TRIBUNJATENG.COM, SLAWI - Pengrajin ban bekas di Desa Kabunan, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, sangat merasakan dampak dari pandemi Covid-19 bahkan sudah sejak awal pandemi masuk ke wilayah Kabupaten Tegal.
Yang biasanya sanggup menerima pesanan sampai ribuan buah, saat ini paling hanya beberapa saja tidak sampai puluhan.
Hal ini terungkap, saat Tribunjateng.com, mendatangi sentra pembuat kerajinan ban bekas di Desa Kabunan, RT 3 RW 2, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, Minggu (11/10/2020).
Salah Satu Pengrajin yang mempelopori kreasi ban bekas menjadi benda bermanfaat di Desa Kabunan, Slamet mengungkapkan, ia memulai bisnis kerajinan ban bekas ini sejak tahun 1972.
Lalu karena warga sekitar ternyata tertarik, alhasil satu per satu mulai membuka bisnis yang sama, namun dengan peran masing-masing.
Katakan Slamet yang membuat dari ban bekas menjadi bentuk tempat sampah, pot bunga, meja, kursi, asbak, karpet untuk lapangan, dan lain-lain.
Lalu tetangga sekitar, mengambil ban yang sudah setengah jadi tersebut untuk diwarnai (dicat) dengan kreasi masing-masing barulah dijual belikan.
Namun sejak adanya pandemi Covid-19, proses produksi dan pemesanan sangat turun drastis bahkan berhenti total.
Penurunan pun dikatakan oleh Slamet lebih dari 50 persen. Sehingga ia cukup kesulitan, apalagi dia juga harus tetap menggaji karyawan nya yang berjumlah dua orang.
"Sebelum pandemi, saya menerima pesanan bisa sampai ribuan paling sedikit 500 buah terutama untuk tempat sampah dan pot bunga.
Pernah juga karpet untuk lapangan golf di Jakarta itu pesannya sekitar lima ribu buah.
Saat ini saya menerima pesanan eceran, mau pesan satu, dua, lima, atau berapapun saya terima saja, dari pada saya tidak ada pemasukan sama sekali.
Ya penurunannya sangat banyak, diperkirakan 50 atau bahkan 80 persen," ungkap Slamet, pada Tribunjateng.com, Minggu (11/10/2020).
Dikatakan, untuk orderan yang skalanya besar, sejak pandemi Covid-19 benar-benar tidak ada yang masuk. Hanya orderan yang skala kecil saja atau eceran.
Maka dalam hal ini, Slamet menyebut, sangat memerlukan peran atau bantuan dari pemerintah.
Karena ia mengaku selama ini belum pernah menerima bantuan yang kaitannya dengan bisnis kerajinan ban bekasnya sama sekali.
Entah dalam bentuk bantuan modal usaha, dan lain sebagainya. Pernah hanya sebatas dapat informasi ada program pinjaman usaha, tapi tidak pernah ada kelanjutannya.
"Kemarin ada tawaran dari salah satu Bank BUMN tentang program pinjaman untuk modal usaha.
Tapi syratanya harus menyertakan jaminan.
Lah kami saja tidak punya yang harus dijadikan jaminan, makannya benar-benar bingung dan membutuhkan bantuan khususnya pemerintah Kabupaten Tegal," jelasnya.
Adapun setiap harinya, Slamet dibantu dua pekerja bisa menghasilkan paling tidak 20 buah kreasi ban bekas.
Itu pun dengan catatan kondisi tubuh sedang benar-benar fit.
Sedangkan untuk bahan baku ban bekasnya, Slamet mengaku membeli dari Jakarta.
Sistemnya membeli satuan, yang harganya untuk satu buah ban bekas ukuran besar (ban truk) Rp 40 ribu.
Namun karena pandemi Covid-19, harganya turun menjadi Rp 35 ribu per ban bekas besar.
Untuk satu ban ukuran besar, Slamet bisa mengolahnya menjadi 4 buah tempat sampah.
Sedangkan ban bekas ukuran kecil, bisa mengahsilkan dua buah tempat sampah.
"Kisaran harga kalau di pasaran untuk yang satu set meja, kursi mulai Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu.
Sedangkan untuk tempat sampah dan pot bunga harganya kisaran Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu per buah," tuturnya.
Sementara itu, salah satu penjual sekaligus pengrajin di Desa Kabunan, Alidin menambahkan, penjualan di tempatnya juga sangat berkurang sudah hampir 7 bulan ini.
Ia berharap ada bantuan atau dorongan dari pemerintah, sehingga bisnisnya tetap bisa bertahan.
"Kalau saya menjualnya mulai Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu. Ada juga yang Rp 100 ribu per buah bergantung ukuran dan kerumitan motifnya juga.
Ya akhir-akhir ini penjualan sangat berkurang, tapi ya bagaimana lagi adanya usaha ini, jadi dijalani saja, semoga kondisinya semakin membaik dan penjualan kembali normal," imbuhnya. (dta)