TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax belum akan dilakukan dalam waktu dekat ini, meski harga keekonomiannya akibat dampak lonjakan harga minyak dunia sudah cukup tinggi.
Seperti diketahui, tren harga minyak mentah dunia yang berada di atas level 110 dollar AS/barel dan harga minyak mentah Indonesia atau ICP sebesar 114 dollar AS/barel berdampak pada harga produk BBM.
Kementerian ESDM menyebut, melambungnya harga minyak mentah membuat harga keekonomian BBM non-subsidi dengan kadar oktan (RON) 92 atau Pertamax mencapai sekitar Rp 14.500/liter, sementara harganya saat ini masih di kisaran Rp 9.000/liter.
Meski demikian, Arifin memastikan belum ada rencana penyesuaian harga Pertamax.
"Belum (kenaikan-Red)," katanya, kepada awak media di Yogyakarta, Rabu (23/3).
Menurut dia, untuk saat ini pemerintah dan PT Pertamina (Persero) masih terus memantau pergerakan harga minyak dunia.
"Tergantung harga minyak internasional, kami jaga stabilitas dulu," ujarnya.
Selain itu, Arifin menuturkan, pemerintah juga sudah melakukan koordinasi dengan negara-negara penghasil minyak dunia untuk menjamin pasokan serta stabilitas harga di pasaran.
Di saat bersamaan, kondisi geopolitik Rusia-Ukraina diharapkan dapat segera membaik. Pasalnya, ketegangan yang terjadi diakui berimbas pada kenaikan harga komoditas, termasuk energi.
"Kami harapkan ketegangan geopolitik bisa segera diredam, dan menyetabilkan harga-harga energi dan harga komoditas ke depan. Mudah-mudahan nggak lama," ucapnya.
Adapun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat memberikan sinyal kenaikan harga Pertamax, menyusul lonjakan harga minyak mentah dunia.
"Pertamax bisa saja terkena imbas kenaikan harga minyak dunia, karena termasuk BBM nonsubsidi, dan dikonsumsi masyarakat golongan atas," tuturnya, dalam diskusi virtual, Selasa (22/3).
Menurut Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, berdasarkan informasi Kementerian ESDM, harga keekonomian Pertamax saat ini sudah mencapai Rp 14.500/liter. Tapi, Pertamina masih menjualnya Rp 9.000 per liter.
Dengan harga jual saat ini, secara tidak langsung Pertamina memberi subsidi Pertamax. Ini jelas artinya, Pertamina juga menyubsidi pemilik mobil mewah yang memakai Pertamax.
"Sudah saatnya dihitung ulang, berapa sebenarnya harga yang layak diberikan Pertamina untuk Pertamax yang dikonsumsi mobil-mobil mewah," ujarnya, kepada awak media, Selasa (22/3).
Arya menyatakan, kenaikan harga Pertamax juga sebagai upaya menciptakan keadilan bagi semua pihak. Selain itu, saat ini harga jual BBM sekelas Pertamax di Asia Tenggara juga mengalami kenaikan.
"Jadi saat ini, cukuplah, harusnya kita mulai menghitung ulang, jangan sampai Pertamina menyubsidi juga mobil-mobil mewah yang memanfaatkan Pertamax," imbuhnya.
Mengutip Globalpetrolprices 14 Maret 2022, harga BBM nonsubsidi di Indonesia paling murah di Asia Tenggara. Di Singapura misalnya, harga BBM nonsubsidi dengan kadar oktan tinggi sebesar Rp 30.800/liter, Thailand Rp 20.300/liter, Laos Rp 23.300/liter, Filipina Rp 18.900/liter, Vietnam Rp 19.000/liter, Kamboja Rp 16.600/liter, dan Myanmar Rp 16.600/liter.
Sebelumnya, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyebutkan, pihaknya masih terus mengkaji perubahan harga Pertamax.
"Masih kami review dan koordinasi dengan stakeholder," tukasnya, Senin (21/3).
Tidak masalah
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, harga BBM nonsubsidi sudah seharusnya mengikuti harga pasar, mengingat pengguna BBM nonsubsidi adalah kalangan mampu, sehingga kenaikan harganya tidak terlalu masalah, karena mereka memiliki daya beli kuat.
Apalagi setelah pandemi covid-19, menurut dia, daya beli antara kelompok masyarakat atas dan bawah makin melebar.
“Penaikan harga BBM nonsubsidi juga tidak akan mengganggu indikator ekonomi makro,” ujarnya, dalam keterangannya, Senin (21/3).
Menurut dia, bila dilihat dari porporsi penggunaannya, BBM nonsubsidi tidak besar. Paling banyak penggunaannya dan subsidi terutama adalah Pertalite, kendati BBM dengan kadar oktan 90 ini tidak termasuk dalam BBM Penugasan.
“Inflasi BBM itu dipengaruhi terutama dari konsumsi Pertalite yang penggunaan lebih banyak dan mempengaruhi juga ke harga lain, terutama sembako. Kalau Pertamax beda. Distribusi barang kan tidak pakai BBM Pertamax,” ujarnya.
Faisal setuju jika BBM RON 92 ke atas tidak perlu disubsidi agar mengurangi beban pemerintah. Apalagi pada 2022, Pertamina sudah menaikkan harga BBM nonsubsidi yang kadar oktannya di atas Pertamax, seperti Pertamax Turba, Pertadex, dan Dexlite. (Tribunnews/Tribun Jateng Cetak)