TRIBUNJATENG.COM, TEGAL - Permasalahan intimidasi dan tidak terpenuhinya hak para anak buah kapal (ABK) di kapal perikanan masih menjadi isu santer di Pantura bagian barat Jawa Tengah.
Seperti di Kabupaten Brebes, Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Pemalang.
Kasus tersebut masih kerap dialami oleh ABK, baik yang ikut di kapal perikanan domestik maupun asing.
Permasalahan itu menjadi pembahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan SAFE Seas Project di Hotel Premebiz Tegal, Selasa (20/9/2022).
SAFE Seas Project adalah progam dari Yayasan Plan International Indonesia.
Program tersebut bertujuan untuk memerangi kerja paksa dan perdagangan orang di kapal perikanan.
Kegiatan FGD itu diikuti Kader Perlindungan Awak Kapal Perikanan (PAKP) dari lima desa nelayan binaan SAFE Seas Project.
Meliputi Desa Kluwut di Kabupaten Brebes, Desa Kramat, Bongkok dan Munjungagung di Kabupaten Tegal, dan Kelurahan Sugihwaras di Kabupaten Pemalang.
Hadir juga perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari Tegal, Tuti Suprianti.
Kader PAKP Desa Bongkok, Shopan mengatakan, isu yang dialami oleh para ABK sebetulnya sangat banyak.
Antara lain tidak dimasukkannya dalam jaminan sosial, hingga tidak adanya keterbukaan dalam pembagian hasil kerja.
Tetapi yang ingin ditekankan olehnya adalah penyebab para ABK tidak berani terbuka tentang hak yang didapatkan.
"Pengamatan saya dan hasil survei, mereka merasa takut jika terbuka. Ketika mereka menyampaikan permasalahannya, maka banyak intimidasi. Seperti mereka diancam agar tidak diikutkan kerja lagi," katanya.
Shopan berharap, pemerintah bisa hadir untuk menjamin dan membuat para ABK merasa aman dan tidak takut.
Ia sangat mendukung program SAFE Seas Project yang membentuk kader binaan di kampung nelayan.