Berita Nasional

Arief Yakin Kedelai Surplus sampai Akhir Tahun, Tapi Impor Terganggu Gejolak Kurs Rupiah

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kedelai di Gudang PRIMKOPTI Kudus - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) mengeklaim stok kedelai di Indonesia nasional masih bisa surplus hingga akhir Desember 2022.

TRIBUNJATENG.COM , JAKARTA - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) mengeklaim stok kedelai di Indonesia nasional masih bisa surplus hingga akhir Desember 2022.

Saat ini, Badan Pangan Nasional telah menunjuk beberapa pihak untuk melakukan importasi kedelai dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Hanya saja, impor kedelai ini terkendala gejolak kurs rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

Adapun, harga kedelai per bushel atau per gantang di pasar global pada akhir pekan lalu berada di kisaran 13,88 dollar AS. Artinya, harga per kilogram (kg) sekitar 0,51 dollar AS, dengan asumsi per bushel sebesar 27,2 kg.

Menggunakan kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp 15.600/kg, maka harga kedelai setara dengan Rp 7.959/kg. Sementara, harga kedelai di pasaran dalam negeri saat ini sudah mencapai Rp 14.000/kg, bahkan di sejumlah daerah tercatat di atas Rp 15.000/kg.

Lonjakan harga di dalam negeri itu terjadi akibat stok yang ada di dalam negeri diprediksi makin menipis lantaran tersendatnya pasokan impor.

Menurut Badan Pangan Nasional, ketersediaan stok kedelai tinggal 7 hari apabila mengacu pada perhitungan Neraca Pangan Nasional sampai dengan akhir November 2022.

Deputi 1 Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, stok kedelai di Indonesia yang tinggal 7 hari itu tercatat dengan dasar penghitungan setelah November. Sebab, berdasarkan Neraca Pangan Nasional yang dimiliki Badan Pangan Nasional, sampai dengan akhir November 2022 stok kedelai masih surplus 54.983 ton.

"Stok 54.983 ton itu apabila dibagi rata-rata konsumsi harian nasional sebesar 8.191 ton/hari, maka dapat memenuhi kebutuhan sekitar 7 hari. Jadi stok kedelai untuk 7 hari itu dihitung per setelah November 2022," jelasnya, dalam keterangan tertulis, pekan lalu.

Menurut dia, berdasarkan perhitungan prognosa Januari-November 2022, stok akhir kedelai diperkirakan masih dalam kondisi surplus sebanyak 54.983 ton. Jumlah stok kedelai itu merupakan hasil perhitungan dari ketersediaan 2,75 juta ton dikurangi kebutuhan selama Januari-November 2022 sebesar 2,7 juta ton.

Dengan memperhitungkan kebutuhan kedelai dalam 1 bulan yang diperkirakan mencapai 245.743 ton, atau 8.191 ton/hari, maka stok di akhir November 2022 masih ada 54.983 ton, atau diperkirakan mencukupi untuk 7 hari.

Tak perlu panik

Meski demikian, Ketut meminta masyarakat, khususnya para pengrajin tahu-tempe tidak perlu panik dengan kondisi stok ini. Sebab, pemerintah telah melakukan impor untuk menambah ketersediaan kedelai di dalam negeri.

Ia menyebut, NFA mendorong percepatan importasi untuk memenuhi ketahanan stok kedelai.

"Jadi kami mendorong percepatan realisasi impor kedelai untuk memenuhi dan memperpanjang kecukupan stok kedelai,” ucapnya.

Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi menyatakan, dengan basis stok 7 hari setelah akhir November tersebut, pihaknya menjamin bahwa stok kedelai cukup hingga 1,5 bulan ke depan. Ia pun meminta masyarakat tidak khawatir dengan ketersediaan kedelai di pasaran.

Melalui realisasi impor, menurut dia, maka berdasarkan Prognosa Neraca Pangan Nasional Januari-Desember 2022, komoditas kedelai diperkirakan surplus sebesar 250.00 ton pada akhir Desember 2022.

"Importir memang merencanakan impor dengan hati-hati karena adanya fluktuasi nilai tukar rupiah dan harga kedelai di pasar global. Selain itu, biasanya importir akan merencanakan 3-4 bulan," terangnya.

Meningkatkan produksi

Dengan kondisi perdagangan global yang penuh ketidakpastian dan fluktuasi harga kedelai di pasar internasional, Arief juga melihat bahwa situasi ini menjadi momentum untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan melepas ketergantungan terhadap impor.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri melalui perluasan lahan produksi kedelai, dan hasilnya dibeli dengan harga Rp 10.000/kg.

Kondisi yang ada, petani tidak bisa menanam kedelai jika harganya di bawah Rp 10.000/kg, karena akan kalah dengan harga kedelai impor yang hanya sekitar Rp 7.000/kg.

“Dengan penetapan kebijakan harga acuan tersebut, ini akan menarik petani untuk lebih semangat berproduksi, karena harganya diatur, sehingga tidak merugikan petani. Keterlibatan BUMN pangan di sini penting dalam aspek penugasan untuk membeli kedelai dari petani sesuai harga yang ditentukan,” paparnya.

Dari sisi perlindungan usaha bagi pengrajin tahu-tempe, Arief mengungkapkan, Badan Pangan Nasional telah mendorong pemberlakuan kembali program Bantuan Penggantian Selisih Harga Pembelian Kedelai untuk Pengrajin Tahu dan Tempe.

Kebijakan itu untuk membantu para pengrajin tahu-tempe agar tetap berproduksi di tengah lonjakan harga komoditas kedelai saat ini. Ia berujar, program itu sangat penting dan strategis untuk menjaga produktivitas dan keberlangsungan usaha pengrajin.

"Melalui bantuan penggantian selisih harga tersebut, pengrajin tahu dan tempe akan memperoleh subsidi Rp 1.000 untuk setiap kg pembelian kedelai," tandasnya. (Kontan/Syamsul Ashar/tribun jateng cetak)

Berita Terkini