Ia pun mengalihkan kebosanannya ke media sosial.
Di dunia maya, Dhania berselancar di Facebook, hingga Tumblr yang berisi catatan harian muhajirin di Suriah.
"Di Tumblr ada beberapa akun yang saya ikuti, misalnya Diary of Muhajirah dan Al-Muhajirat.
Isinya tentang cerita kehidupan di wilayah ISIS yang begitu indah dan menyenangkan," tuturnya wanita berjilbab itu.
Pendidikan gratis, fasilitas kesehatan gratis, kehidupan yang adil, juga termuat dalam akun media sosial yang ia ikuti.
"Kalau digambarkan, di sana adalah tempat penuh berkah, hal itu membuat saya langsung percaya," ucapnya.
Namun, saat Dhania hijrah dan menjalani hidup di Suriah bersama keluarganya, ia menyaksikan hal berbeda.
"Saya baru sadar hal itu hanya propaganda yang disebarkan di medsos, pendidikan gratis hingga hidup Islami di wilayah ISIS hanya kebohongan.
Untuk itu kami memutuskan kabur, dan bersyukur bisa dievakuasi ke Indonesia lagi," ujarnya.
Dari pengalaman panjangnya, wanita kelahiran Jakarta 1998 itu, berpesan kaum milenial agar tak mudah percaya informasi yang disebar di media sosial.
"Jika menemui informasi apapun, wajib diteliti kembali dari sumber yang lain atau orang yang lebih paham. Karena media sosial sering kali digunakan ekstremis untuk membajak agama demi kepentingan kelompok mereka sendiri," kata wanita yang pernah manjadi bagian dari 18 WNI yang dievakuasi di perbatasan Suriah pada 2017 itu.
Retrunis ISIS tersebut kini aktif dalam berbagai kegiatan kontra kekerasan, dan selalu menyuarakan perdamaian.
Yang terbaru, Dahnia jadi pemeran utama film dokumenter berjudul Seeking The Imam, karya Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP).
Guna menggelorakan anti radikalisme, film tersebut diputar di sejumlah sekolah tingkat SMA di beberapa daerah, dan beberapa waktu lalu film Seeking The Imam juga diputar di SMA 1 Batik Solo. (*)