Oleh Prof. DR Masrukhi, MPd.
Rektor Univ. Muhammadiyah Semarang
DALAM sebuah perjumpaan, sahabat saya Habib Hasan Toha, tokoh yang tidak asing bagi masyarakat Semarang, pernah bercerita.
Orang Islam boleh kaya, boleh menjabat, boleh tenar, akan tetapi kekayaan, jabatan, dan ketenaran itu hendaknya hanya ditempatkan di tangan, jangan di hati. Hanya iman lah yang berhak ditempatkan di dalam hati.
Sejenak saya renungkan, ungkapan ini sungguh mendalam maknanya. Harta yang ditempatkan di tangan akan menjadikan seseorang untuk mudah memberi, bersedekah, menginfakkan, dan sebagainya. Jika suatu saat harta itu lepas dari dirinya, habis semuanya, dia tidak akan sakit hati.
Berbeda jika harta itu ditempatkan di hati, maka akan menganggap bahwa harta itu milik hakiki dirinya, dinikmatinya dengan penuh kebanggaan, dan enggan rasanya untuk memberi, bersedekah, menginfakkan, dan sebagainya. Jika suatu saat harta itu habis, dia akan merasa kehilangan besar dan sakit hati. Tidak jarang orang merasa stres ketika harta yang dimilikinya lenyap.
Demikian juga dengan jabatan dan nama populer. Saya menjadi ingat, ada seorang penyanyi pop terkenal di era tahun 1970, bernama Stephen Demetre Georgiou, yang kemudian lebih dikenal sebagai Cat Stevens, merasakan kegalauan di puncak ketenarannya, merasakan kesepian di puncak karirnya.
Hampa
Dia yang lahir dari keluarga sosialita Inggris yang cukup mapan, sejak kecil sudah bergelut dengan dunia panggung hiburan.
Lingkungan sosialnyanya kemudian membentuk pola fikir bahwa untuk mencapai kebahagiaan, dua hal harus diraih terlebih dahulu yaitu ketenaran dan kesuksesan, karena kedua hal inilah yang akan mengundang berlimpahnya kekayaan.
Dengan perjuangannya yang gigih, cita-cita masa remajanya benar-benar terwujud. Saat itu di tahun 1970an dia sudah menjadi sosok yang tenar, sukses, dan kaya raya.
Hal ini berkat lagu-lagu yang dibawakannya seperti Morning Has Broken, Peace Train, dan lainnya menjadi bomming dan digemari masyarakat dunia.
Konon albumnya sempat terjual mencapai 40 juta copy, sebuah penjualan yang luar biasa waktu itu. Menjadilah Cat Stevens seorang yang kaya raya, hidup dalam kemewahan, apa pun keinginannya akan mudah terpenuhi.
Akan tetapi dalam kondisi kehidupan Stevens yang demikian terjadilah anti klimaksnya.
Dia tidak merasakan kebahagiaan, oleh karena sejak memasuki masa kesuksesannya itu mulailah dia memasuki dunia narkoba dan obat-obat terlarang, mabuk-mabukan, serta kehidupan malam yang liar.
Semakin dia mencari kebahagiaan di tengah kesuksesannya, semakin dia terpuruk kehidupannya. Berbagai penyakit menghinggapi tubuhnya yang mulai kurus kering. Hingga suatu saat kemudian rumah sakit di mana dia dirawat, memvonis bahwa Stevens ini menderita penyakit tuberculosis yang sangat berbahaya.