Terpisah, Ketua Forum Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan Semarang Wilayah Timur, Hartono menjelaskan, setidaknya ada tujuh nelayan (termasuk pedagang ikan) di wilayahnya itu telah mendapat manfaat langsung program BPJS Ketenagakerjaan.
Angka itu terhitung sejak pandemi Covid-19, ketika mereka mulai terdaftar menjadi peserta.
“Paling terlihat itu santunan kematian, kurang lebihnya ada tujuh. Terakhir kemarin Pak Dhofirin, ahli warisnya mendapat santunan Rp 42 juta itu,” kata Hartono kepada tribunjateng.com, Jumat (2/12).
Hartono menyatakan, jaminan sosial ketenagakerjaan ini memang sangat penting bagi para nelayan. Hal itu mengingat risiko pekerjaan nelayan sangat besar.
Sedangkan, kata dia, para nelayan di wilayahnya itu sebelumnya tidak memiliki asuransi selain bantuan-bantuan dari pemerintah.
"BPJS ketenagakerjaan sangat diandalkan. Tinggal lengkapi dokumen semisal masuk rumah sakit bebas biaya yang menanggung BPJS (Ketenagakerjaan), misal ada kejadian tak terduga seperti kecelakaan kerja, ada perlindungan dari BPJS (Ketenagakerjaan)" bebernya.
Ia menyebut, pertama kali bersinggungan dengan BPJS Ketenagakerjaan yakni saat diundang Pemkot Semarang untuk rapat nelayan. Dalam forum itulah, ia mengenal BPJAMSOSTEK yang melakukan sosialisasi.
Kepincut terkait programnya membuat para nelayan di kelompoknya memutuskan untuk ikut kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
"Sejak awal pandemi nelayan tidak punya asuransi dari manapun. Sekarang sudah punya. BPJS ketenagakerjaan itu paling cepat pencairannya. Saya tidak pernah nunggu lama, lho. Paling mentok lima hari," katanya.
Perisai di wilayah itu, Isman menambahkan, dari total nelayan sebanyak 1.192 orang di Kota Semarang, wilayah timur sendiri ada sebanyak 840 nelayan.
Dari total itu, menurut agen kepesertaan BPJAMSOSTEK itu, khusus di Wilayah Semarang Timur ada lebih dari 300 nelayan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dan akan terus bertambah.
Isman mengatakan, kepesertaan BPJAMSOSTEK sangat bermanfaat bagi para nelayan di kawasan tersebut.
Misalnya saja hari-hari ini. Dia menjelaskan, para nelayan telah memasuki musim paceklik.
Dikatakan, sudah sekira tiga bulan mereka kekurangan hasil tangkapan dan bahkan berhenti melaut.
Alhasil, banyak di antara nelayan yang terpaksa mengajukan pinjaman ke bank untuk sekadar menutup biaya hidup. Namun ketika tidak memiliki agunan, mau tidak mau bank thitil menjadi satu-satunya pilihan.