TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Warga Kelurahan Panggung Lor, Semarang Utara, menggugat Paguyuban Pemberdayaan Pompanisasi dan Pengelolaan Lingkungan Panggung Lor (P5L) ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Gugatan diajukan atas dugaan perbuatan melawan hukum (PMH).
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kelurahan Panggung Lor, Pemkot Semarang, Camat Semarang Utara dan Lurah Panggung Lor pun tak luput menjadi turut tergugat dalam gugatan PMH tersebut.
Gugatan diajukan karena keberadaan P5L yang dianggap sudah melewati kewenangannya. Keberadaan pompanisasi, dulunya sebagai penanggulangan banjir dan rob yang setiap hari melanda wilayah Panggung Lor.
Namun saat ini banjir dan rob di wilayah tersebut sudah tidak ada lagi. Hal itu dikarenakan telah ada penanganan yang dilakukan oleh Pemkot Semarang dengan membangun Kolam Retensi.
Meski pompanisasi sudah tak beroperasi sebagaimana dulunya, namun warga tetap dipungut biaya hingga kini. Warga yang merasa keberatan atas pungutan tersebut, enggan membayar sehingga menunggak hingga puluhan juta rupiah.
Pengurus P5L mengancam warga yang enggan membayar iuran rutin maka tidak akan mendapat pelayanan administratif dari pengurus RT maupun RW. Bagi warga yang menunggak iuran bulanan 6 kali berturut-turut, diancam tidak akan mendapat pelayanan administratif dan sosial.
Gugatan tersebut telah beberapa kali disidangkan oleh majelis hakim. Terakhir, sidang beragendakan keterangan tiga saksi yang diajukan oleh penggugat dalam sidang di PN Semarang, Kamis (22/4/2021).
Saksi Heru Tri Haryanto, warga Kelurahan Panggung Lor, mengatakan dulunya wilayah kelurahan Panggung Lor khususnya perumahan Tanahmas, menjadi langganan banjir maupun rob. Kondisi tersebut sangat mengganggu aktivitas warga.
"Sehingga untuk mengatasi masalah itu, dibentuk paguyuban pengendali dan penanganan air pasang Panggung Lor (P5L). Namun setelah dibangun kolam retensi di Kali Semarang pada 2014-2015, wilayah Panggung Lor relatif aman," katanya di hadapan majelis hakim.
Dengan adanya kolam retensi tersebut, katanya, otomatis 10 rumah pompa yang dioperasionalkan P5L, hanya beroperasi saat kondisi tertentu saja. Dengan begitu, biasa operasional pompa pun tak sebanyak sebelumnya. Karena air banjir maupun rob langsung tertangani melalui kolam retensi.
"Akan tetapi, warga tetap dipungut iuran yang besarannya sudah ditentukan oleh P5L. Padahal operasional pompa sudah berkurang dibanding peruntukan awal," ucapnya.
Saksi lain, Yudho Sapto Edy yang merupakan mantan pengurus P5L seksi pompa, mengatakan keberadaan P5L dulunya berfungsi membuang air pasang laut yang menjadi momok tiap harinya ke Kali Semarang.
"Sekarang tidak lagi karena tidak ada air rob lagi. Sekarang juga banyak yang tidak terpakai dari 10 rumah pompa yang ada. Dengan adanya kolam retensi maka air mengalir ke kolam retensi secara langsung, sehingga tidak dibutuhkan pompanisasi lagi," ungkapnya.
Ditambah lagi, lanjutnya, Pemkot Semarang telah mengambil alih pengelolaan utilitas perumahan di Tanahmas, Kelurahan Panggung Lor, sejak 2018. Dengan begitu, penanganan banjir dan rob perumahan Tanahmas yang dulunya tanggungjawab pengembang telah beralih ke Pemkot Semarang.
Utilitas tersebut tak hanya meliputi sarana dan prasarana perumahan seperti jalan, drainase dan lainnya, tetapi juga terkait penanganan banjir dan rob yang dulunya menjadi langganan kawasan tersebut.
"Sejak serah terima utilitas Tanahmas ke Pemkot, semua penanganan banjir dan rob menjadi tanggungjawab Pemkot dan bukan tanggungjawab P5L lagi. Tapi nyatanya tidak. Kami sebagai warga Panggung Lor sebagai warga Semarang hanya ingin pelayanan yang adil seperti kelurahan lain," tegasnya.
Pungutan iuran yang ditarik dari warga besarannya bervariasi antara Rp 6.500 sampai Rp 30.000, tergantung luasan rumah. Pungutan tetap dilakukan meski operasional pompa hanya insidentil saja.
"Kami minta pengelolaan ini dilakukan oleh Pemkot Semarang secara berkelanjutan sebagaimana Perwal Nomor 31 Tahun 2009," pintanya.
Saksi lagi, Ferdinand Aryanto menyampaikan, pernah menerima surat peringatan penyelesaian tunggakan tagihan dari P5L karena tak membayar iuran sejak Januari 2019. Ia enggan membayar karena sudah tidak ada banjir dan rob lagi.
"Saya tidak pernah dimintai izin untuk menjadi anggota P5L. Tapi tiba-tiba dikirimi tagihan atas tunggakan iuran. Makanya saya protes," katanya.
Sebenarnya, lanjutnya, ia tidak mempersoalkan jika ada iuran untuk operasional pompa. Hanya saja besaran iuran harus dibahas bersama oleh warga, tidak ditentukan sepihak oleh pengurus P5L.
"Tidak perlu ada P5L, kalau butuh BBM untuk operasional pompa, bisa dirembug, tidak dipaksakan seperti sekarang," tegasnya.
Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim PN Semarang kemudian menunda sidang dan akan melanjutkannya kembali pada pekan depan dengan agenda keterangan saksi lainnya. (Nal)