TRIBUNJATENG.COM - Ki Tepus ( Etlingera megalocheilos) sebutan bagi masyarakat Jepara pernah dilaporkan langka oleh Bakhuizen pada tahun 1968.
Namun kemudian keberadaannya dilaporkan telah meningkat dan statusnya pada tahun 2016 berubah menjadi least concern (LC).
Keluarga Zingiberaceae yang bongsor ini tersebar secara umum di sundaland, yaitu Malaysia, Singapore, Sumatra, jawa dan Kalimantan.
Namun pada tahun 2018 peneliti LIPI mencatat kehadirannya di CA Pangi Binagga, Sulawesi Tengah. Kehadiran tersebut menandakan bahwa sebenarnya spesies ini telah melewati perjuangan dalam distribusinya.
Kemampuannya beradaptasi pada rentang iklim yang luas terbukti cukup baik, sehingga spesies ini mampu beradaptasi pada lingkungan yang berbeda.
Peran para pihak yang membantu tersebarnya spesies ini tentu sangat beragam, bisa dari hewan maupun manusia bahkan angin pun.
Sebagaimana keluarga zingiberaceae lainnya spesies ini juga memunyai manfaat herbal. Masyarakat lokal mencatat tumbuhan ini mempunyai kegunaan secara turun menurun.
Manfaat
Ki Tepus, tumbuhan dari genus Etlingera memiliki kegunaan tradisional dan komersial yang beragam.
Dibandingkan dengan jahe-jahean lainnya, spesies Etlingera sebagian besar dapat dimakan, tetapi E. elatior (Jack) R.M. Sm atau Kecombrang mungkin satu-satunya Etlingera yang diketahui banyak dikonsumsi, terutama di Indonesia, Thailand dan Malaysia.
Aktivitas antibakteri minyak atsiri dievaluasi terhadap empat strain bakteri klinis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus sp., Streptococcus pyrogenes dan Salmonella enteritidis , menunjukan bahwa Ki Tepus menunjukkan kemampuan menghambat keempat bakteri yang diuji dengan nilai MIC (Minimum Inhibiting Concentration) kurang dari 10 g/mL.
Data antibakteri ini melengkapi laporan praktisi tradisional yang menggunakan minyak E. megaloceilos dan E. coccinea sebagai pembersih luka dan obat untuk infeksi telinga.
Infeksi bakteri Staphylococcus aureus pada kulit bisa menyebabkan bisul, impetigo, selulitis, dan staphylcoccal scalded skin syndrome (SSSS).
Biasanya infeksi bakteri ini pada kulit ditandai dengan kemerahan, bengkak, nyeri, dan adanya nanah pada luka.
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup.
Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit.
Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat (impetigo).
Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit.
Serangan dan perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah.
Sementara itu Salmonela enteritidis menyebabkan gastroenteritis, dengan diare sebagai salah satu gejala khasnya.
Morfologi
Herba, tumbuh berkelompok, tinggi dapat mencapai 8 m (leafy shoots). Rimpang panjang 1,5-25 cm. sedikit terbenam di tanah, berdiameter > 2 cm, berwarna krem coklat pucat, berbuku dengan jarak 6 cm.
Daun berwarna hijau, panjangnya dapat mencapai 50 cm, dengan jumlah daun hingga 26 daun, ligula panjangnya 15 mm , warna hijau kecoklatan. Tangkai daun 15-35 mm, kaku.
Lembaran daun ukuran 78 X 16 cm, berbentuk oblong, melebar di ditengah, tulang tengah warna hijau pekat, warna kepucatan bagian bawah. Daun muda kaku, dasar daun sisi, ujung runcing.
Kandungan Kimia
Menurut Wong et al (2011), Vairappan et al. (2012) dan Nagappan et al. (2017) dalam Trimanto dan Hapsari (2018) setidaknya ada 42 kandungan kimia yang terdapat dalam Ki Tepus, Diantaranya adalah (E)-methyl isoeugenol 37.7 %, Aromadendrene oxide 24.8 %, Elemicin 35.6 %, monoterpenes 28.6 %, sesquiterpenes 28.6 %, Sesquiterpene hydrocarbons 21.4 %, Terpineol oxide 13.0 %, β-pinene 30.4 %. Zat tersebut diekstraksi dari rimpang, daun maupun batang.
Ekologi
Secara umum Ki Tepus berkembang dengan baik pada habitat hutan tropis dengan ketinggian kurang dari 1000 mdpl, dengan Curah hujan tahunan kurleb 2.355 mm.
Namun, beberapa laporan menympaikan ia tumbuh dengan baik dan beradaptasi pada dataran rendah dibawah 300 mdpl dengan curah hujan tahunan 1.812,5 mm, meskipun Ki Tepus beberapa kali ditemui menjadi dominan pada hutan atau daerah yang terbuka penuh pada ketinggian 30 - 1300 mdpl.
Ki tepus Juga menyukai daerah lembab seperti tepi sungai, tepi sungai, dan tepi kolam alami.
Sebaran
Ki Tepus merupakan tumbuhan aseli dari India, Bangladesh, Burma, Cina, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Brunei, Papua Nugini, Queensland, dan beberapa Kepulauan Pasifik.
Sebagian besar kerabat Ki Tepus dekat dengan khatulistiwa antara permukaan laut dengan radius 2500 meter.
Sementara anggota genus ini (Etlingera) juga dilaporkan dinaturalisasi di tempat hangat lainnya (Hawaii, Puerto Rico, Trinidad, Amerika Tengah, Mauritius, dan pulau-pulau di Teluk Guinea.
Di Indonesia tercatat banyak ditemukan di wiayah sundaland yaitu Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Pati Barat, Ki Tepus dapat dijumpai di Cagar Alam (CA) Keling II/III di Kecamatan Keling dan CA Gn Celering di Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara.
Penulis
Budi Santoso
PEH Muda pada BKSDA Jateng
Kepala PHK Pati Barat
(*)