OPINI

OPINI Satrio Wahono : Instrumen Investasi Menarik di Era Pandemi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Satrio Wahono

oleh Satrio Wahono
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila

GELOMBANG kedua pandemi tak luput pula menimpa Indonesia. Meski sebelumnya sudah ada alarm supaya Indonesia tidak mengalami nasib seperti India yang kelimpungan menghadapi serangan pandemi kedua di kuartal kedua 2021 lalu, kita nyatanya tetap terkena.

Sampai-sampai, pemerintah pusat harus mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 Juli hingga 20 Juli 2021, dan dilanjut PPKM Level 4 yang jelas memukul perekonomian kita.

Di sisi lain, jumlah orang yang bertambah kaya tampaknya juga meningkat. Misalnya saja, data menunjukkan bahwa jumlah dana pihak ketiga masyarakat year-on-year April 2021 (dibandingkan dengan April 2020) justru tumbuh 11,5 persen menjadi Rp6.558,0 triliun.

Ini adalah potensi menjanjikan bagi pemerintah untuk memperdalam pasar investasi sekaligus menghimpun dana untuk program-program penanggulangan pandemi.

Masyarakat dengan kenaikan DPK adalah sasaran menarik untuk diajak memindahkan dana dari deposito yang hanya menjanjikan LPS rate maksimal 4,25 persen ke instrumen investasi lain yang potensial mendatangkan imbal hasil lebih baik.

Setidaknya ada dua instrumen investasi yang menarik di era pemulihan pandemi. Pertama, obligasi. Sekarang dana paling minimal untuk berinvestasi pada obligasi hanyalah Rp 1 juta, sementara imbal hasil (yield) yang didapatkan dari kupon obligasi jelas berada di atas bunga deposito.

Kemudian, jika melihat rezim kebijakan suku bunga rendah otoritas moneter, ada kemungkinan terjadi lagi pemangkasan suku bunga acuan tahun ini. Sehingga, spread atau selisih antara bunga deposito dan kupon obligasi kian melebar, yang berujung pada meningkatnya nilai obligasi jika ditransaksikan pada pasar sekunder.

Pasar obligasi

Apabila masyarakat bergairah menginvestasikan dana ke pasar obligasi, pemerintah bisa memanfaatkan ini untuk menggalang dana lewat penerbitan saving bond retail (SBR).

Inilah jenis obligasi yang mengunci dana masyarakat dalam periode tertentu, umumnya berjangka pendek sekitar dua tahun, namun tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder.

Penguncian dana ini akan memberikan ruang lebih longgar bagi pemerintah untuk memanfaatkan dana yang dikumpulkan guna menangani efek pandemi.

Kedua, reksa dana pendapatan-tetap. Investasi pada instrumen ini bisa dilakukan dengan dana kecil mulai dari seribu rupiah.

Selain itu, investasi pada reksa dana pendapatan-tetap lebih minim risiko karena manajer investasi akan menaruh dana investasi ke beberapa surat utang dan obligasi, sehingga risikonya pun lebih tersebar.

Tom Lee, seorang pakar investasi Hong Kong, juga pernah berujar bahwa dalam situasi keterpurukan ekonomi, “stock no, mutual funds yes” (dalam Fahry Ali, Ekonomi Politik Indonesia, Intrans, 2018, hal.120).

Halaman
12

Berita Terkini