Berita Feature

Pilu Tak Terbayangkan, Kisah Penghuni Rudenim Semarang dan Balitanya, Tertipu Pelaut Asal Tegal

Penulis: m zaenal arifin
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Semarang hingga saat ini masih menampung 12 deteni atau orang asing penghuni Rudenim.

Dua di antaranya adalah ibu dan anak yang sudah 4 tahun berada di tempat tersebut.

Adalah Chen Shih Tsuan yang akrab disapa Chen Chen (36), wanita berkewarganegaraan Taiwan dan anaknya, Ijal (4), bukan nama aslinya.

Keduanya masuk ke Rudenim Semarang pada 22 Agustus 2016.

Ijal yang saat itu masih bayi berusia 6 bulan, untuk pertama kalinya menjadi penghuni Rudenim.

Mikhayla Dijuluki Politikus Kecil, Begini Cara dia Merayu Kakeknya, Aburizal Bakrie: Bahaya Cucuku

Viral Orasi Pasal Pancasalah Saat Demo Tolak UU Cipta Kerja, Sosok Mahasiswi Ini Diburu Netizen

Pemuda Kebumen ini Ngaku Kulakan Pil Koplo dari Jakarta, Tinggal Telepon Barang Dikirim

Padahal Tak Mau Cepat Nikah Lagi, Tapi Kalimat Ajaib Nathalie Holscher Bikin Sule Ubah Haluan

Ijal dilahirkan di Kabupaten Tegal, daerah pria yang menitip janin di kandungan Chen Chen saat masih hidup di Taiwan.

Layaknya anak-anak lainnya, Ijal menghabiskan waktu setiap harinya dengan bermain beberapa mainan di antaranya sepeda, bola dan lainnya.

Jika bosan, Ijal bermain dengan para petugas dan pegawai Rudenim yang sudah layaknya keluarga sendiri.

Wajahnya terlihat bahagia dengan aktivitasnya setiap hari.

Namun siapa sangka, ruangan layaknya penjara dan tembok pembatas menjadi saksi bisu kisah pilu anak yang tak memiliki status kewarganegaraan manapun itu.

Ditemui di ruangannya berada, Chen Shih Tsuan alias Chen Chen mengaku awalnya merupakan asli warga Indonesia, tepatnya Medan.

Ia memiliki nama asli Maghdalena.

Sembari menahan air matanya, Chen Chen menceritakan, awalnya ia menikah dengan orang Taiwan kemudian hidup bersama suaminya itu.

Karena mengikuti sang suami, nama Maghdalena pun diubah menjadi Chen Shih Tsuan.

"Kalau menikah dengan orang Taiwan itu harus ikut suami sehingga nama dan kewarganegaraan saya ikut suami.

Kalau aslinya, saya dari Medan. Asli Indonesia," kata Chen Chen, sembari menahan air matanya, Selasa (6/10/2020).

Pernikahannya dengan orang Taiwan bertahan selama 15 tahun lamanya.

Ia dikaruniai dua orang anak.

Petaka dimulai setelah suaminya meninggal dunia.

Keluarga besar mantan suaminya di Taiwan tak lagi mau menerima keberadaan Chen Chen yang notabene bukan asli orang Taiwan.

Keluarga mertuanya mau menerima dan mengakui kedua anak Chen Chen yang asli keturunan Taiwan.

Namun tidak bagi Chen Chen, yang awalnya dari Indonesia.

Dengan berat hati Chen Chen pun meninggalkan kedua anaknya dan rumah mertuanya.

"Saya kemudian mencoba bertahan hidup dengan bekerja di Taiwan.

Saya tinggal sendirian, anak-anak ikut mantan mertua yang tak mau menerima keberadaan saya setelah suami meninggal," ucapnya.

Di saat bekerja itu, ia kemudian bertemu dengan seorang pelaut asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Mereka kemudian ada kecocokan dan akhirnya menjalin hubungan asmara.

Waktu berjalan, hubungan keduanya semakin mesra hingga akhirnya Chen Chen hamil.

Karena hamil, Chen Chen yang tak pernah mengenyam bangku sekolahan kemudian tak lagi diterima di tempatnya bekerja.

Akhirnya Chen Chen diminta pulang ke rumah orang tua pacarnya di Tegal dan ia dijanjikan akan dinikahi setelah pacarnya pulang ke kampung halaman.

"Saya disuruh tinggal di rumah orang tuanya di Tegal.

Sampai saya melahirkan Ijal di rumah orang tuanya itu.

Namun sampai saya melahirkan pun, dia tak pernah pulang dan tak mau menikahi saya," ungkapnya sembari mengusap air matanya.

Chen Chen merasa ditipu oleh pacarnya tersebut.

Di tambah lagi, keluarga pacarnya itu tak mau menghidupinya dan Ijal yang baru dilahirkan.

Chen Chen pun terpaksa mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan uang guna membeli susu dan keperluan lainnya bagi Ijal.

"Saat itu saya baru 40 hari melahirkan.

Saya langsung mencari pekerjaan dan dapat kerja sebagai pelayan di Warteg.

Karena saya memang sudah tidak punya uang sama sekali," katanya.

Setiap ia bekerja, Ijal bayi selalu dititipkan pada orang tua pria yang menghamilinya.

Di suatu ketika sepulang kerja, Chen Chen kaget karena tak menemukan anaknya di rumah.

"Ternyata saat itu, mertua (orang tua pacarnya) menjual Ijal ke orang lain.

Dikasih uang Rp 10 juta.

Saya tidak mau dan minta uang dikembalikan terus anak saya diambil lagi," kesalnya.

Karena merasa keluarga pacarnya kejam padanya dan Ijal, Chen Chen berinisiatif mengurus surat administrasi di desa.

Chen Chen yang tidak pernah sekolah, tidak mengerti apapun sehingga ia datang ke balai desa hanya bermodal nekat dan surat keterangan lahir Ijal.

Di balai desa, petugas kebingungan memenuhi permintaan surat dari Chen Chen.

Selain tak tahu surat apa yang diminta, juga karena Chen Chen berkewarganegaraan Taiwan dan Ijal juga dianggap warga Taiwan.

Terlebih, visa kunjungan yang dipakai Chen Chen sudah melewati batas izin tinggal.

"Dari desa, kemudian saya diantar ke Kantor Imigrasi Pemalang. Dari Pemalang, saya langsung dibawa ke sini (Rudenim Semarang--red)," jelasnya.

Selama berada di Rudenim, para pegawai dan petugas mencoba membantu menemukan pria yang menghamili Chen Chen.

Selain itu, juga membantu menemukan keluarga Chen Chen yang berada di Medan.

Akan tetapi karena sudah sangat lama tinggal di Taiwan, Chen Chen sudah tak pernah berkomunikasi lagi dengan keluarganya di Medan.

Bahkan ia juga tak mengetahui keluarganya sekarang di mana.

"Saya berharap bisa menemukan keluarga saya yang di Medan. Itu satu-satunya harapan saya," harapnya.

Dalam hatinya, Chen Chen menyimpan dendam kepada pria Tegal yang menghamilinya itu.

Ia merasa sudah termakan bujuk rayu hingga membuatnya menghuni Rudenim selama bertahun-tahun.

Kepala Rudenim Semarang, Retno Mumpuni mengatakan, Ijal ikut berada di Rudenim karena mengikuti ibunya yang melanggar peraturan Keimigrasian.

Yaitu visa yang digunakan telah overstay selama satu tahun.

"Ijal dan ibunya jadi penghuni terlama di Rudenim saat ini. Saat datang, Ijal berusia 7 bulan," kata Retno.

Ijal yang masih balita bebas berkeliaran dan beraktivitas di manapun di lingkungan Rudenim.

Bahkan Ijal setiap harinya keluar masuk ruangan tempat di mana ibunya, Chen Chen, berada.

Retno mengatakan, sengaja memberi kebebasan kepada Ijal agar dirinya bisa bermain sesuka hatinya dan haknya bermain sebagai anak-anak tak hilang.

Retno mengakui, karena seringnya Ijal bermain dengan para pegawai, termasuk dirinya, akhirnya tercipta hubungan emosional yang kuat layaknya orang tua dengan anak.

Bahkan, Retno pun sudah menganggap Ijal sebagai anak sendiri.

"Jadi tidak hanya saya, para pegawai di sini juga memperlakukan Ijal dengan baik seperti anak sendiri.

Bahkan Ijal kalau memanggil para pegawai itu kalau laki-laki, dipanggil ayah. Kalau yang perempuan dipanggil mama atau ibu.

Kita mengharapkan dengan begitu dia tidak merasa dipenjara di sini," ungkapnya.

Saat ditanya apakah Ijal sampai dewasa tetap tak akan mempunyai status kewarganegaraan?

Retno menyatakan, Ijal dan ibunya bisa memiliki kewarganegaraan Indonesia setelah berada di Rudenim selama 10 tahun.

Setelah itu, keduanya bisa dilakukan proses pengurusan dengan cara mengajukan permohonan.

"Setelah 10 tahun, dia bisa mengajukan kewarganegaraan Indonesia.

Namun untuk prosesnya akan kita lihat lebih lanjut. Karena di Indonesia belum pernah ada kasus seperti ini," tandasnya. (Nal)

Latihan di Kroasia, Bek Muda PSIS Semarang dapat Kunjungan Tamu Spesial

Mikhayla Dijuluki Politikus Kecil, Begini Cara dia Merayu Kakeknya, Aburizal Bakrie: Bahaya Cucuku

Viral Orasi Pasal Pancasalah Saat Demo Tolak UU Cipta Kerja, Sosok Mahasiswi Ini Diburu Netizen

Padahal Tak Mau Cepat Nikah Lagi, Tapi Kalimat Ajaib Nathalie Holscher Bikin Sule Ubah Haluan

Berita Terkini