-19. Apalagi saat ini pandemi semakin meluas wilayahnya dan banyak rakyat terdampak dan kelaparan.
"APBN dan APBD sejatinya diutamakan untuk kepentingan pengadaan pangan rakyat. Rakyat butuh makan, dalam kondisi darurat negara harus hadir, jangan sampai kebutuhan mendasar ini kurang atau tidak terpenuhi," kata Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi MUI, Azrul Tanjung.
Azrul juga merespons surat edaran Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Menurut Azrul masyarakat harus tetap memperketat perjalanan dalam bentuk apapun.
"Harus dipahami, berpergian hanya untuk kondisi darurat saja," kata Azrul.
Azrul juga meminta pemerintah tegas dan tetap melarang masyarakat untuk berpergian baik dalam rangka mudik maupun pulang kampung.
Moda transportasi yang dibuka harus benar-benar dengan protokol yang ketat baik pada aspek kesehatan dan tingkat kepentingannya.
Semua penyedia moda transportasi harus memastikan bahwa semua prasarana dan sarana transportasi memenuhi protokol kesehatan seperti mengatur jaga jarak, menyediakan tempat cuci tangan, wajib masker dan memastikan yang berpergian sehat dengan menunjukan hasil tes negatif Covid-19.
Azrul mengingatkan, pada April 2020 lalu, Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas juga sudah mengimbau masyarakat untuk tidak mudik di tengah pandemi COVID-19. Mudik dari daerah pandemi wabah ke daerah lain tidak boleh karena di-syakki (diduga) keras akan bisa menularkan virus tersebut kepada orang lain.
"Apalagi virusnya menular dan sangat berbahaya. Sekarang ini seluruh wilayah RI sudah terkena pandemi, tentu ini sangat membahayakan," kata Azrul.
Anggota DPR fraksi PKS Bukhori Yusuf menyebut pemerintah tidak konsisten alias galau dalam melindungi rakyat di masa pandemi virus corona (covid-19).
Ia melihat pelonggaran aturan, terutama di bidang moda transportasi menjadi kegalauan yang sedang dialami pemerintah.
Sebab, Bukhori khawatir izin transportasi bisa memicu gelombang kedua pandemi virus tersebut."Sebenarnya pemerintah lagi galau. Pernyataan Presiden Joko Widodo, Mahfud MD (Menkopolhukam), dan Menhub (Budi Karya Sumadi) tidak konsisten," katanya.
Bukhori menjelaskan pernyataan pemerintah yang tak konsisten. Pertama, Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebutkan relaksasi dilakukan karena PSBB membuat masyarakat stres dan ekonomi harus tetap berjalan.
Menurutnya, saat ini rakyat sudah tahu pemerintah hanya bisa menanggung bantuan sosial hingga Juni. Sehingga relaksasi diterapkan untuk membuka keran ekonomi seperti pabrik dan pertokoan akan kembali dibuka, dengan protokol kesehatan.
Kemudian, pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan secara ketat dan efisien. Namun, kata Bukhori, di kesempatan lain disebutkan perlu ada relaksasi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Bukhori menilai Jokowi sebagai pemegang kebijakan publik seharusnya bisa mengukur pernyataan. Misalnya, apakah pernyataan tersebut mudah dipahami, dapat memicu salah paham, atau bermanfaat.
"Jadi saya melihat pertama kali ini kegaduhan yang ada di masyarakat khususnya terkait dengan relaksasi, apakah kemudian pelonggaran PSBB, ini persoalan komunikasi," ujarnya.(Tribun Network/mam/wly)
• FOKUS : Mengenang para Ksatria Muda
• Bandar Sabu Tewas Ditembak saat Coba Meraih Senjata Api Miliknya dalam Penggerebekan
• Usai Besuk Roy Kiyoshi, Raut Wajah Evelyn Tampak Cemas