Opini

Opini Tasroh, SS, MPA, MSc: Dicari Koperasi Agresif Investasi

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Opini Ditulis Oleh Tasroh, SS, MPA, MSc (ASN di Dinakerkop UKM Banyumas)

Opini Ditulis Oleh Tasroh, SS, MPA, MSc (ASN di Dinakerkop UKM Banyumas)

TRIBUNJATENG.COM - PERINGATAN Hari Koperasi Tingkat Nasional akan digelar tanggal 12 Juli 2022 di Bali. Hal ini sebagai momentum yang tepat untuk merefleksikan pembangunan bidang koperasi di Indonesia yang lebih agresif.

Terminologi "agresif" kembali diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di suatu kesempatan di tengah-tengah kunjungan misi perdamaian di Ukraina beberapa waktu yang lalu, merespon kinerja pembangunan Koperasi yang belakangan seperti hilang di telan waktu.

Presiden Jokowi memang mengapresiasi berbagai langkah jajaran pengelola koperasi nasional yang telah berkontribusi pada berbagai agenda pembangunan ekonomi nasional, khususnya perannya dalam menggerakkan ekonomi rakyat di berbagai daerah. Berkat koperasi yang sudah tersebar luas di 35 ribu lokasi di berbagai daerah, ekonomi rakyat di tingkat akar rumput bisa bergeliat, khususnya untuk sekedar memenuhi hajat hidup sehari-hari.

Dana simpan pinjam dari ribuan koperasi per Juni 2022 konon ditaksir mencapai Rp 178 triliun. Angka yang tidak sedikit untuk kapasitas sumber daya koperasi di Indonesia yang tergolong belum begitu baik dalam hal tata kelolanya.

Terkait dengan lalu lintas simpan pinjam yang hanya merupakan salah satu produk layanan koperasi yang paling "tajir" dan diminati oleh sebagian besar anggota koperasi sejatinya bisa dipacu lebih agresif untuk seluas-luasnya diterapkembangkan dalam landscape investasi yakni pemanfaatan dana-dana "tidur" bersumber dari pendapatan koperasi untuk didayagunakan dalam menggerakkan potensi ekonomi dan investasi yang memiliki potensi pendapatan dan keuntungan tanpa batas. Sekaligus mampu menyerap tenaga kerja yang lebih massif.

Sebagai informasi, data dari Kementerian Koperasi dan UKM (2021) menunjukkan fakta yang potensial yakni koperasi selama ini mampu menyerap tenaga kerja mencapai 4,8 juta pekerja, yang berarti telah menghidupi banyak rakyat/warga yang membutuhkan pekerjaan.

Dana Tidur

Potensi ekonomi dan investasi koperasi di Indonesia seperti hasil Kajian Lembaga Pengkajian Kebijakan Publik UGM (2021), selama ini sejatinya sangat besar. Bahkan hasil kajian UGM tersebut, menaksir bahwa terdapat potensi "dana tidur" yang selama ini hanya dimanfaatkan untuk sekedar memenuhi urusan perut (baca sekedar untuk keperluan harian--red), yang mencapai Rp 25 triliun per bulan dari sekitar 5 ribu aktivitas bisnis koperasi yang berjalan selama ini. Padahal jika manajemen koperasi bervisi ke depan, potensi ekonomi dan bisnis koperasi di Indonesia bisa diarahkan untuk dimensi investasi bisa tiga kali lipat potensi keuntungan yang bisa diperoleh.

Sayangnya, "potensi" investasi Koperasi di Indonesia masih impoten karena berbagai faktor yang umumnya adalah kegagalan tata kelola koperasi dalam mewujudkan visi-misi koperasi secara keseluruhan. Yakni sebagaimana mandat UUD 1945 dimana koperasi merupakan salah satu "soko guru" perekonomian nasional menuju Indonesia yang mandiri, adil dan makmur.

Pertanyaanya adalah mengapa koperasi di Indonesia seperti disebut banyak pihak masih berbisnis "ala kadarnya"? Karena kurang agresif dalam mengembangberdayakan potensi investasi koperasi selama ini? Apa strategi yang bisa diterapkembangkan agar koperasi di Indonesia bisa lebih agresif menggapai investasi yang lebih luas di masa datang?

Penyakit Turunan

Kinerja bisnis koperasi di Indonesia yang dapat disebut "hidup segan mati tak mau" (meminjam istilah pakar Ekonomi Didik J Racbani), lantaran masih bercokolnya "budaya bisnis" turunan yaitu kegiatan bisnis koperasi hanyalah hasil kerjaan turun-temurun para pengurus/pengelolanya sehingga untuk dan atas nama asas Koperasi "gotong-royong dan kekeluargaan" dimaknai secara kontra produktif yakni dengan hanya mempekerjakan pengurus/pengelola dengan asal-usul nenek moyang terdahulu.

Diketahui 90 persen pengurus/pengelola koperasi, pegawainya /jajaran manajemennya adalah SDM titipan/pesanan dengan karakter "mengikuti pendahulunya" baik dalam gaya kepemimpinan, visi-misi bisnis dan juga dalam hal strategi mencapai pendapatan (profit motif) yang turun-temurun. Inilah budaya bisnis yang menghambat sekaligus menjadi "biang kerok" laju investasi koperasi yang amat lembek.

Atas nama "paseduluran-kekeluargaan" untuk menjadi pengelola/pengurus jika tidak "nenek moyang"nya yang pernah bekerja/berjasa di suatu koperasi, maka mustahil bisa turut berkontribusi bekerja di koperasi tersebut. Nilai-nilai kekeluargaan yang jadi asas koperasi secara turun-temurun pula "diplintir" sehingga menjadikan gerak langkah koperasi gamang, dan akhirnya berbisnis "ala kadarnya".

Halaman
123

Berita Terkini