TRIBUNJATENG.COM, JENEWA - Tidak seperti upaya banyak negara dalam merespons virus corona (covid-19), para pejabat kesehatan masyarakat saat ini tidak mempertimbangkan program kampanye vaksinasi massal untuk Monkeypox.
"Saat ini, risiko Monkeypox bagi masyarakat umum tidak cukup tinggi untuk menjamin perlunya upaya vaksinasi massal, mengingat efek samping dan masalah ketersediaan," kata Direktur Ancaman yang muncul dan Keamanan Kesehatan Global di Foundation for Innovative, Daniel Bausch, di Jenewa, Swiss.
Kendati demikian, jika virus mulai menyebar di populasi yang rentan, seperti wanita hamil atau anak-anak, atau jika ternyata memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dari yang diperkirakan, maka perhitungan risiko dan manfaat itu bisa berubah.
Sepanjang tahun ini, tidak ada kematian yang dilaporkan akibat Monkeypox di luar Afrika, namun, 4,7 persen orang yang terjangkit Monkeypox di 7 negara di Afrika Barat dan Tengah pada 2022 telah meninggal.
"Hal ini membuat diskusi tentang kampanye vaksinasi cincin atau bahkan lebih luas di negara-negara non-Afrika sangat penting bagi para peneliti di Afrika yang telah memerangi wabah Monkeypox selama beberapa dekade," kata Kepala Pusat Pengendalian Penyakit Nigeria, Ifedayo Adetifa di Abuja.
Sementara itu, negara-negara anggota WHO telah menjanjikan lebih dari 31 juta dosis vaksin cacar kepada lembaga tersebut untuk digunakan dalam keadaan darurat cacar, namun dosis ini tidak pernah digunakan untuk melawan Monkeypox di Afrika.
Meski demikian, WHO sebenarnya mulai mempertimbangkan penggunaan vaksin untuk mengatasi wabah monkeypox, menyusul jumlah kasus di dunia yang sudah lebih dari 1.000.
Menurut penelitian, vaksin yang digunakan sebenarnya dirancang untuk melawan cacar yang diketahui lebih berbahaya dan telah dibasmi dari dunia pada 1980. Namun, vaksin ini kini diklaim dapat berfungsi untuk melindungi dari Monkeypox.
Pejabat senior WHO, Sylvie Briand pun menyampaikan bahwa saat ini lembaga tersebut tengah menilai potensi vaksin terhadap cacar, dan sedang menghubungi produsen serta negara-negara yang sebelumnya telah menjanjikan vaksin ini.
Sejumlah negara, termasuk Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) telah mulai menerapkan strategi yang disebut 'vaksinasi cincin' untuk mencoba menghentikan penyebaran virus.
Ini melibatkan pemberian vaksin cacar yang dianggap efektif melawan Monkeypox, karena virusnya terkait dengan orang-orang yang diketahui telah terpapar melalui kontak erat dengan orang yang terinfeksi.
"Namun ada yang tidak diketahui, meskipun vaksin dianggap aman dan efektif untuk digunakan pada orang dengan infeksi cacar, vaksin tersebut memiliki pengujian terbatas terhadap Monkeypox," kata Natalie Dean, ahli Biostatistik di Emory University di Atlanta, Georgia, AS.
Strategi ini juga bergantung pada pelacakan kontak yang sangat ketat, yang mungkin tidak diterapkan di setiap negara. "Dan orang-orang juga harus setuju untuk disuntik dengan vaksin yang dapat membawa efek samping yang jarang, namun serius," ucap Dean.
Ia menjelaskan bahwa vaksinasi cincin dapat menjadi alat yang ampuh. Namun, agar program ini berlangsung efektif, maka perlu digunakan lebih awal, sementara jumlah kasus saat ini masih dapat dikelola.
"Saat jumlahnya bertambah, dan anda memikirkan jumlah kontak yang dimiliki setiap individu, logistik menjadi lebih rumit," papar Dean.
Ia menambahkan bahwa ada jendela peluang yang menyempit untuk mencegah virus itu mendapatkan pijakan yang lebih permanen pada manusia atau populasi hewan di negara-negara di mana wabah global terjadi. (Tribunnews)