Berita Viral

20 Tahun Advokasi Kekerasan, Edwin Syok Kekejaman di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat: Paling Sadis

Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjara manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin.

TRIBUNJATENG.COM - Temuan terbaru di kerangkeng manusia milik  Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin

Penyiksaan yang dilakukan sungguh di luar batas kemanusiaan.

Penghuni, yakni manusia kerangkeng diperlukan lebih rendah dari hewan.

Pasalnya, kekejian yang dilakukannya sungguh sangat tak manusiawi dan merendahkan seorang manusia.

Bukan cuma kekerasan secara fisik yang diterima para korban, melainkan juga kekerasan mental dan psikologis.

Baca juga: Masih Bocil Sudah Kecanduan PSK, Ini Pengakuan 3 Siswa SD yang Mencuri Agar Bisa Open BO

Baca juga: 5 Titik Paling Rawan Kecelakaan di Semarang, Dijuluki Jalur Tengkorak, Setahun 146 Orang Tewas

Karenanya, tak sedikit korban kerangkeng mansusia di rumah Terbit yang kini mengalami stres.

Parahnya, dia juga melibatkan oknum TNI dan Polri dalam kasus penyiksaan ini.

Sederet kekejian Terbit terkuak berdasarkan hasil investigasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

Dari hasil investigas itu terkuak bahwa para korban kerangkeng manusia sampai dipaksa memakan nasi yang telah diludahi himgga meminum air seni alias air kencing.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, tindak pidana perdagangan orang hingga penistaan agama diduga melibatkan banyak pelaku mulai dari Terbit, pihak sipil, pegawai negeri sipil (PNS), hingga oknum anggota TNI-Polri.

Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin- Bupati Langkat Terbit Rencana terjaring dalam OTT KPK. Pada tahun 2021, Terbit Rencana ternyata masuk 10 kepala daerah terkaya di Indonesia. (kompas.com)

"Kami buat dua kategori, penganiayaan sedang dan berat. Ini semua korban, semua orang dalam kerangkeng itu mengalami kekerasan," kata Edwin di kantor LPSK, Rabu (9/3/2022).

Penganiayan ringan sampai berat

Penganiayaan ringan seperti ditampar, ditendang, dipaksa tidur beralas daun yang menyebabkan gatal, kepala diinjak, disiram air garam, hingga dibenamkan ke dalam kolam ikan.

Sementara penganiayaan berat mencakup dipukul menggunakan selang kompresor, kunci inggris, batu, balok, palu, tubuh diteteskan plastik yang dibakar, disundut rokok, disetrum.

"Ada korban cacat, banyak korban cacat. Ada jari tangan putus, dibakar didada. Jadi baja ringan dibakar kemudian ditempelkan ke dada. Jari dipukul pakai palu sampai terbelah jarinya," ujarnya.

Edwin bahkan menyebut apa yang terjadi di rumah Terbit itu adalah penyiksaan paling keji yang pernah ditanganinya.

"Sepanjang saya melakukan advokasi terhadap korban kekerasan selama kurang lebih 20 tahun saya belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini. Belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini," tutur Edwin.

Edwin mengatakan, pihaknya menemukan adanya tindak pidana meliputi penganiayaan, penyiksaan, perbudakan, sampai merendahkan martabat di kerangkeng Terbit Rencana.

Kemudian ada korban yang mengalami pincang karena kaki dilempar ganco, empat gigi tanggal empat, jari kaki kanan dan kiri cacat karena didudukkan pada kursi besi, kemaluan disundut rokok.

Akibatnya belasan korban mengalami gangguan jiwa, stres lantaran setiap hari disiksa, diperbudak sebagai buruh dengan jam kerja nyaris 24 jam, dan diberi makan tidak layak.

Penyiksaan juga mengakibatkan sejumlah korban meninggal, dan biadabnya ada jenazah yang dimandikan dengan air kolam ikan oleh 'pengurus' kerangkeng lalu dikafankan begitu saja.

Pernyataan Edwin sebagai pimpinan LPSK yang menangani perlindungan korban berbagai kasus tindak pidana, mulai pidana umum hingga terorisme atas kejinya kasus Langkat bukan tanpa sebab.

Penjara atau kerangkeng milik Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin ((HO))

Lebih rendah dari binatang

Perbuatan Terbit ke para manusia kerangkeng itu dirasa lebih rendah dari yang binatang lakukan sekalipun.

LPSK menemukan ada serangkaian perbuatan merendahkan martabat seperti dipaksa minum air kencing sendiri dan penghuni lain, hingga dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.

"Jadi kedua korban disuruh berhubungan (seks) dan direkam.

Dipaksa mengunyah cabai setengah kilogram. Sudah dikunyah lalu cabai itu dilumuri ke muka, kemudian dioles ke alat kelamin," lanjut dia.

Tak berhenti di situ, ada korban yang dipaksa menjilat kemaluan anjing, dipaksa melakukan lomba onani, makan nasi yang sudah diludahi.

Dalam hal ini LPSK mendapati kerangkeng dikelola ibarat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), di mana Terbit merupakan Ketua, Wakilnya berinisial DW, belasan pembina, dua orang Kepala Lapas.

Keamanan, bahkan ada sejumlah korban yang tidak ubahnya berperan sebagai tahanan pendamping (Tamping) pada Lapas resmi dengan tugas membantu 'mengelola' kerangkeng.

Tidak berhenti di penyiksaan fisik, Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan mengatakan tim LPSK menemukan kasus penistaan agama dialami para korban.

"Ada larangan melakukan Salat Jumat bagi (tahanan) Muslim dan Ibadah minggu bagi umat Kristiani. Kemudian larangan ibadah di hari besar.

Menyuguhkan makanan haram bagi umat Muslim," kata Ramdan.

LPSK juga mendapati ada tindak pidana pembunuhan pada kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit yang dialami tahanan, tercatat pada tahun 2021 dengan inisial korban ASG.

Lalu pada tahun 2019 dengan korban berinisial YD, dua korban tersebut hanya contoh atas kasus kerangkeng manusia yang hingga penanganan kasusnya belum jelas karena belum ada tersangka.

Keterlibatan Oknum TNI dan Polri

Sementara, Edwin mengatakan, berdasar investigasi pihaknya kini tercatat ada tujuh oknum anggota TNI dan lima anggota Polri yang terlibat dalam kasus kerangkeng tersebut.

Edwin memaparkan jelas peran para oknum aparat itu termasuk yang berpangkat perwira.

"Ada Letkol Inf (inisial) WS, Peltu SG, Serma R, Serka PT, Sertu LS, Sertu MFS, dan Serda S alias WN," kata Edwin di kantor LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).

Dari temuan LPSK Letkol Inf WS merupakan rekan bisnis Terbit, Peltu SG terlibat menganiaya penghuni kerangkeng, Serma S terlibat sebagai pengawas dan pengaman judi togel milik Terbit.

Sertu LS terlibat menganiaya penghuni kerangkeng yang kabur ketika tertangkap, Sertu MFS terlibat sebagai tim pemburu penghuni kerangkeng yang kabur, Serda WN terlibat menganiaya penghuni.

"Kalau menyangkut TNI kami sudah mendapat informasi dari pihak TNI bahwa sudah ada proses pemeriksaan (kepada oknum anggota yang diduga terlibat)," ujarnya.

Masih berdasar investigasi LPSK, Edwin menuturkan terdapat lima oknum anggota Polri yang diduga juga terlibat atas pelanggaran HAM pada kerangkeng manusia milik Terbit.

Yakni AKP HS yang berstatus sebagai saudara ipar Terbit, Aiptu RS dan Bripka NS terlibat sebagai ajudan, Briptu YS berperan menjemput penghuni kerangkeng yang kabur.

"Bripda ES menjemput penghuni kerangkeng dan melakukan penganiayaan. Kami belum mendapat informasi apakah sudah dilakukan proses pemeriksaan terhadap anggota Polri ini atau belum," tuturnya.

Dari hasil investigasi LPSK juga menemukan serangkaian bentuk penganiayaan terhadap para penghuni kerangkeng, seperti perbudakan, penganiayaan.

Seluruh rangkaian tindak pidana ini melibatkan banyak pelaku, mulai dari pihak sipil yang mengelola kerangkeng, pegawai negeri sipil (PNS), hingga oknum anggota TNI-Polri. (*)

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul 'Paksa Makan Nasi Diludahi, Minumnya Air Seni', Sederet Penyiksaan Bupati Langkat Lebihi Binatang

Berita Terkini