“Kakek Tua, apa yang kau lakukan di tepi hutan begini? Mengapa kau sendirian?”
Kek Rokoko terharu karena bangsawan Lebonbon memerhatikannya. Ia lalu menceritakan kesedihannya.
“Mungkin sudah begini nasibku, Tuan Lebonbon. Aku sendirian di hari tuaku karena ketiga anakku tak mau menerima aku. Mereka punya rumah sendiri-sendiri, tapi tega mengirimku ke pondok pemburu di tepi hutan ini...”
Kurcaci Lebonbon mendengar cerita Kek Rokoko dengan tekun. Ia merasa iba pada orangtua itu. Ia tampak terdiam, berpikir beberapa saat.
“Kakek tua, terlalu bahaya kau tinggal sendirian di tepi hutan ini. Kembalilah ke rumahmu sendiri. Aku yakin, anak-anakmu tak akan mengirimmu ke pondok pemburu lagi. Jangan menangis dan jangan takut lagi. Aku punya rencana untukmu,” katanya.
Dengan telaten, kurcaci Lebonbon lalu menjelaskan rencananya.
“Kakek harus lakukan semua yang aku katakan tadi. Percayalah, semua akan beres,” katanya.
Kek Rokoko sangat gembira mendengar rencana bangsawan Lebonbon.
Bangsawan Lebonbon lalu mengeluarkan dompetnya yang terbuat dari tenunan benang emas indah.
Baca Juga: Mengenal Pak Raden, Tokoh Penting dalam Sejarah Hari Dongeng Nasional 28 November #MendongenguntukCerdas
Kek Rokoko mengagumi keindahan dompet itu. Itu adalah dompet mahal yang hanya bisa dimiliki kurcaci bangsawan kaya.
“Dompet yang indah sekali...” puji Kek Rokoko kagum.
Bangsawan Rokoko mulai mengisi dompet itu dengan beberapa helai uang besar. Ketika dompet itu sudah tebal sekali, ia memberikannya pada Kek Rokoko.
"Ambillah dompet serta uang di dalamnya ini untukmu. Pulanglah ke rumahmu,” kata kurcaci Lebonbon.
"Setiba di rumahmu, panggillah ketiga anakmu dan ceritakanlah apa yang kukatakan tadi. Rencana kita pasti berhasil,” katanya lagi.
Bangsawan Lebonbon memberikan salah satu kudanya yang terbaik untuk Kek Rokoko. Kuda itu membawa Kek Rokoko kembali ke rumahnya di desa.
Sesuai rencana bangsawan Lebonbon, Kek Rokoko mengumpulkan ketiga anaknya di rumahnya.
“Anak-anakku, dahulu, ketika Ayah masih muda, Ayah menabung uang cukup banyak. Ayah tidak menghabiskan harta karena Ayah menabung untuk hari tua. Tadi pagi, setelah kalian pergi, Ayah pergi ke hutan dan menggali lubang di bawah pohon ek. Di situlah Ayah menyimpan tabungan Ayah.
“Ayah tidak terlalu memerhatikan uang itu lagi, karena Ayah punya anak-anak yang baik. Namun, waktu kalian mengirim Ayah untuk tinggal di pondok di tepi hutan itu, Ayah terpaksa menggali tabungan di pohon ek itu.
“Ayah pikir, jangan-jangan peti berisi uang perak milik Ayah itu sudah hilang. Ayah menggali tanah di bawah pohon ek itu, dan ternyata peti itu masih ada. Peti itu nantinya akan Ayah wariskan pada kalian.
“Ayah akan menyimpannya sampai Ayah meninggal. Setelah Ayah meninggal nanti, silakan kalian berembuk.
"Siapa saja yang paling menyayangi Ayah, yang sering menjaga Ayah, tidak menggerutu saat menyiapkan makanan, dan memberikan pakaian bersih untuk Ayah, maka anak itulah yang akan mendapatkan separuh dari uang perak di peti harta Ayah. Sisanya yang separuh, dibagi dua lagi untuk dua anak lain.
“Jadi sekarang, anak-anakku, Ayah akan kembali ke rumah Ayah. Lalu sesekali menginap di rumah kalian. Ayah tidak akan tinggal di pondok di tepi hutan lagi. Sebagian uang sudah Ayah ambil dan akan membiayai makan dan pakaian Ayah selama Ayah hidup.”
Kek Rokoko lalu memerlihatkan uang di dalam dompet indahnya. Ketiga putranya itu mendelik melihat uang yang banyak di dalam dompet indah ayah mereka.
Sejak Kek Rokoko berkata begitu, ketiga putranya setiap hari berebutan meminta ayah mereka untuk menginap di rumah mereka. Rakaka, Rikiki, dan Rekeke memperlakukan ayah mereka dengan sangat baik.
Apalagi setelah Kek Rokoko meminta bantuan ketiga anaknya itu untuk menggali tanah di bawah pohon ek di tepi hutan.
Mereka menemukan sebuah peti harta karun. Namun, Kek Rokoko melarang peti itu dibuka sebelum ia meninggal.
Ketiga anaknya itu menggotong peti itu ke rumah Kek Rokoko. Peti itu berat sehingga ketiga anak itu mengira uang perak di dalamnya pasti banyak sekali.
"Rumahku rasanya sepi tanpa Ayah. Menginaplah di rumahku!” kata Rakaka.
“Rumahku kecil, tapi menjadi ceria kalau Ayah tinggal di rumahku,” kata Rikiki.
Rekeke juga meminta ayahnya tinggal bersamanya.
Ke mana pun Kek Rokoko menginap, ia selalu membawa peti harta karunnya. Saat tidur, tangannya selalu ada di atas peti sehingga anak-anaknya tak bisa membuka dan melihat isinya.
Suatu hari, ketika mereka mencoba membuka petinya, Kek Rokoko terbangun dari tidurnya. Ia hanya tersenyum dan berkata pada ketiga anaknya,
"Setelah kematian Ayah, kalian akan memiliki isi peti ini, tapi tidak sekarang.”
Jadi, ketiga bersaudara itu merawat ayah mereka dengan baik. Masing-masing berusaha melakukan yang terbaik.
Kek Rokoko membiayai makanan dan pakaiannya sendiri dengan uang dari bangsawan Lebonbon. Tentu saja ia menyuruh ketiga anaknya untuk membelikan keperluannya.
Ketiga anaknya itu memperlakukannya dengan baik sekarang. Kek Rokoko tinggal di rumah mereka bagai raja. Semua yang diperintahkannya dituruti.
Namun, tidak lama kemudian, Kek Rokoko meninggal dunia. Sisa uang di dompetnya digunakan oleh ketiga anaknya untuk membeli banyak bunga.
Di pemakaman, bunga-bunga indah menghiasi makamnya sehingga warga desa mengira ketiga anak itu sangat mencintai ayah mereka.
Bangsawan Lebonbon juga hadir di pemakaman dan meneteskan air mata sedih.
Apalagi pada saat melihat ketiga putra Kek Rokoko yang buru buru pulang karena ingin membuka peti harta karun.
Mereka mengguncang peti itu. Terdengar bunyi gemerincing sehingga mereka mengira uang di dalamnya pasti banyak. Mereka pun membukanya.
Betapa terkejutnya mereka karena di dalamnya ternyata hanya pecahan kaca! Mereka tidak mempercayai mata mereka. Mereka menggeledah di antara kaca, tetapi tidak ada uang sekali.
"Kenapa!" teriak ketiga anak itu. “Kenapa Ayah membohongi kita? Kenapa ia hanya mewariskan pecahan kaca pada kita?!”
Tiba-tiba muncul bangsawan Lebonbon. Ia berkata,
“Sejak muda, ayah kalian sudah merawat kalian dengan baik. Setelah tua, harusnya giliran kalian yang merawatnya.
"Dia cuma ingin tinggal bersama anak-anaknya di akhir usianya yang tak lama. Kalau saja dia tak punya anak, pasti sudah aku ajak pulang bersamaku dan akan kurawat dia dengan baik.
“Namun, aku tak ada artinya buat dia. Dia hanya mau anak anaknya. Sayang, kalian tidak mau mengurusi ayah kalian.
"Itu sebabnya, aku mengajarinya rencana ini! Rencana pura-pura punya harta karun. Dan ternyata berhasil. Kalian mengurusinya dengan baik setelah tahu dia punya harta karun!”
Ketiga saudara itu sangat malu karena sifat mereka diketahui oleh bangawan Lebonbon yang dihormati di desa itu.
“Akulah yang membohongi kalian, bukan ayah kalian! Dia hanya orang tua yang sedang sedih karena dibuang ke tepi hutan...”
Bangsawan Lebonbon lalu pergi meninggalkan mereka.
Rakaka, Rikiki dan Rekeke sangat malu dan sedih. Ayah mereka sampai melakukan hal itu karena mereka tak mau mengurusinya.
Ketiga saudara itu merasa sangat menyesal telah tidak peduli pada ayah mereka. Sayangnya, ayah mereka telah meninggal. Penyesalan mereka sungguh terlambat...