TRIBUNJATENG.COM- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan buku How Democracies Die yang dibaca Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan merupakan sebuah sindiran.
Hal itu dikatakan Refly Harun di akun Youtube-nya yang diunggah pada Senin (23/11/2020)
Mulanya, Refly Harun mengatakan bahwa Amerika Serikat adalah role model demokrasi, namun sejak Donald Trump memimipin, negara Amerika Serikat menjadi negara terbelakang.
"Bagaimana Donald Trump tidak menghargaui hak asasi manusia, pluralisme dan sebagainya," ujarnya.
Setelah itu, Refly Harun menanggapi buku yang dibaca Anies Baswedan.
Baca juga: Jubir FPI Klaim Tahun 2017 Pemerintah Kerap Bujuk Habib Rizieq Pulang ke Indonesia
Baca juga: Naysila Mirdad Tak Tega Millen Cyrus Ditahan di Sel Cowok Terkait Narkoba
Refly Harun mengatakan Anies Baswedan merupakan sindiran, namun perlu ditinjau dari berbagai sudut pandang.
"Sebenarnya kalau saya pribadi, yang ditanyakan jelas itu sebuah sindiran. Tentu, bukan tidak ada maksudnya, tapi memang harus mendalami dalam berbagai perspektif," ujarnya.
Refly Harun lalu mengatakan buku yang dibaca Anies Baswedan merupakan sebuah kritikan.
"Tapi, kalau bagi saya adalah hanya sekedar menegaskan kritikan atau pendapat-pendapat dari banyak orang yang mengatakan terjadi kemunduran demokrasi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi," ungkapnya.
Refly Harun lalu mengatakan sebelum Anies Bswedan, sejumlah tokoh juga mengkhawatirkan demokrasi Indonesia.
"Seperti Amien Rais, Din Syamsudin misalnya, bahkan Jimly Asshiddiqie mengkhawatirkan munculnya kekuasaan yang otoriter, istilahnya adalah diktaktor konstitusional, jadi constitutional dictatorship, dalam tanda kutip tentunya," ujarnya.
Refly Harun emnagatakan saat ini sejumlah orang sangat mengkhawatirkan masa depan demokrasi bangsa ini, terlebih pada masa pemerintahan Presiden Jokowi ini.
Hal itu, lantaran demokrasi Indonesia menjadi demokrasi yang regresif.
Menurut Refly Harun, kebijakan-kebijakan Jokowi bukan maju, tetapi justru mundur, bahkan terbelakang.
"Jadi, kalau sekarang barangkali kita sudah mendapatkan demokrasi prosedural mungkin, paling tidak sebelum mencapai demokrasi yang lebih substantif dan partisipatif, nah khawatir kita muncul pada gejala otoritarianisme lagi," ujar Refly Harun.