Pendidikan

Ini Kisah Para Lansia yang Kembali ke Bangku Sekolah

Editor: sujarwo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

La Ode: Selama masih bisa belajar, ya belajar saja.

"Anda belajar banyak hal baru yang membuat Anda bersemangat dan memicu pemikiran, dan Anda menyadari bahwa banyak hal dari pengalaman Anda sangat berhubungan dengan dunia kontemporer. Bagi saya, rasanya saya 20 tahun lebih muda."

Mantan guru Bahasa Inggris ini bekerja dengan anak-anak dan ia memperhatikan, jika anak-anak terlibat dalam wawancara dan berbincang dengan orang-orang yang mereka ingin mempelajari sesuatu, hal luar biasa akan terjadi.

Di berkata, "murid-murid dan orang yang mereka wawancarai mengembangkan hubungan saling empati, mereka terkoneksi dan mulai melihat kehidupan dari perspektif satu sama lain."

Pengalaman itulah, kata dia, yang membuatnya berpikir untuk melanjutkan kuliah lagi.

Ibu dari empat anak ini telah memiliki cucu yang berusia paruh baya dan delapan cicit, yang berusia enam hingga 12 tahun.

"Anak-anak saya sangat mendukung - mereka merasa saya kembali sekolah adalah hal yang luar biasa. Salah satu putri saya sudah memiliki gelar PhD, jadi dia sangat membantu saya mengurus urusan kampus.

"Dan saya juga punya cucu yang juga PhD - dia membantu saya dengan metodologi riset dan mengakses materi dari internet.

"Semua ini sangat baru bagi saya, terakhir saya sekolah adalah pada 1979, itu pertama kali saya lulus kuliah."

Lois Kamenitz, 70 tahun, bertanya-tanya mengapa orang-orang yang berusia lanjut usia kembali ke bangku sekolah, maka dia memutuskan untuk melakukannya sendiri.

Tahun lalu, Lois menamatkan gelar doktor dari Universitas York di Kanada, di mana dia meneliti tentang pendidikan untuk siswa-siswa berusia lanjut usia.

Dia mempelajari perempuan berusia antara 50-60 tahun, dan menemukan banyak dari mereka memutuskan kembali kuliah sebagian karena universitas di Kanada memberikan potongan biaya kuliah untuk lansia.

Tapi bagi Lois, ada faktor lain yang memotivasinya.

"Saya orang pertama di keluarga saya yang bisa kuliah. Gagasan bahwa Anda bisa sukses menavigasi sistem pendidikan adalah hal baru untuk keluarga saya," ujarnya kepada BBC.

Sebagai putri imigran yang bekerja di pabrik, orang tua Lois tidak dalam posisi untuk mendukung ambisinya sekolah tinggi, namun kesempatan ini kemudian terbuka saat dia telah beranjak tua.

Lois mengingat kutipan kalimat psikiater dan psikoalalis Swis terkenal, Carl Jung, tentang pertanyaan yang harus dijawab oleh seseorang sepanjang hidupnya.

Di paruh pertama kehidupannya adalah "apa yang diinginkan dunia dari saya?" dan di paruh kedua, "apa yang ingin kita lakukan di separuh kedua kehidupan?"

"Perempuan-perempuan yang saya wawancara menjawabnya dengan sangat indah. Salah seorang berkata ini adalah saatnya dan ada banyak kewajiban yang sekarang sudah bisa disingkirkannya untuk bisa menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri."

Lois merasa, menjadi perempuan membuat kembali sekolah lebih berat baginya juga.

"Kehidupan dan lintasan karier seorang perempuan tidak linear karena hamil, mengurus anak, dan kewajiban keluarga. Saya berpikir, mungkin jika saya meriset perempuan-perempuan yang mengambil PhD di masa tua, saya akan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya sendiri."

Tujuan risetnya adalah, kata dia, mendobrak tabu yang mengatakan orang-orang tua tidak bisa dan seharusnya tidak kembali sekolah.

"Saya rasa ini mengalihkan pembicaraan dari konsep kemunduran di usia tua, menjadi kisah yang terus berlanjut di masa lansia," ujarnya. (BBC)

Berita Terkini