TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali muncul sebagai calon Gubernur DKI Jakarta 2024.
Dimunculkannya Ahok dalam isu Pilkada DKI Jakarta 2024 direspons oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan DKI Jakarta.
DPD memastikan keputusan untuk menentukan sosok bakal calon Gubernur DKI merupakan kewenangan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan.
“Perbincangan di internal ada (nama Ahok), tapi soal nama yang menetapkan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (Megawati Soekarnoputri). Itu belum melompat (sampai) ke sana,” kata Sekretaris DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Gembong Warsono pada Selasa (11/1/2022).
Gembong mengatakan, DPD akan memberikan catatan kritis kepada DPP untuk menetapkan sosok yang dinilai mumpuni menjadi calon pemimpin di Ibu Kota.
Jika calon itu terpilih dalam ajang Pilkada, diharapkan mampu mengeksekusi program-program yang dianggap mendesak bagi kepentingan masyarakat.
“Kami akan berikan masukan kepada DPP sebelum memutuskan, inilah persoalan di DKI Jakarta. Contoh di Jakarta sampai hari ini soal air bersih belum tunas, itu kan harusnya jadi skala prioritas bagi Gubernur yang akan datang,” ujar Gembong.
“Siapa yang paling cepat bisa eksekusi, ini yang sedang kami godok dan evaluasi untuk kemudian kami cari sosoknya,” kata Gembong yang juga menjadi Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta ini.
Hingga kini, kata Gembong, DPD masih menginventarisasi nama-nama kader yang memiliki kompetensi dan kredibilitas untuk memimpin Jakarta.
Gembong mengklaim, begitu banyak kader PDI Perjuangan yang berpengalaman memimpin daerah dari tingkat kota, kabupaten hingga provinsi.
“Prinsipnya soal nama nanti DPP yang menentukan, karena kewenangan ada di tangan DPP. Tapi DPD akan memberikan catatan kritis kepada DPP untuk bisa menetapkan orang yang cocok di Jakarta,” imbuhnya.
Secara hukum Ahok dimungkinkan untuk kembali mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada DKI 2024, walaupun berstatus mantan narapidana.
Hal ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019, bahwa seorang mantan narapidana memungkinkan mencalonkan diri sebagai gubernur, tetapi dengan syarat menunggu jeda waku lima tahun setelah melewati masa pidana penjara.
Putusan MK itu juga mewajiban mantan narapidana mengumumkan latar belakang dirinya sebagai mantan narapidana jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Baca juga: Bupati Tangerang Ahmed Zaki Siap Maju di Pilkada DKI, Ini Alasannya