Berita Pendidikan

Subyantoro Sebut PJJ Bisa Jadi Pola Permanen di Dunia Pendidikan, Ini Penjelasan Lengkapnya

Penulis: amanda rizqyana
Editor: deni setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rektor Universitas Ngudi Waluyo, Prof Dr Subyantoro.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Fenomena tarik ulur kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di masa pandemi menjadi keprihatinan bagi para orangtua, pendidik, maupun peserta didik.

Tak hanya pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah dan tinggi pun demikian.

Prof Dr Subyantoro, Rektor Universitas Ngudi Waluyo (UNW) Kabupaten Semarang menyatakan, PJJ bisa menjadi pola pembelajaran masa datang, baik ada maupun tidak ada pandemi virus corona seperti saat ini.

Baca juga: Kronologi Kecelakaan Beruntun di Tol Jatingaleh Semarang, Pajero Terpental Keluar Jalur

Baca juga: Jumlah Pelanggar Lalu Lintas ETLE Jateng Ada 90.524 Orang, Terbanyak Kota Semarang

Baca juga: Hendi Menduga Covid-19 Varian Omicron Sudah Menyebar di Kota Semarang, Berikut Tanda-tandanya

Baca juga: Emak-emak Naik Mobil Brio Tabrak Tukang Bakso di Semarang, Pentol Bakso Berceceran di Jalan

Pola PJJ didukung dengan era digital dan teknologi seperti sekarang dimana ketersediaan perangkat dan jaringan tersedia.

Menurutnya, baik peserta didik, pendidik, orangtua, maupun masyarakat sudah terlanjur terbiasa dengan PJJ.

Situasi ini pun dia perkirakan akan berlangsung lebih lama dan mungkin bisa menjadi pola permanen.

Maka, kreativitas sangat dibutuhkan semua pihak dalam menyukseskan pembelajaran bagi peserta didik untuk memanfaatkan sumber daya yang mendukung pendidikan. 

"Hal yang harus diperhatikan dalam PJJ di masa pandemi ialah kesehatan dan psikologis anak-anak (peserta didik)," ujar Guru Besar Unnes Semarang ini kepada Tribunjateng.com, Jumat (4/2/2022).

Subyantoro pun meminta memerhatikan bersama pola PJJ yang dilaksanakan sejak Maret 2020 hingga saat ini.

Terdapat berbagai macam pola interaksi pendidik dan peserta didik.

Pola yang terbentuk karena PJJ ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kesiapan dan kecakapan guru dalam penguasaan teknologi informasi.

Hal itu sangat mempengaruhi pola interaksi hingga pencapaian kompetensi peserta didik.

"Pendidik yang menguasai teknologi informasi akan bisa mengelola kelas maya secara baik dan tetap mengedepankan interaksi antara peserta didik dan pendidik secara kondusif, bukan sekadar memberikan tugas," terangnya.

Terkadang, pemberian tugas pada peserta didik merupakan pengalihan tanggung jawab pendidikan dari pendidik pada orangtua.

Pola seperti itu merugikan siswa dan mempengaruhi motivasi belajar anak saat PJJ.

Keadaan orangtua yang tidak siap secara moral maupun intelektual menganggap PJJ sebagai beban.

Orangtua menjadi sangat emosional dalam menghadapi PJJ.

"Anak yang seharusnya menghadapi situasi pandemi sehat bugar, tapi karena banyaknya tugas tidak terorganisasi justru tumpang tindih dari satu guru dan guru lain menyebabkan siswa belajar hingga larut malam," tambahnya kepada Tribunjateng.com, Jumat (4/2/2022).

Berbicara tentang pendidikan tak hanya kompetensi maupun keterampilan, melainkan juga afeksi.

Imbas dari PJJ lainnya ialah tiadanya afeksi atau ungkapan emosional berupa rasa kasih sayang maupun welas asih yang berkurang akibat beban akademik yang besar.

Hal tersebut menjadi keprihatinan bersama juga merupakan tanggung jawab bersama.

Tanggung jawab ini pun bisa dibagi dengan pemberian afeksi oleh orangtua, pendidik yang mendampingi pengetahuannya, dan masyarakat yang mendampingi keterampilan peserta didik.

Meski demikian, sejumlah sekolah mampu memberikan pelayanan prima pada peserta didik dengan mengkreasikan model pembelajaran terintegrasi.

Model pembelajaran ini menggabungkan beberapa kompetensi besar dari beberapa mata pelajaran yang seharusnya menjadi tanggung jawab beberapa guru.

Model integratif sejenis sudah difasilitasi oleh pemerintah dalam Kurikulum Darurat.

"Dalam PJJ harus ditekankan bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab persekolahan dan peserta didik, namun pendidikan dikembalikan lagi pada hakikatnya yakni tanggung jawab Tripusat Pendidikan."

"Yakni memberdayakan sinergitas lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat itu sendiri," jelas Subyantoro.

Ia menambahkan, PJJ seharusnya menggembirakan di masa pandemi ini karena peran orang tua, masyarakat, dan dunia pendidikan bersatu padu berikan layanan pendidikan.

Maka tentunya bila ingin kembali ke hakikat pendidikan yang hakiki, orangtua tidak boleh mengeluh memasrahkan seluruhnya pada dunia pendidikan.

Orangtua seharusnya bertanggung jawab penuh pada pendidikan anaknya, justru persekolahan itu merupakan faktor pendukung dalam keberhasilan peserta didik.

"Tidak bisa mengingkari perubahan zaman di era digital saat ini kebetulan momen bersamaan dengan pandemi dan mari semua pihak bersatu menyukseskan PJJ," pungkasnya. (*)

Disclaimer Tribun Jateng

Bersama kita lawan virus corona.

Tribunjateng.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan.

Ingat pesan ibu, 5M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, selalu Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, mengurangi Mobilitas).

Baca juga: Sikap Cristiano Ronaldo Bikin Pusing Manchester United, Disebut Masih Angin-anginan

Baca juga: Ini Kiat Bali United Minimalisir Risiko Covid-19, Stefano Cugurra Larang Semua Pemain Keluyuran

Baca juga: Inilah Sosok Pengganti Zlatan Ibrahimovic, AC Milan Merayu AS Roma Demi Dapatkan Nicolo Zaniolo

Baca juga: Lawan Inter Milan, AC Milan Tak Diperkuar Zlatan Ibrahimovic

Berita Terkini