TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA – Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Republik Indonesia gelar Dialog Publik Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Kegiatan ini dilakukan secara daring lewat zoom meating serta disiarkan langsung lewat YouTube channel Kemenko Polhukam dan luring di Hotel Shangri-la Kota Surabaya Jawa Timur pada Rabu (7/9/2022).
Serta diikuti peserta dari tiga Provinsi yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta.
Narasumber Dialog Publik RUU KUHP ini terdiri dari Topo Santoso, Yenti Ganarsih dan Pujiyono.
Menko Polhukam, Mahfud MD dalam sambutannya menyampaikan pembentukan KUHP Nasional merupakan salah satu politik hukum yang pertama yang diperintahkan untuk dibuat Negara Republik Indonesia.
“Di dalam aturan peralihan Pasal 2 UUD 1945 disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 digariskan bahwa semua lembaga dan peraturan kolonial yang masih berlaku maka tetap berlaku sepanjang belum dibentuk yang baru, artinya jika kita menyatakan kemerdekaan pada saat itu sudah ada perintah konstitusi agar hukum-hukum yang berlaku sejak jaman kolonial Belanda segera diganti dengan hukum yang baru dan yang lama hanya boleh berlaku sampai dibentuk hukum yang baru tersebut,” kata Mahfud MD kepada Tribunjateng.com, Kamis (8/9/2022).
Menurutnya KUHP harus diganti karena hukum adalah pelayan masyarakat dimana hukum itu berlaku.
“Dimana ada masyarakat disana ada hukumnya yang sesuai dengan ideologi, pandangan dan kesadaran hukum di masyarakat,” jelasnya.
“Hukum adalah pelayan masyarakatnya sehingga harus memuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat dimana hukum itu berlaku,” imbuhnya.
Dirinya menambahkan jika masyarakat berubah maka hukum juga ikut berubah.
“Agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kesadaran masyarakat yang dilayani, oleh karena masyarakat Indonesia sekarang sudah berubah dari masyarakat kolonial menjadi nasional maka hukum kolonial harus diganti dengan hukum nasional Indonesia,” paparnya.
Dalam kegiatan ini membahas tiga tema besar yakni substansi 14 isu krusial dalam RUU KUHP, pembaharuan hukum pidana di Indonesia melalui perubahan KUHP dan keunggulan RUU KUHP.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso dalam paparannya menjelaskan bahwa RUU KUHP ini merupakan cita-cita sejawat kemerdekaan.
Perubahan yang sangat penting dari penggantinya nanti KUHP ini.
“Banyak KUHP terjemahan dari berbagai sumber, bukan hanya beda di terjemahan kata bahkan ada sebagian profesor menghilangkan sebagian pasal karena dianggap sudah tidak sesuai dengan alat kemerdekaan, yang lain masih mempertahankan karena berpendapat belum ada Undang-Undang yang menggantinya,” kata Topo.