Oleh DR Muhammad Junaidi SHI MH
Wakil Rektor III USM
PADA prinsipnya tugas pemerintah bukanlah membentuk hukum, akan tetapi tugas pemerintah adalan memformulasikan nilai-nilai yang diakui dan berkembang dalam masyarakat menjadi hukum.
Salah satu nilai yang diakui dan berkembang dalam masyarakat adalah nilai-nilai ajaran agama Islam.
Ajaran agama Islam merupakan sebuah nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar warga negara Indonesia, walhasil eksistensinya dalam hukum nasional sangat tepat untuk diakui bahkan telah diformulasikan dalam hukum nasional kita saat ini.
Diantaranya nilai-nilai Islam yang telah diformulasikan adalah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Waqaf, Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Halal, dan bahkan yang popular saat ini adalah Undang-Undang 18 tahun 2019 tentang Pondok Pesantren.
Keberadaan berbagai macam Produk hukum tersebut sangatlah berdampak positif, bukan hanya saja bagi umat Islam, akan tetapi juga warga negara Indonesia secara umum yang diantaranya termasuk umat beragama lain selain agama Islam.
Pemanfaatan produk hukum tersebut dapat kita lihat dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Halal, yang tidak hanya perusahaan yang dimiliki oleh orang muslim saja yang melakukan sertifikasi halal.
Bahkan, perusahaan yang dikuasai atau dimiliki oleh warga negara Indonesia yang beragama non Islam sekalipun mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat halal dan mendapatkan manfaat dari nilai jual kehalalan produknya tersebut.
Peran Parpol
Dalam proses melakukan formulasi nilai-nilai Islam, tentunya peranan partai politik menjadi sangatlah penting. Partai politik yang melahirkan wakil-wakil rakyat baik di Lembaga dewan perwakilan rakyat republic Indonesia, dewan perwakilan rakyat daerah provinsi maupun dewan perwakilan rakyat kabupaten/kota menjadi salah satu institusi yang bertanggung jawab dan atau bertugas dalam memformulasikan produk hukum tersebut.
Peranan selain partai politik melalui institusionalisasi Lembaga legislative juga diperankan oleh Lembaga eksekutif baik yang dilakukan oleh presiden dan para bawahannya termasuk kepala daerah.
Baik eksekutif dan legilatif dalam bertugas untuk memformulasikan nilai-nilai yang diakui dan berkembang dalam masyarakat menjadi hukum nasional merupakan tugas dan tanggung jawab yang wajib dijalankan sebagaimana perintah dalam beberapa pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Disinilah perlu diluruskan bahwa dimaksud dengan hukum bukanlah hanya peraturan tertulis. Peraturan tertulis sebenarnya merupakan suatu bentuk nilai-nilai hetereronom atau nilai yang ada dalam masyarakat yang telah diundangkan oleh pejabat yang berwenang untuk dilaksanakan secara konsisten yang acapkali dalam penulisan kaidahnya disertai dengan sanksi.
Peraturan perundang-undangan dapat dikatakan hukum apabila telah terdapat kesapakatan bahwa peraturan tersebut disepakati untuk dijalankan pada saat di dalam maupun di luar pengadilan.
Sifat makna disepakai tentunya perangkat bahwa hukum sebenarnya sebuah kaidah-kaidah yang disepakati untuk dijalankan sebagaimana mestinya dalam suatu system masyarakat dan/atau negara.
Oleh karenanya tidaklah tepat jika peraturan perundang-undangan pada saat disahkan sebagai hasil ikhtiar dari proses adopsi nilai-nilai yang diakui dan dihormati dalam masyarakat akan tetapi bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat ketika penerapan peraturan perundang-undangan tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka akan terjadi ketimpangan pemerintahan dalam menjalankan kesepakatan untuk menjalankan prinsip negara hukum.
Berangkat dari hal di atas sudah selayaknya tidak lagi ada pikiran-pikiran untuk tidak setuju dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Mengingat norma dasar dan atau fundamental negara tersebut sangatlah memberikan ruang bagi nilai-nilai Islam untuk diterapkan melalui formulasi nilai-nilai Islam ke dalam peraturan perundang-undangan.
Formulasi nilai-nilai Islam ke dalam peraturan perundang-undangan yang dimaksud tentunya ditempuh melalui proses legislasi yang dijalankan peranannya oleh Lembaga legislative dan eksekutif utamanya. (*)