Corona Semarang
Okupansi RS Semarang di Atas 90 Persen, Dinkes Imbau Pasien Covid-19 Tak Bergejala Isolasi Mandiri
Peningkatan kasus Covid-19 di Kota Semarang berimbas pada tingginya okupansi rumah sakit rujukan
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Peningkatan kasus Covid-19 di Kota Semarang berimbas pada tingginya okupansi rumah sakit rujukan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Moh Abdul Hakam mengatakan, tingkat okupansi tempat tidur isolasi di rumah sakit rujukan Covid-19 sudah lebih dari 90 persen.
Pemerintah Kota Semarang pun telah membuka beberapa tempat isolasi terpusat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terpapar Covid-19. Bahkan, saat ini beberapa rumah sakit juga mendirikan tenda karantina.
"Iya (beberapa RS dirikan tenda karantina -red), tapi harapannya tidak dipakai. Saya sama Pak Wali juga baru saja membuka Miracle Healing Center (MHC) di POJ Marina. Mudah-mudahan per hari ini bisa beri layanan orang-orang yang karantina," papar Hakam, Jumat (25/6/2021).
Hakam menyebutkan, saat ini jumlah tempat isolasi yang tersedia di ibu kota Jawa Tengah ini ada 2.400 tempat tidur yang tersebar di sejumlah rumah sakit dan beberapa tempat karantina terpusat.
"Keterisian 85 persen. Kalau di RS saja keterisian lebih dari 90 persen. Kalau yang di karantina-karantina terpusat setiap hari kan banyak yang pulang," ujarnya.
Berdasarkan data pada laman siagacorona.semarangkota.go.id, hingga Jumat (25/6/2021) pukul 13.00, Covid-19 aktif sejumlah 2.052 pasien. Sebanyak 1.430 pasien merupakan warga Semarang dan 622 sisanya warga luar kota.
Hakam menyampaikan, Dinkes memprioritaskan pasien yang masuk tempat karantina adalah pasien bergejala. Sedangkan warga yang terkonfirmasi positif namun tidak bergejala, dia menyarankan untuk isolasi mandiri di rumah mengingat cukup banyak pasien bergejala yang membutuhkan pertolongan.
Pihaknya telah mengusulkan agar jogo tonggo kembali digalakkan. Di masing-masing RT, perlu ada tempat isolasi dan lumbung pangan. Tempat isolasi disediakan untuk warga yang terpapar, sedangkan lumbung pangan untuk membantu warga yang melakukan isolasi mandiri.
Dengan adanya tempat isolasi di setiap RT akan mempermudah monitoring petugas kesehatan terhadap warga yang terpapar.
"Kami tinggal cek, tidak door to door. Ngasih obat enak, monitoring enak. Kami bisa tahu pasien mana yang harus masuk rumdin atau karantina tempat lain. Kalau ini jalan, enak," ujarnya. (eyf)